"Tapi ... Vin. Hanya aku yang cinta sendiri. Tidak dengannya." lirih Kasih, sedih.
"Hei, kamu jangan bersedih begitu, Kasih. Kamu kan sangat cantik. Kamu bisa menggodanya dengan paras cantikmu. Apalagi, semua orang mendukungmu. Keluarganya pun, sangat mendukung mu, kan?""Iya sih, tapi tetap saja. Aku masih ragu. Entah lah, Vin. Apalagi aku tuh, tidak pernah sekali pun ngobrol dengannya. Aku hanya melihatnya dari kejauhan saja." lirihnya, semakin sedih.Kasih pun semakin larut dalam kesedihannya. Dia tidak tahu harus berbuat apa untuk mengusir kegundahan hatinya.Malam hari pun tiba, semua anggota keluarga Pak Danu sedang berkumpul di sebuah ruangan di dalam rumah kecil milik majikannya, yang telah mereka tempati sejak dahulu kala.Bu Sani duduk di samping suaminya. Menunggu anak mereka Kasih yang masih berada di dalam kamar.Tak berapa lama, Kasih pun keluar dari kamarnya, dan mulai bergabung duduk di sofa sederhana yang ada di ruangan itu.Lalu sang ayah pun mulai angkat bicara,"Malam ini Ayah sengaja mengumpulkan kalian. Untuk membicarakan perihal lamaran Keluarga Tuan Hoewar kepada putri kita, Kasih. Sebelumnya Ayah minta maaf karena menerima lamaran itu tanpa menanyakan terlebih dahulu kepadamu, Kasih." ucap sang ayah, sambil melihat ke arah putri satu-satunya, itu."Bunda juga minta maaf, karena ikut menyetujui lamaran itu. Tapi menurut Bunda, sudah saatnya keluarga kita membalas semua kebaikan Keluarga Tuan Hoewar, selama ini." tukas Bunda Sani, kepada anaknya."Benar kata, Bunda. Apalagi Oma Meri sangat menyayangimu layaknya seperti cucunya sendiri. Sejak kamu kecil, Oma Meri membiayai sekolahmu. Memasukkanmu ke sekolah yang sama dengan cucu kandungnya. Sampai kamu bisa mewujudkan cita-citamu menjadi seorang dokter. Itu semua karena kebaikan Oma Meri." Ayah Danu kembali menjelaskan kebaikan keluarga majikannya, kepada mereka.Kasih terus saja menunduk sambil mendengarkan semua perkataan kedua orang tuanya, yang semuanya adalah benar.Hanya saja hatinya masih saja bimbang karena lamaran itu tiba-tiba saja menghampirinya."Semua orang juga sudah tahu, bagaimana kondisi Oma Meri saat ini. Kamu selaku seorang dokter pasti lebih tahu, kan? Jadi tidak ada salahnya. Jika kita mewujudkan keinginan Oma Meri, selagi beliau masih sehat dan kuat." tutur Ayah Danu, lagi.Sepasang suami istri itu, lalu memperhatikan anaknya yang dari tadi menunduk saja. Keduanya saling pandang, mencoba mereka-reka. Ada apa dengan Kasih.Lalu sang ibu mencoba untuk angkat bicara,"Kasih, Kamu kenapa menunduk terus? Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" tanya Bunda Sani, kepada putri satu-satunya itu."Coba tegakkan kepalamu. Katakan apa yang ada di hatimu?" Kali ini, Ayah Danu yang angkat bicara kepada anak gadisnya, itu.Kasih lalu menegakkan kepalanya. Matanya yang memerah karena menangis, terlihat jelas kepada kedua orang tuanya."Ka-sih, kamu kenapa menangis?" tutur sang ibu, lalu dengan cepat menghampiri putrinya dan mencoba untuk menenangkannya."Katakan yang ada di hatimu, Nak. Ayah dan Bunda juga ingin mendengarnya. Tapi Bunda harap kamu juga mempertimbangkan kesehatan Oma Meri saat ini." Bunda Sani kembali mengingatkan putrinya, untuk lebih mengutamakan kesehatan sang Oma.Setelah lama berdiam diri, akhirnya Kasih pun mulai berkata,"Ayah, Bunda. A ... aku sama sekali tidak mempermasalahkan tentang perjodohan itu. Hanya saja, aku dan Tuan Muda Faith, belum saling kenal. Sekalipun kami tidak pernah berbicara. Hal itu yang mengganggu pikiranku." jujurnya, kepada kedua orang tuanya."Kamu nggak usah khawatir begitu. Seiring berjalannya waktu. Komunikasi diantara kalian pasti akan terjalin. Ayah sangat bersyukur karena kamu juga menerima