Pak Danu yang ditanya mengenai pertanyaan menohok itu. Sejenak terdiam. Dia bingung akan menjawab apa. Semuanya serba tiba-tiba.
Pak Danu belum sempat berdiskusi dengan istrinya. Apalagi yang menjadi calon suami putrinya, adalah anak majikan yang paling dirinya segani. Terlebih lagi Pak Danu juga belum sempat berbicara dengan anaknya, dokter Kasih. Mengenai perjodohan ini.Akan tetapi dilain sisi, Pak Danu berada di dalam ruang rawatan Oma Meri. Saat dokter Roland menjelaskan perjalanan penyakit sang oma. Yang membuat dirinya semakin dilema.Namun Keluarga Pak Danu bukanlah kacang yang lupa pada kulitnya. Dia sadar betul begitu banyak bantuan yang diberikan oleh keluarga majikannya, kepada mereka. Terlebih pada sekolah putrinya, Kasih. Dengan cuma-cuma Oma Meri membayar semua biaya sekolah Kasih sejak dirinya kecil, sampai dia menyandang gelar sarjana pada jurusan kedokteran.Pak Danu berpikir sudah waktunya keluarganya, membalas kebaikan majikan selama ini kepada mereka."Sa-ya menyambut baik keinginan Nyonya Oma. Bagi saya semua tidak menjadi masalah. Apalagi Kasih sudah cukup dewasa untuk menikah." tutur, Pak Danu."Jadi kalian setuju dengan semuanya? Sani, cepat katakan apa isi hatimu." Oma Meri, tak sabar ingin mengetahui pandangan ibu kandung dari Kasih."Sejujurnya, ini sangat mendadak, Oma. Kami selaku orang tua Kasih, benar-benar sangat kaget dengan semua ini. Akan tetapi kami juga setuju-setuju saja. Te ... terima kasih, Nyonya Oma telah memilih putri kami menjadi calon menantu Keluarga Hoewar." ucap Bu Sani, merasa terenyuh dengan semuanya.Oma Meri semakin berbinar wajahnya saat mendengar setiap ucapan dari semua orang yang ada di dalam ruangan itu. Yang mendukung keputusannya.Namun sang Oma sedikit ragu dengan Kasih yang memilih berdiam diri dan terus menunduk dari tadi. Tangan Kasih yang berada digenggaman Oma Meri, juga terasa sangat dingin.Sang Oma pun berpikir jika Kasih merasa sangat gugup saat ini. Oma Meri sangat yakin jika Kasih menyetujui perjodohan ini."Kasih ...." panggil Oma Meri."I ... iya, Oma." "Bagaimana pandanganmu dengan perjodohanmu dengan Faith? Oma harap kamu mau menyetujuinya, dan tidak mengecewakan Oma." tukas Oma Meri, lagi.Namun nyonya Rara menduga, jika Kasih kurang menerima perjodohan ini. Mungkin saja terlalu tiba-tiba baginya. Atau dia masih merasa belum siap. Mungkin saja pun, Kasih telah memiliki seseorang yang dirinya cintai. Untuk itu, Nyonya Rara buru-buru berkata,"Tentu saja, Kasih menerimanya, Oma." ucapnya Nyonya Rara, lalu mendekati Kasih lalu memegang kedua tangannya, sembari berkata lagi,"Kamu adalah calon menantu Keluarga Hoewar satu-satunya. Untuk itu mulai sekarang, kamu panggil Mommy dan Daddy kepada kami berdua. Bukan Tuan dan Nyonya, lagi." ucap Nyonya Rara, lalu memeluk Kasih dengan penuh rasa sayang."Jawab dong, Sayang. Kamu kok diam saja?" tukas Mommy Rara, sambil mengusap pipi mulus milik Kasih."I ... iya, Nyo. Eh ... i-ya, Mommy." jawab Kasih terbata, dia lalu kembali menundukkan kepala. Sebenarnya tadi, Kasih ingin menolak perjodohan yang tiba-tiba itu. Apalagi dia dan Faith sama sekali tidak pernah berbicara satu sama lain. Bagaimana dia akan menikah dengan pria dingin dan angkuh itu.Kasih seperti orang yang hendak di masukkan ke dalam gua singa. Tidak akan tahu nasibnya bagaimana. Apalagi kedua orang tuanya, juga menyetujui rencana perjodohan itu. Membuat Kasih semakin tak berdaya."Karena semua telah setuju. Mulai besok, akan dilakukan persiapan pernikahan antara Faith dan Kasih." tukas, sang Oma."Tapi, Oma. Kan Faith belum tahu jika dirinya akan menikah. Bisa saja dia menolaknya." tukas, Tuan Heru."Daddy tenang saja, Mommy yang akan menjelaskan semuanya kepada Faith. Yang