Share

BAB. 6 Perbincangan Keluarga

"Tapi ... Vin. Hanya aku yang cinta sendiri. Tidak dengannya." lirih Kasih, sedih.

"Hei, kamu jangan bersedih begitu, Kasih. Kamu kan sangat cantik. Kamu bisa menggodanya dengan paras cantikmu. Apalagi, semua orang mendukungmu. Keluarganya pun, sangat mendukung mu, kan?"

"Iya sih, tapi tetap saja. Aku masih ragu. Entah lah, Vin. Apalagi aku tuh, tidak pernah sekali pun ngobrol dengannya. Aku hanya melihatnya dari kejauhan saja." lirihnya, semakin sedih.

Kasih pun semakin larut dalam kesedihannya. Dia tidak tahu harus berbuat apa untuk mengusir kegundahan hatinya.

Malam hari pun tiba, semua anggota keluarga Pak Danu sedang berkumpul di sebuah ruangan di dalam rumah kecil milik majikannya, yang telah mereka tempati sejak dahulu kala.

Bu Sani duduk di samping suaminya. Menunggu anak mereka Kasih yang masih berada di dalam kamar.

Tak berapa lama, Kasih pun keluar dari kamarnya, dan mulai bergabung duduk di sofa sederhana yang ada di ruangan itu.

Lalu sang ayah pun mulai angkat bicara,

"Malam ini Ayah sengaja mengumpulkan kalian. Untuk membicarakan perihal lamaran Keluarga Tuan Hoewar kepada putri kita, Kasih. Sebelumnya Ayah minta maaf karena menerima lamaran itu tanpa menanyakan terlebih dahulu kepadamu, Kasih." ucap sang ayah, sambil melihat ke arah putri satu-satunya, itu.

"Bunda juga minta maaf, karena ikut menyetujui lamaran itu. Tapi menurut Bunda, sudah saatnya keluarga kita membalas semua kebaikan Keluarga Tuan Hoewar, selama ini." tukas Bunda Sani, kepada anaknya.

"Benar kata, Bunda. Apalagi Oma Meri sangat menyayangimu layaknya seperti cucunya sendiri. Sejak kamu kecil, Oma Meri membiayai sekolahmu. Memasukkanmu ke sekolah yang sama dengan cucu kandungnya. Sampai kamu bisa mewujudkan cita-citamu menjadi seorang dokter. Itu semua karena kebaikan Oma Meri." Ayah Danu kembali menjelaskan kebaikan keluarga majikannya, kepada mereka.

Kasih terus saja menunduk sambil mendengarkan semua perkataan kedua orang tuanya, yang semuanya adalah benar.

Hanya saja hatinya masih saja bimbang karena lamaran itu tiba-tiba saja menghampirinya.

"Semua orang juga sudah tahu, bagaimana kondisi Oma Meri saat ini. Kamu selaku seorang dokter pasti lebih tahu, kan? Jadi tidak ada salahnya. Jika kita mewujudkan keinginan Oma Meri, selagi beliau masih sehat dan kuat." tutur Ayah Danu, lagi.

Sepasang suami istri itu, lalu memperhatikan anaknya yang dari tadi menunduk saja. Keduanya saling pandang, mencoba mereka-reka. Ada apa dengan Kasih.

Lalu sang ibu mencoba untuk angkat bicara,

"Kasih, Kamu kenapa menunduk terus? Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" tanya Bunda Sani, kepada putri satu-satunya itu.

"Coba tegakkan kepalamu. Katakan apa yang ada di hatimu?" Kali ini, Ayah Danu yang angkat bicara kepada anak gadisnya, itu.

Kasih lalu menegakkan kepalanya. Matanya yang memerah karena menangis, terlihat jelas kepada kedua orang tuanya.

"Ka-sih, kamu kenapa menangis?" tutur sang ibu, lalu dengan cepat menghampiri putrinya dan mencoba untuk menenangkannya.

"Katakan yang ada di hatimu, Nak. Ayah dan Bunda juga ingin mendengarnya. Tapi Bunda harap kamu juga mempertimbangkan kesehatan Oma Meri saat ini." Bunda Sani kembali mengingatkan putrinya, untuk lebih mengutamakan kesehatan sang Oma.

Setelah lama berdiam diri, akhirnya Kasih pun mulai berkata,

"Ayah, Bunda. A ... aku sama sekali tidak mempermasalahkan tentang perjodohan itu. Hanya saja, aku dan Tuan Muda Faith, belum saling kenal. Sekalipun kami tidak pernah berbicara. Hal itu yang mengganggu pikiranku." jujurnya, kepada kedua orang tuanya.