perjodohan ini." tukas, Ayah Danu."Apa yang dikatakan Ayah ada benarnya, Kasih. Gak mungkin Tuan Muda Faith tidak mengenalimu. Toh sejak dahulu kita hidup bertetangga. Pasti dia tahu jika kamu adalah Kasih. Anak art yang bekerja di rumahnya. Kamu jangan terlalu khawatir, Oma Meri berserta Tuan dan Nyonya Hoewar, sangat mendukung mu dan perjodohan ini.Ternyata kedua orang tuanya tidak mengetahui kegundahan hati Kasih yang sesungguhnya.Dia pun hanya tersenyum dan menganggukkan kepala kepada kedua orang tuanya. Pertanda Kasih mengikuti semua keinginan mereka.Pagi pun tiba,Ada yang berbeda saat ini. Kasih yang biasanya berangkat untuk bekerja ke rumah sakit dengan naik sepeda motor matik, miliknya.Namun pagi ini, Nyonya Rara mengharuskan Kasih untuk diantar oleh sopir pribadi Keluarga Hoewar."Ta ... tapi, Nyonya. Aku sudah terbiasa naik motor jika akan ke rumah sakit." ucapnya, kepada sang calon ibu mertua.Mendengar ucapan Kasih. Nyonya Rara menjadi tidak suka. Dia dengan segera menatap tajam ke arah Kasih mengisyaratkan ketidaksukaannya. Apalagi Kasih masih memanggilnya dengan sebutan 'Nyonya'Kasih yang menyadari jika sang calon ibu mertua tidak suka dengan kalimat yang dirinya ucapkan, segera berkata,"Ma ... maafkan aku, Mami. Ba ... baiklah, aku naik mobil saja menuju ke rumah sakit." ucap Kasih, sambil menundukkan kepala.Mendengar jawaban Kasih, wajah Nyonya Rara menjadi berbinar."Nah ... gitu, dong. Kamu ikuti aturan Mami.""I ... iya, Mi." sahut Kasih, menjadi tak enak."Oh, iya. Nanti siang pesawat yang membawa Lovlyta akan tiba di Jakarta. Mungkin dia akan langsung menuju ke rumah sakit.""Oh ya, Mi?" Kasih sangat senang mendengarnya.Dia dan Lovlyta sangat akrab sejak dulu. Bahkan saat mereka sedang berada di bangku sekolah. Kasih sering sekali menjadi guru privat dadakan untuk putri majikannya itu. Akan tetapi soal perasaannya kepada Faith yang Kasih pendam selama bertahun-tahun. Tidak diketahui sedikit pun oleh Lovlyta.Kasih sengaja menutupi semuanya tentang perasaannya kepada Faith. Kasih hanya mengetahui informasi tentang Faith dari cerita-cerita Lovlyta yang selalu kesal kepada kakaknya, karena sering menjahilinya.Namun yang terjadi saat ini, Kasih malah akan dijodohkan dengan Faith. Dia sampai bertanya-tanya di dalam hatinya. Tentang bagaimana reaksi Lovlyta saat tahu jika Kasih malah akan dijodohkan kepada kakaknya.Setelah menempuh perjalanan beberapa saat, akhirnya Kasih sampai juga di rumah sakit."Cie, yang mau OTW menjadi Nyonya Bos! Sudah nggak naik motor lagi ya, sekarang?" goda, Vini kepada Kasih. Sesaat setelah dirinya keluar dari mobil."Astaga, Vini! Kaget, gue!" tukas Kasih, sambil memegangi dadanya."Ha-ha-ha. Maaf-maaf. Habis sih, Lo ngelamun aja. Baru pagi-pagi, juga!" celutuk Vini, lagi.Tak berapa lama dokter Robin yang juga rekan kerja Kasih, ikut bergabung dengan keduanya."Halo, selamat pagi ... Nona-nona cantik!" Sapa Robin kepada keduanya.Namun matanya, tertuju kepada Kasih.Robin menyukai Kasih secara diam-diam selama ini. Rasa cintanya sangat besar kepada gadis itu.Dia berencana untuk mengungkapkan perasannya kepada gadis pujaannya hatinya, itu."Nona-nona cantik? Tapi mata Lo, hanya mengarah kepada Kasih. Dasar gombal!" ketus, Vini."Ha-ha-ha." Robin tertawa renyah."Kasih memang lebih anggun dari Lo, Vin. Lo sih terkesan tomboy banget! Anggun dikit kek, kayak Kasih." celutuk Robin, lagi."Dih ... siapa Elo ngatur-ngatur, gue?" tutur Vini, tak suka dengan omongan rekannya, Robin.Vini, sahabat Kasih. Tak kalah menariknya, memiliki rambut panjang yang tergerai lurus dan wajah oriental yang memukau. Namun itu dulu. Sejak Vini putus cinta dan merasakan pahitnya patah hati. Dia pun merubah penampilannya, dab menjadi terkesan lebih tomboy saat ini. Sepertinya, Vini tidak mau mengenal pria lagi. Dia trauma dengan kisah cintanya yang kandas karena perselingkuhan. Untuk itu dia menutup diri untuk tidak mengenal cinta lagi.Ketiga dokter tersebut saat ini sedang sarapan di kafetaria yang ada di dekat lobi rumah sakit.Dari tadi, Robin mencuri-curi pandang melihat ke arah Kasih. Sepertinya dia sangat terpesona dengannya. Selain memil
