Kasih pun mulai menyeka air matanya dengan menggunakan sapu tangan pemberian Faith."Ternyata dia cengeng juga!" ucap Faith dalam hatinya.Setelah selesai menyeka air matanya. Kasih kembali merapikan penampilannya. Dia pun mengembalikan sapu tangan itu kepada Faith."Ini sapu tanganmu, Mas. Terima kasih." ucapnya seraya menyodorkan sapu tangan itu di hadapan Faith."Simpan saja. Siapa tahu berguna untukmu suatu saat." serunya, dingin."Ayo kita segera ke luar dari mobilnya." Lalu Faith lebih dulu ke luar dari dalam mobil itu. Hampir lima menit lamanya Faith menunggu, namun Kasih tak juga ke luar dari dalam mobil itu.Di dalam mobil, Kasih masih sibuk menenangkan degupan jantungnya yang lebih cepat dari sebelumnya. Sambil menggenggam sapu tangan milik Faith, pria yang selalu ada di dalam hatinya.Dia pun segera memasukan sapu tangan itu ke dalam tas miliknya. Bersamaan dengan itu bunyi ketukan dari kaca mobil mulai terdengar.Faith yang beranggapan jika Kasih kembali menangis. Mulai
Namun disaat sang manager mengatakan harga cincin itu. Membuat mata Kasih mulai membesar mendengar besaran harganya.Dengan segera Kasih menatap ke arah Faith, dan siap-siap untuk protes agar jangan memilih cincin itu. Karena harganya yang sangat mahal. Namun Faith malah membals tatapan Kasih dengan sangat tajam, lebih tajam dari mata seekor elang yang ingin memangsa binatang buruannya. "Bagaimana Tuan?" tanya sang manager memastikan. Karena dia dapat melihat selisih paham diantara keduanya saat ini."Tentu saja kami tetap memilih cincin ini!" tegasnya, lalu mengeluarkan kartu unlimited miliknya untuk segera melunasi cincin itu.Kasih seakan tak percaya Faith memilih cincin dengan harga termahal yang dijual di toko itu. Namun dia tidak dapat berbuat apa-apa saat ini. Bahkan untuk protes pun, bibirnya seakan terkunci. Dia sangat takut jika Faith nantinya akan kembali mengeluarkan kata-kata kasar yang mungkin dapat melukai perasaannya dan harga dirinya.Tiba saatnya mengukur cincin di
"Wow! Bro Faith Hoewar. Ngapain Anda di sini?" tanya Gilang sambil mengulurkan tangannya, ingin menjabat tangan Faith."Apa kabar, Bro?" ucapnya lagi. Alih-alih menjawab sapaan Gilang. Faith malah meraih cepat tangan Kasih dan mencoba menjauhkannya dari pria itu."Hei ... ada apa ini?" tutur Gilang dalam hati. Saat melihat Faith dengan sedikit memaksa menarik Kasih begitu saja, dari hadapannya.Tangannya yang menggantung beberapa saat di udara segera dirinya turunkan. Gilang semakin penasaran dengan tingkah Faith yang sangat berbeda dengan Kasih."Kalian berdua telah akrab?" tanyanya lagi. Karena setahunya, baik Kasih maupun Faith, dulunya tidak pernah bertegur sapa. Bahkan sama sekali tidak pernah berbicara sedikit pun.Keduanya memilih diam dan tidak menjawab ucapan dari Gilang. Sementara Kasih sangat kaget saat Faith menggenggam tangannya dengan sangat erat saat ini.Membuat dirinya menjadi semakin gugup.Kasih tak menyangka Faith seolah-olah takut, Gilang akan membawanya pergi ja
"A ... aku ...." Belum sempat Kasih menjelaskan jika yang mengirim pesan kepadanya adalah ibunya. Dengan paksa Faith, malah merebut ponsel gadis itu lalu memeriksanya sendiri."Mas Faith!" tegur Kasih.Dia tak menyangka pria itu merebut paksa ponselnya.Faith lalu memeriksa dengan seksama isi ponsel gadis itu. Dia merasa lega, saat mengetahui jika Kasih sedang berkirim pesan dengan ibunya."Cih! Bikin curiga saja!" ucapnya dalam hati. Lalu Faith pun mengembalikan ponsel Kasih kepadanya."Bunda yang berkirim pesan denganku, Mas. Bunda menyuruhku untuk berbelanja ke swalayan untuk acara nanti sore." tuturnya kepada pria itu."Bilang dong, jika Bunda Sani yang mengirim pesan kepada mu! Bikin bt saja." kesalnya sendiri."Ma ... maaf, Mas." serunya lagi."Jadi kita sekarang ke swalayan?""Iya Mas, boleh." Lalu keduanya pun memasuki sebuah supermarket yang ada di mall itu. Sementara di dalam restoran, Gilang sedang menelepon seseorang dan memastikan jika semua yang telah dirinya rencanakan
