Share

BAB. 7 Semakin Gugup

"Nona-nona cantik? Tapi mata Lo, hanya mengarah kepada Kasih. Dasar gombal!" ketus, Vini.

"Ha-ha-ha." Robin tertawa renyah.

"Kasih memang lebih anggun dari Lo, Vin. Lo sih terkesan tomboy banget! Anggun dikit kek, kayak Kasih." celutuk Robin, lagi.

"Dih ... siapa Elo ngatur-ngatur, gue?" tutur Vini, tak suka dengan omongan rekannya, Robin.

Vini, sahabat Kasih. Tak kalah menariknya, memiliki rambut panjang yang tergerai lurus dan wajah oriental yang memukau. Namun itu dulu. Sejak Vini putus cinta dan merasakan pahitnya patah hati. Dia pun merubah penampilannya, dab menjadi terkesan lebih tomboy saat ini. 

Sepertinya, Vini tidak mau mengenal pria lagi. Dia trauma dengan kisah cintanya yang kandas karena perselingkuhan. Untuk itu dia menutup diri untuk tidak mengenal cinta lagi.

Ketiga dokter tersebut saat ini sedang sarapan di kafetaria yang ada di dekat lobi rumah sakit.

Dari tadi, Robin mencuri-curi pandang melihat ke arah Kasih. Sepertinya dia sangat terpesona dengannya. Selain memiliki paras yang cantik. Kasih juga berkepribadian baik dan ramah kepada siapa pun. Sehingga banyak pasien-pasien di rumah sakit itu, yang menyukai dirinya.

"Kamu pulang jam berapa hari ini, Kas?" tanya Robin, tiba-tiba di sela-sela sarapannya, pagi ini.

"Hhmm, sepertinya agak pulang lebih cepat. Setelah visite, saya akan ke ruangan Oma Meri."

"Terus kamu ngapain lagi, Kas?" Robin tetap ingin tahu, kegiatan kasih selanjutnya.

"Hei! Lo ngapain nanya-nanya apa yang hendak Kasih lakukan? Mau sensus penduduk, Lo?" tukas Vini, setengah mengejek kepada Robin.

"Apaan sih, Lo. Reseh banget! Gue bertanya kepada Kasih, bukan ke Lo!" Robin tak kalah sengit, menjawab perkataan Vini yang menohok.

"Waduh, apa-apaan sih kalian? Sudah-sudah jangan pada berdebat gitu. Di kafetaria ini juga ada keluarga pasien. Kalian nggak malu ketahuan berdebat." Kasih mencoba menasihati, kedua temannya itu.

"Robin tuh yang mulai duluan, Kas!"

"Enak, aja! Lo yang terus cari gara-gara ke gue!" Vini, tak mau kalah.

Karena semakin pusing mendengar keduanya bertengkar tiada akhir. Kasih pun dengan sengaja meninggalkan keduanya di kafetaria itu.

Vini yang menyadari Kasih yang beranjak pergi, segera berkata,

"Kasih, tungguin gue! Mau ke mana sih Lo, kok buru-buru gitu?" tukas Vini, lalu bersiap-siap turut ikut meninggalkan tempat itu.

"Sudah waktunya visite kepada pasien, guys!" Kasih sengaja menghindar dari Robin yang terus saja bertanya-tanya hal yang bersifat pribadi dengannya.

"Kas ... tungguin gue! Kita bareng visitenya!" tukas Vini, menyeimbangkan langkah Kasih yang semakin cepat.

Tersisa Robin sendiri di kafetaria itu.

"Kasih, kenapa kamu selalu menghindariku? Apakah sudah tidak ada lagi kesempatan untukku mendekatimu?" lirihnya, dalam hati.

Robin telah lama menyukai Kasih. Sejak mereka masih berasa di bangku kuliah. Perasaan itu mulai timbul dalam hatinya. Namun sayangnya. Kasih tidak pernah memberinya kesempatan untuk mengungkapkan isi hatinya, yang sebenarnya.

Kasih terkesan menghindar disaat Robin akan memulai pembicaraan tentang hal-hal yang bersifat pribadi.

Padahal yang Robin tahu. Kasih tidak pernah dekat dengan pria mana pun dari dulu. Alhasil sikap Kasih itu membuatnya bingung sendiri. Akan tetapi, rasa cinta Robin masih tetap saja. Malah Semakin menggebu-gebu terhadap gadis itu.

Setelah selesai visite. Kasih pun berpisah dengan rombongan tenaga kesehatan lainnya. Dia lalu berjalan menuju ruangan VVIP tempat di mana Oma Meri dirawat.