Sebagai dokter pribadi Oma Meri yang ditugaskan oleh pihak rumah sakit. Membuat waktu Kasih lebih banyak merawat Oma Meri. Seperti saat ini, Kasih sedang berada di ruang rawatan mewah itu. Sedang menjaga sang Oma yang sedang tidur.Dia pun mengisi waktunya dengan membaca sebuah artikel kesehatan. Sambil menunggu Oma Meri bangun.Lalu tiba-tiba pintu ruangan itu dibuka dari luar. Terlihat seorang gadis berparas cantik dan anggun yang tinggi semampai dengan body proposional layaknya model, bersama dengan sang ibunda. Yang sedang berjalan menuju ke dalam ruang rawatan Oma Meri."Hai, selamat siang. Kamu, Kasih kan?" ucapnya, mencoba mengenali teman masa kecilnya.Kasih sangat kaget. Melihat Lovlyta yang sudah berada di dekatnya. Duduk di sofa lalu menyambutnya dengan sebuah pelukan."Lo ... Lovlyta? Kamu Lovlyta, kan?" tutur Kasih, masih tak percaya. Jika sahabat masa kecilnya itu, telah berada di depannya saat ini."Ya ... ampun, Kasih ... masa kamu gak mengenaliku, sih? protes Lovlyta
"I ... iya, Tu. Maksud saya, iya Daddy." lirihnya, sambil menundukkan kepalanya."Kas, kamu tenang saja. Jika Kak Faith macam-macam ke kamu. Aku nggak akan tinggal diam." ucap, Lovlyta kepada sang calon kakak ipar."Kasih, Oma harapkan kamu bisa menerima sikap Faith. Anak itu dari dulu terlihat sangat pendiam. Dia lebih suka menyendiri dan menghabiskan waktunya membaca buku. Faith kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Makanya Oma memilih mu untuk menjadi pendamping Faith, karena Oma sangat yakin jika kamu mampu menjadi istri yang baik untuknya." jelas Oma Meri, panjang lebar."Benar kata sang Oma, Kas. Mommy juga sangat yakin kamu adalah wanita yang tepat untuk mendampingi Faith." Nyonya Rara, ikut meyakinkan Kasih."I ... iya, Mommy." jawab Kasih, singkat.Dukungan semua anggota Keluarga Hoewar untuknya. Semata-mata tidak membuat kegundahan hatinya sirna juga. Kasih sudah beberapa kali menghalaunya, namun tetap tidak bisa. Dia sedikit takut dengan sikap Faith yang sang
Setelah bertemu dengan dokter Roland. Hati Faith semakin ketar-ketir perihal kesehatan sang Oma.Dia sangat ingat semua pesan dan nasihat dari dokter Roland.Saat ini Faith diikuti oleh Max sedang melangkah menuju ke ruang rawatan Oma Meri.Seorang perawat sedang menuntun mereka menuju ke kamar di mana Oma Meri sedang dirawat."Di sini kamarnya, Tuan Muda. Saya permisi dulu." ucap perawat itu, lalu mulai meninggalkan mereka."Terima kasih, suster." sahut, Max. Sementara Faith segera membuka pintu kamar mewah itu.Oma Meri yang baru saja selesai sarapan disuapin oleh Kasih. Saat ini sedang santai menonton televisi. Sang Oma yang mendengar jika pintu kamarnya dibuka dari luar. Segera berkata,"Kamu kah itu, Kasih? Kok cepat banget kamu tebus obat untuk Oma?" ucap Oma Meri.Sang Oma berpikir jika yang datang kembali ke kamar rawatannya adalah Kasih. Soalnya dokter itu meminta izin kepada Oma Meri untuk mengambil obat di bagian farmasi, rumah sakit itu.Namun alangkah terkejutnya Oma Mer