penting Kasih setuju dengan perjodohan ini." Nyonya Rara kembali tersenyum, ke arah calon menantunya.Setelah selesai mengurusi Oma Meri. Kasih pun bersusah payah memohon izin untuk melanjutkan pekerjaannya mengurusi pasien lainnya. Untung saja dia bisa meloloskan diri. Oma Meri memberinya kesempatan untuk melanjutkan pekerjaannya. Mungkin dua Minggu ke depan, Kasih harus mengambil cuti untuk mengurusi pernikahannya dengan Faith.Dokter Kasih menyusuri koridor rumah sakit dengan tatapan kosong. Hatinya tak percaya dengan apa yang barusan terjadi di ruang rawatan Oma Meri.Dengan cepat semua orang setuju dan merencanakan pernikahannya dengan Faith. Pria angkuh dan dingin yang pernah dirinya temui di dalam hidupnya.Kasih menjadi ingat di masa lalu, dia selalu memandang ke arah Faith dari kejauhan. Selalu mengamati apa yang dilakukan olehnya. Baik disaat Faith sedang berolah raga basket, di halaman samping rumahnya. Atau disaat Faith sedang berenang. Kasih memperhatikannya secara diam-diam tanpa diketahui oleh orang lain.Walaupun pada kenyataannya, anak lelaki itu tidak pernah melihat ke arahnya. Tahun demi tahun, Kasih tetap memupuk rasa suka dan kagumnya kepada pria itu. Bahkan dia pernah berangan-angan, seandainya Faith menjadi suaminya kelak. Kasih tidak pernah menyangka khayalannya itu, sebentar lagi akan menjadi kenyataan. Dia pun cukup senang akan hal itu.Namun timbul sedikit kekhawatiran di hatinya,"Bagaimana jika Faith ternyata tidak menyetujui perjodohan itu?"Apalagi tak sekalipun Faith melihatnya. Bahkan mungkin saja pemuda tidak mengenalnya sama sekali.Kekhawatirannya itu, membuat dirinya menjadi tak bersemangat."Kasih, kamu kenapa? Kok melamun terus dari tadi?" tegur Vini, rekan sesama dokter. Sahabat, Kasih.Saat ini keduanya sedang berada di kafetaria, rumah sakit itu."A ... aku nggak apa-apa kok, Vin." sahut Kasih, mencoba menghalau rasa bimbang di hatinya.Namun Vini tahu jika kasih sedang berbohong,"Ayo kamu jujur saja, deh. Aku tahu kamu sedang berbohong sekarang." tukas Vini, kepada Kasih.Kasih terdiam dan tidak langsung menjawab perkataan Vini, sahabatnya. Dia menimbang-nimbang untuk jujur saja kepada sahabatnya, itu. Ataukah Kasih menyimpannya sendiri di dalam hatinya.Namun Vini bukanlah orang yang mudah menyerah untuk mengorek sesuatu, terutama keduanya sudah sangat akrab. Sejak mereka masih sama-sama duduk di bangku sekolah menengah atas. Vini tahu betul tabiat Kasih jika memiliki sesuatu yang sedang dirinya pikirkan.Lalu Kasih pun memilih jujur kepada sahabatnya, dari pada Vini yang ceriwis, terus saja bertanya kepadanya."Apa?" kaget Vini, sampai-sampai suaranya yang menggelegar itu, menyesakkan gendang telinga setiap orang yang ada di dalam kafetaria."Kasih, kamu jangan bercanda, dong?" Vini seakan tak percaya, dengan ucapan Kasih.Kasih bagaikan putri di negeri dongeng yang akan dinikahi oleh pangeran impiannya, Faith Hoewar."Kasih, selamat untukmu! Akhirnya pria yang kamu idam-idamkan, segera akan menjadi suamimu." Saking antusiasnya Vini mendengar kabar gembira itu, dia segera memeluk Kasih dengan erat. Memberi selamat kepada sahabatnya.Vini tidak tahu saja, apa yang sedang Kasih pikirkan saat ini."Tapi ... Vin. Hanya aku yang cinta sendiri. Tidak dengannya." lirih Kasih, sedih."Hei, kamu jangan bersedih begitu, Kasih. Kamu kan sangat cantik. Kamu bisa menggodanya dengan paras cantikmu. Apalagi, semua orang mendukungmu. Keluarganya pun, sangat mendukung mu, kan?""Iya sih, tapi tetap saja. Aku masih ragu. Entah lah, Vin. Apalagi aku tuh, tidak pernah sekali pun ngobrol dengannya. Aku hanya melihatnya dari kejauhan saja." lirihnya, semakin sedih.Kasih pun semakin larut dalam kesedihannya. Dia tidak tahu harus berbuat apa untuk mengusir kegundahan hatinya.Malam hari pun tiba, semua anggota keluarga Pak Danu sedang berkumpul di sebuah ruangan di dalam rumah kecil milik majikannya, yang telah mereka tempati sejak dahulu kala.Bu Sani duduk di samping suaminya. Menunggu anak mereka Kasih yang masih berada di dalam kamar.Tak berapa lama, Kasih pun keluar dari kamarnya, dan mulai bergabung duduk di sofa sederhana yang ada di ruangan itu.Lalu sang ayah pun mulai angkat bicara,"Ma