"Oh karena neneknya mantan pasienmu. Jadi kamu dengan cuma-cuma memberikan nomor ponselmu kepadanya?""Martin bilang kalau Oma Nina, kangen ke aku, Mas. Oma sekarang tinggal di Surabaya." serunya lagi."Alah! Banyak alasan, Lo!" Faith tetap tak mau kalah, terus saja menyudutkan Kasih.Kasih mencoba menghela napasnya panjang. Dia pun berkata lagi, "Mas Faith ... aku kan sudah berkata jujur kepada mu, Mas. Jadi apa lagi?" Kasih hampir kehilangan akal sehatnya menghadapi Faith yang terus saja marah kepadanya."Dasar gampangan!" Kata-kata menusuk itu, keluar begitu saja dari bibir pemuda itu.Kasih seketika menatap Faith dengan tatapan terluka. "Ka ... kamu jangan ngomong sembarangan begitu, Mas. Siapa yang gampangan? Tega banget kamu ngomong seperti itu kepadaku!" Tak terasa, air mata Kasih kembali menetes. Dia benar-benar tak habis pikir dengan semua ucapan Faith kepadanya.Ada rasa penyesalan di hati pria itu saat melihat Kasih menangis. Dia menjadi tidak tega melihatnya. Namun amara
Ternyata di dalam rumah telah banyak orang yang datang. Sayup-sayup keduanya mulai mendengar suara Oma Meri dan juga suara seorang pria yang paling Faith benci saat ini."Oma Meri?" tutur Faith."Kak Gilang ....!" ucap Kasih.Mendengar sang calon istri menyebut nama orang yang dirinya benci, Faith segera menatap tak suka ke arah pemuda itu."Hai, Bro! Ternyata kita bertemu lagi, ya? Apakah ini berarti kita memang jodoh?" canda Gilang sambil tersenyum penuh kemenangan."Cih! Jangan gila, Lo!" serunya, lalu duduk dengan sembarangan di sofa ruang keluarga itu.Sementara Kasih segera memapah Oma Meri untuk kembali duduk dengan sempurna."Oma ... kok Oma buru-buru banget ke luar dari rumah sakit?" Kasih sedikit khawatir dengan kondisi kesehatan Sang Oma. Pasti Beliau memaksa dokter Roland agar bisa ke luar dari rumah sakit dengan segera.Naluri merawat dari dalam diri Kasih sebagai seorang dokter mulai muncul. Dia segera membuka tasnya, lalu mengeluarkan stetoskop dan mulai memeriksa Oma M
Acara keluarga besar Hoewar pun dimulai, semua orang bersuka cita mendengar kabar jika Faith akan segera melepas masa lajangnya.Tuan Heru pun mulai memperkenalkan Kasih sebagai calon menantu Keluarga Hoewar. Seluruh keluarga besar itu sangatlah setuju. Apalagi Oma Meri sangat senang bukan kepalang. Bahkan saat ini, Kasih berada duduk di sampingnya.Namun ada satu keluarga yang kurang setuju dengan perjodohan itu. Mereka adalah keluarga uncle Jefri."Heru, apakah tidak salah kamu memilih calon menantumu dari kalangan rendahan?""Jefri! Jaga bicaramu! Kamu jangan pernah merendahkan calon menantu kami!" Oma Meri langsung angkat bicara membela Kasih dan keluarganya."Mendengar keluarganya dihina, Pak Danu hanya bisa bersabar. Sementara Bunda Sani merasa sakit hati dengan perkataan Tuan Jefri. Dia menatap pria itu dengan perasaan kecewa.Ternyata dulu, Tuan Jefri pernah menaruh hati kepadanya. Sayangnya, Bunda Sani tidak berani untuk memperjuangkan cintanya kepada kekasihnya, karena meman
"Makanya Lo jangan sok jagoan! Gue akui Lo tak terkalahkan dalam segi bisnis dan perusahaan. Tapi dalam hal urusan perempuan ternyata Lo nol besar!" Kata-kata pedas itu meluncur begitu saja dari mulut Gilang. Dia tidak peduli jika Faith akan semakin marah kepadanya.Faith hanya terdiam, dia benar-benar tidak dapat berkata-kata. Namun sangat terlihat, dirinya sedang menahan emosinya saat ini."Jika memang Lo tidak berniat dengan perjodohan ini. Jangan lanjutkan! Gue juga bisa membahagiakan Kasih." Mendengar perkataan Gilang itu, Faith semakin menatap pria itu dengan tajam."Cih! Ternyata karena itu, rupanya!" sindir Faith, sambil tersenyum sinis ke arah Gilang."Lo jangan sok menggurui gue! Jika ternyata Lo tak jauh beda dengan gue! Dasar pengecut!" serang Faith penuh amarah."Satu hal lagi yang Lo harus tahu! Kasih Alayah hanyalah milik gue seorang! Gue tidak pernah mau berbagi kepada siapun di dunia ini! Jadi Lo jangan pernah bermimpi!" ketusnya lalu meninggalkan Gilang yang berada d