Faith menjadi terdiam mendengar perkataan Oma Meri yang sangat menusuk itu.Lalu tiba-tiba dari arah luar pintu, Kasih datang dengan membawa obat untuk Oma Meri.Tiba-tiba dokter Kasih sangat kaget saat melihat Oma Meri yang sedang memegang dada kirinya, dan terlihat sedang menahan kesakitan."Oma! Anda kenapa?" ucapnya, panik. Lalu buru-buru berjalan menghampiri Oma Meri dan segera memeriksa sang Oma, dengan menggunakan stetoskop yang menggantung di lehernya.Kasih tidak sempat memperhatikan sekelilingnya. Bahkan kehadiran Faith dan Max di ruangan itu. Tidak menjadi fokusnya.Saat ini Kasih sedang memeriksa Oma Meri dengan sangat teliti. Sang dokter tak lupa juga mengukur tekanan darah Oma Meri dan menghitung detak jantungnya selama satu menit."Oma ... tekanan darah Oma kok bisa naik lagi? Padahal tadi pagi saat Oma bangun, semua hasil pemeriksaan masih normal." tutur Dokter Kasih.Faith yang dari tadi memperhatikan dokter yang sedang memeriksa sang Oma, tiba-tiba menjadi panik saa
"Ma ... maaf, Oma. A-ku ada keperluan lainnya dengan pasien." jawab Kasih, sekenanya."Pasien lain? Bukankah dokter Roland, menugaskan mu hanya merawat Oma, saja?" ucap Oma Meri, menusuk."Eh ... i-ya, Oma. Maksudnya, aku ada perlu sebentar dengan dokter Vini." sahut Kasih, tetap mencari cara agar bisa keluar dari ruang rawatan Oma Meri. Oma Meri tentu saja mengetahui, jika itu hanya akal-akalan Kasih untuk dapat keluar dari kamarnya. Sang Oma tidak tidak akan membiarkan itu terjadi. Oma Meri segera berkata,"Kamu tidak boleh ke luar dari ruangan ini, Kasih. Sebentar lagi, semua orang akan berkumpul di sini." tegas, sang Oma."I ... iya, Oma. Maaf." jawab, Kasih. Lalu, dia pun duduk di sofa sesuai perintah dari Oma Meri.Di sofa itu, Faith juga duduk, tepat di depan Kasih. Dia menatap gadis itu dari ujung kakinya sampai ke area wajahnya. Hal itu sontak membuat Kasih menjadi risih sendiri.Kasih pun mulai mereka-reka dalam hatinya,"Apakah Faith tahu jika kami akan dijodohkan? Kenapa
"Jadi karena semua telah setuju, pernikahan akan dilangsungkan akhir pekan depan." ucap sang Oma, lagi."Apa?" seru Kasih, tak percaya.Lagi-lagi semua mata menatap ke arahnya, mereka seakan kaget dengan respon dari Kasih."Ma ... maaf." ucapnya, terbata."Pak Danu, Bik Sani. Bagaimana pendapat kalian?" tanya Oma Meri, ingin mendengarkan pendapat orang tua Kasih."Kami setuju-setuju saja, Oma Nyonya. Mana yang terbaik, untuk semuanya." jawab Pak Danu, bijak. Yang dibarengi dengan anggukkan sang istri. Pertanda jika dia sependapat dengan suaminya."Bagaimana, Faith?" Oma Meri, kembali bertanya kepada cucunya."Apa pun itu, asalkan kesehatan Oma cepat pulihnya. Saya setuju." jawab Faith, bijak.Mendengar jawaban dari Faith, membuat Kasih yang tadi terus menunduk. Segera menegakkan kepalanya. Dia sungguh tak percaya. Tanpa beban, pria itu menyetujui tanggal pernikahan yang ditetapkan oleh keluarga.Faith juga menatap ke arah Kasih tapi tanpa ekspresi. "Rara, kamu aturlah kapan mereka mu
Sebelum ke luar dari sana, Mommy Rara mengingatkan kepada keduanya untuk segera mencari cincin nikah."Sudah, stop berdebatnya. Faith ... ayo kalian segera mencari cincin pernikahan. Tunggu apa lagi?" tutur, Mommy Rara.Faith hanya mengangguk. Karena dia belum bisa memutuskan kapan mereka akan berangkat. Karena Kasih masih sibuk menenangkan adiknya, Lovlyta."Mommy sama Daddy, pamit dulu. Segeralah kalian berangkat." Sang ibu kembali mengingatkan putranya."Bik Sani, Anda tinggal di sini, ya? Jagain Oma Meri." perintahnya, lagi."Baik, Nyonya." jawab, Bik Sani. Setelah Mommy Rara, rasa semua sudah beres. Sang ibu lalu menyusul suaminya keluar dari ruangan mewah itu.Setelah mengetahui jika sang sahabat sudah mulai tenang. Kasih pun angkat bicara."Oma, saya pamit sebentar mau mengambil tas saya di loker." tutur Kasih, kepada Oma Meri. Namun pandangannya juga mengarah kepada semua orang yang berada di dalam ruangan itu."Lho, Kasih. Kamu sama Tuan Muda Faith, bukannya mau mencari cinci