"Nona-nona cantik? Tapi mata Lo, hanya mengarah kepada Kasih. Dasar gombal!" ketus, Vini."Ha-ha-ha." Robin tertawa renyah."Kasih memang lebih anggun dari Lo, Vin. Lo sih terkesan tomboy banget! Anggun dikit kek, kayak Kasih." celutuk Robin, lagi."Dih ... siapa Elo ngatur-ngatur, gue?" tutur Vini, tak suka dengan omongan rekannya, Robin.Vini, sahabat Kasih. Tak kalah menariknya, memiliki rambut panjang yang tergerai lurus dan wajah oriental yang memukau. Namun itu dulu. Sejak Vini putus cinta dan merasakan pahitnya patah hati. Dia pun merubah penampilannya, dab menjadi terkesan lebih tomboy saat ini. Sepertinya, Vini tidak mau mengenal pria lagi. Dia trauma dengan kisah cintanya yang kandas karena perselingkuhan. Untuk itu dia menutup diri untuk tidak mengenal cinta lagi.Ketiga dokter tersebut saat ini sedang sarapan di kafetaria yang ada di dekat lobi rumah sakit.Dari tadi, Robin mencuri-curi pandang melihat ke arah Kasih. Sepertinya dia sangat terpesona dengannya. Selain memil
Sebagai dokter pribadi Oma Meri yang ditugaskan oleh pihak rumah sakit. Membuat waktu Kasih lebih banyak merawat Oma Meri. Seperti saat ini, Kasih sedang berada di ruang rawatan mewah itu. Sedang menjaga sang Oma yang sedang tidur.Dia pun mengisi waktunya dengan membaca sebuah artikel kesehatan. Sambil menunggu Oma Meri bangun.Lalu tiba-tiba pintu ruangan itu dibuka dari luar. Terlihat seorang gadis berparas cantik dan anggun yang tinggi semampai dengan body proposional layaknya model, bersama dengan sang ibunda. Yang sedang berjalan menuju ke dalam ruang rawatan Oma Meri."Hai, selamat siang. Kamu, Kasih kan?" ucapnya, mencoba mengenali teman masa kecilnya.Kasih sangat kaget. Melihat Lovlyta yang sudah berada di dekatnya. Duduk di sofa lalu menyambutnya dengan sebuah pelukan."Lo ... Lovlyta? Kamu Lovlyta, kan?" tutur Kasih, masih tak percaya. Jika sahabat masa kecilnya itu, telah berada di depannya saat ini."Ya ... ampun, Kasih ... masa kamu gak mengenaliku, sih? protes Lovlyta
"I ... iya, Tu. Maksud saya, iya Daddy." lirihnya, sambil menundukkan kepalanya."Kas, kamu tenang saja. Jika Kak Faith macam-macam ke kamu. Aku nggak akan tinggal diam." ucap, Lovlyta kepada sang calon kakak ipar."Kasih, Oma harapkan kamu bisa menerima sikap Faith. Anak itu dari dulu terlihat sangat pendiam. Dia lebih suka menyendiri dan menghabiskan waktunya membaca buku. Faith kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Makanya Oma memilih mu untuk menjadi pendamping Faith, karena Oma sangat yakin jika kamu mampu menjadi istri yang baik untuknya." jelas Oma Meri, panjang lebar."Benar kata sang Oma, Kas. Mommy juga sangat yakin kamu adalah wanita yang tepat untuk mendampingi Faith." Nyonya Rara, ikut meyakinkan Kasih."I ... iya, Mommy." jawab Kasih, singkat.Dukungan semua anggota Keluarga Hoewar untuknya. Semata-mata tidak membuat kegundahan hatinya sirna juga. Kasih sudah beberapa kali menghalaunya, namun tetap tidak bisa. Dia sedikit takut dengan sikap Faith yang sang