Kasih mengetuk pintu dari luar, terdengar kata "masuk" dari dalam.

Kasih pun segera masuk ke dalam ruangan mewah itu.

Ternyata di ruangan itu telah ada dokter Roland dan beberapa perawat yang sedang memeriksa tekanan darah Oma Meri.

"Selamat pagi ... Oma. Pagi, dok." Kasih tak lupa, menyapa keduanya.

"Pagi, Kasih." jawab, dokter Roland.

"Cucu mantuku .... kamu sudah datang, Sayang?"

sahut Oma Meri, senang saat melihat dokter Kasih datang menemuinya saat ini.

"Dokter Kasih, selanjutnya. Perawatan Oma Meri, saya serahkan kepada Anda." tutur, Dokter Roland.

"Siap, dok." Jawab, Kasih.

"Dokter Roland, jangan lupa. Mulai Minggu depan dokter Kasih, Izin tidak bekerja di rumah sakit." Sang oma pemilik rumah sakit itu, memohon izin kepada dokter Roland selaku kepala rumah sakit.

"Tidak masalah, Oma. Akhir Minggu saya akan mengeluarkan surat cuti kepada dokter Kasih." ucap sang dokter, kepada Oma Meri.

"Terima kasih, Pak dokter." ucap Oma Meri. Sang dokter terlihat menganggukkan kepalanya.

 Lalu dokter Roland dan beberapa perawat lainnya, mulai keluar dari ruangan itu.

Sepeninggal para tim dokter. Kasih lalu mempersiapkan sarapan untuk Oma Meri. Dia pun mulai menyuapi sang oma dengan telaten.

"Oma harus banyak makan, ya? Biar Oma lekas sembuh dan dapat menjalankan aktifitas sehari-hari lagi." ucap Kasih, lemah lembut.

"Pasti dong, Oma akan semakin sehat. Apalagi ada kamu yang selalu ada untuk Oma. Hal itu akan semakin membuat Oma menjadi semangat untuk sembuh." tutur sang Oma, senang.

Pagi ini, Oma Meri menghabiskan semua sarapannya. Bahkan disaat waktu pemberian obat pun, Kasih tidak mengalami kesulitan apa pun seperti hari-hari sebelumnya.

Oma Meri menjadi benar-benar menjadi penurut saat ini. 

Kasih benar-benar sangat bersyukur akan hal itu.

"Kasih ...." 

"I ... iya, ada apa Oma memanggilku? Apakah Oma membutuhkan sesuatu?" tanya Kasih, yang hendak siap-siap keluar dari ruang rawatan Oma Meri. Agar beliau dapat istirahat sejenak.

Namun satu ucapan dari Oma Meri, menghentikan langkah Kasih.

Dia pun kembali berjalan menuju ke ranjang di mana sang Oma sedang berbaring.

Oma Meri dengan segera mengulurkan tangannya kepada Kasih, yang segara disambut olehnya. Sembari berkata,

"Kamu temani Oma sebentar di sini."

"Ba ... baiklah, Oma."

"Terima kasih ya, Kasih kamu mau menerima perjodohanmu dan Faith.".

"Iya, Oma." jawabnya, singkat.

"Oma sudah tidak sabar menyaksikan kalian naik ke atas pelaminan." Binar-binar kebahagian mulai terpancar di mata Oma Meri.

Kasih hanya bisa tersenyum dan mencoba menghindari kegalauannya dengan menggenggam tangan Oma Meri dengan erat.

"Mungkin Minggu depan Faith akan kembali ke Jakarta. Setelah semuanya beres kalian menikahlah secepatnya. Oma sudah tidak sabar menggendong cicit dari kalian berdua." tukas sang Oma, lagi.

"Deg-deg-deg!" Bunyi detak jantung Kasih mulai berpacu lebih cepat dari sebelumnya mendengar ucapan Oma Meri.

Minggu depan yang dimaksud Oma Meri adalah tinggal beberapa hari lagi.

Hal tersebut sontak membuat Kasih semakin gundah gulana. Hatinya mulai ketar-ketir menahan gejolak kegelisahan dari dalam jiwanya.

Kasih sudah membayangkan kegugupannya jika Faith kembali ke Indonesia. Apalagi dia telah lama memendam perasaan suka kepada pria itu.

"Duh ... kenapa jantungku berdetak sangat kencang. Serasa mau copot saja. Apa yang harus ku lakukan jika Tuan Muda Faith pulang dari luar negeri?"

Visite merupakan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status