"Kamu nggak usah khawatir begitu. Seiring berjalannya waktu. Komunikasi diantara kalian pasti akan terjalin. Ayah sangat bersyukur karena kamu juga menerima perjodohan ini." tukas, Ayah Danu.

"Apa yang dikatakan Ayah ada benarnya, Kasih. Gak mungkin Tuan Muda Faith tidak mengenalimu. Toh sejak dahulu kita hidup bertetangga. Pasti dia tahu jika kamu adalah Kasih. Anak art yang bekerja di rumahnya. Kamu jangan terlalu khawatir, Oma Meri berserta Tuan dan Nyonya Hoewar, sangat mendukung mu dan perjodohan ini.

Ternyata kedua orang tuanya tidak mengetahui kegundahan hati Kasih yang sesungguhnya.

Dia pun hanya tersenyum dan menganggukkan kepala kepada kedua orang tuanya. Pertanda Kasih mengikuti semua keinginan mereka.

Pagi pun tiba,

Ada yang berbeda saat ini. Kasih yang biasanya berangkat untuk bekerja ke rumah sakit dengan naik sepeda motor matik, miliknya.

Namun pagi ini, Nyonya Rara mengharuskan Kasih untuk diantar oleh sopir pribadi Keluarga Hoewar.

"Ta ... tapi, Nyonya. Aku sudah terbiasa naik motor jika akan ke rumah sakit." ucapnya, kepada sang calon ibu mertua.

Mendengar ucapan Kasih. Nyonya Rara menjadi tidak suka. Dia dengan segera menatap tajam ke arah Kasih mengisyaratkan ketidaksukaannya. Apalagi Kasih masih memanggilnya dengan sebutan 'Nyonya'

Kasih yang menyadari jika sang calon ibu mertua tidak suka dengan kalimat yang dirinya ucapkan, segera berkata,

"Ma ... maafkan aku, Mami. Ba ... baiklah, aku naik mobil saja menuju ke rumah sakit." ucap Kasih, sambil menundukkan kepala.

Mendengar jawaban Kasih, wajah Nyonya Rara menjadi berbinar.

"Nah ... gitu, dong. Kamu ikuti aturan Mami."

"I ... iya, Mi." sahut Kasih, menjadi tak enak.

"Oh, iya. Nanti siang pesawat yang membawa Lovlyta akan tiba di Jakarta. Mungkin dia akan langsung menuju ke rumah sakit."

"Oh ya, Mi?" Kasih sangat senang mendengarnya.

Dia dan Lovlyta sangat akrab sejak dulu. Bahkan saat mereka sedang berada di bangku sekolah. Kasih sering sekali menjadi guru privat dadakan untuk putri majikannya itu. Akan tetapi soal perasaannya kepada Faith yang Kasih pendam selama bertahun-tahun. Tidak diketahui sedikit pun oleh Lovlyta.

Kasih sengaja menutupi semuanya tentang perasaannya kepada Faith. Kasih hanya mengetahui informasi tentang Faith dari cerita-cerita Lovlyta yang selalu kesal kepada kakaknya, karena sering menjahilinya.

Namun yang terjadi saat ini, Kasih malah akan dijodohkan dengan Faith. Dia sampai bertanya-tanya di dalam hatinya. Tentang bagaimana reaksi Lovlyta saat tahu jika Kasih malah akan dijodohkan kepada kakaknya.

Setelah menempuh perjalanan beberapa saat, akhirnya Kasih sampai juga di rumah sakit.

"Cie, yang mau OTW menjadi Nyonya Bos! Sudah nggak naik motor lagi ya, sekarang?" goda, Vini kepada Kasih. Sesaat setelah dirinya keluar dari mobil.

"Astaga, Vini! Kaget, gue!" tukas Kasih, sambil memegangi dadanya.

"Ha-ha-ha. Maaf-maaf. Habis sih, Lo ngelamun aja. Baru pagi-pagi, juga!" celutuk Vini, lagi.

Tak berapa lama dokter Robin yang juga rekan kerja Kasih, ikut bergabung dengan keduanya.

"Halo, selamat pagi ... Nona-nona cantik!" Sapa Robin kepada keduanya.

Namun matanya, tertuju kepada Kasih.

Robin menyukai Kasih secara diam-diam selama ini. Rasa cintanya sangat besar kepada gadis itu.

Dia berencana untuk mengungkapkan perasannya kepada gadis pujaannya hatinya, itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status