Setelah bertemu dengan dokter Roland. Hati Faith semakin ketar-ketir perihal kesehatan sang Oma.Dia sangat ingat semua pesan dan nasihat dari dokter Roland.Saat ini Faith diikuti oleh Max sedang melangkah menuju ke ruang rawatan Oma Meri.Seorang perawat sedang menuntun mereka menuju ke kamar di mana Oma Meri sedang dirawat."Di sini kamarnya, Tuan Muda. Saya permisi dulu." ucap perawat itu, lalu mulai meninggalkan mereka."Terima kasih, suster." sahut, Max. Sementara Faith segera membuka pintu kamar mewah itu.Oma Meri yang baru saja selesai sarapan disuapin oleh Kasih. Saat ini sedang santai menonton televisi. Sang Oma yang mendengar jika pintu kamarnya dibuka dari luar. Segera berkata,"Kamu kah itu, Kasih? Kok cepat banget kamu tebus obat untuk Oma?" ucap Oma Meri.Sang Oma berpikir jika yang datang kembali ke kamar rawatannya adalah Kasih. Soalnya dokter itu meminta izin kepada Oma Meri untuk mengambil obat di bagian farmasi, rumah sakit itu.Namun alangkah terkejutnya Oma Mer
Faith menjadi terdiam mendengar perkataan Oma Meri yang sangat menusuk itu.Lalu tiba-tiba dari arah luar pintu, Kasih datang dengan membawa obat untuk Oma Meri.Tiba-tiba dokter Kasih sangat kaget saat melihat Oma Meri yang sedang memegang dada kirinya, dan terlihat sedang menahan kesakitan."Oma! Anda kenapa?" ucapnya, panik. Lalu buru-buru berjalan menghampiri Oma Meri dan segera memeriksa sang Oma, dengan menggunakan stetoskop yang menggantung di lehernya.Kasih tidak sempat memperhatikan sekelilingnya. Bahkan kehadiran Faith dan Max di ruangan itu. Tidak menjadi fokusnya.Saat ini Kasih sedang memeriksa Oma Meri dengan sangat teliti. Sang dokter tak lupa juga mengukur tekanan darah Oma Meri dan menghitung detak jantungnya selama satu menit."Oma ... tekanan darah Oma kok bisa naik lagi? Padahal tadi pagi saat Oma bangun, semua hasil pemeriksaan masih normal." tutur Dokter Kasih.Faith yang dari tadi memperhatikan dokter yang sedang memeriksa sang Oma, tiba-tiba menjadi panik saa
"Ma ... maaf, Oma. A-ku ada keperluan lainnya dengan pasien." jawab Kasih, sekenanya."Pasien lain? Bukankah dokter Roland, menugaskan mu hanya merawat Oma, saja?" ucap Oma Meri, menusuk."Eh ... i-ya, Oma. Maksudnya, aku ada perlu sebentar dengan dokter Vini." sahut Kasih, tetap mencari cara agar bisa keluar dari ruang rawatan Oma Meri. Oma Meri tentu saja mengetahui, jika itu hanya akal-akalan Kasih untuk dapat keluar dari kamarnya. Sang Oma tidak tidak akan membiarkan itu terjadi. Oma Meri segera berkata,"Kamu tidak boleh ke luar dari ruangan ini, Kasih. Sebentar lagi, semua orang akan berkumpul di sini." tegas, sang Oma."I ... iya, Oma. Maaf." jawab, Kasih. Lalu, dia pun duduk di sofa sesuai perintah dari Oma Meri.Di sofa itu, Faith juga duduk, tepat di depan Kasih. Dia menatap gadis itu dari ujung kakinya sampai ke area wajahnya. Hal itu sontak membuat Kasih menjadi risih sendiri.Kasih pun mulai mereka-reka dalam hatinya,"Apakah Faith tahu jika kami akan dijodohkan? Kenapa
"Jadi karena semua telah setuju, pernikahan akan dilangsungkan akhir pekan depan." ucap sang Oma, lagi."Apa?" seru Kasih, tak percaya.Lagi-lagi semua mata menatap ke arahnya, mereka seakan kaget dengan respon dari Kasih."Ma ... maaf." ucapnya, terbata."Pak Danu, Bik Sani. Bagaimana pendapat kalian?" tanya Oma Meri, ingin mendengarkan pendapat orang tua Kasih."Kami setuju-setuju saja, Oma Nyonya. Mana yang terbaik, untuk semuanya." jawab Pak Danu, bijak. Yang dibarengi dengan anggukkan sang istri. Pertanda jika dia sependapat dengan suaminya."Bagaimana, Faith?" Oma Meri, kembali bertanya kepada cucunya."Apa pun itu, asalkan kesehatan Oma cepat pulihnya. Saya setuju." jawab Faith, bijak.Mendengar jawaban dari Faith, membuat Kasih yang tadi terus menunduk. Segera menegakkan kepalanya. Dia sungguh tak percaya. Tanpa beban, pria itu menyetujui tanggal pernikahan yang ditetapkan oleh keluarga.Faith juga menatap ke arah Kasih tapi tanpa ekspresi. "Rara, kamu aturlah kapan mereka mu