Namun belum sempat Bik Sani menjelaskan jika dokter cantik itu adalah anaknya, Oma Meri malah berkata,
"Kasih ... cucu Oma yang cantik. Kamu sudah datang, Sayang?""Apa? Kasih?" tukas, Tuan dan Nyonya Hoewar secara serentak."Sini, Sayang. Kamu ke Oma. Sekalian bawa bekal makan siang itu. Sudah waktunya kamu menyuapi Oma. Oma sudah sangat kelaparan, saat ini." uucap Oma Meri senang, melihat Kasih yang telah datang di ruang rawatannya. "I ... iya, Oma." Lalu Kasih pun mengambil bekal makan siang dari ibunya. Lalu membawanya lebih dekat ke samping Oma Meri.Dengan telaten Kasih mempersiapkan makan siang untuk Oma Meri. Tuan dan Nyonya Hoewar tak henti-hentinya terus memandang ke arah Kasih. Sepertinya kedua orang tua itu terkagum-kagum kepada Kasih yang dengan sabar melayani setiap tingkah aneh dari Oma Meri.Bahkan Kasih dengan cepatnya, mampu merayu Oma Meri agar tidak memilih-milih makanan saat sakit.Lalu karena sangat penasaran, Nyonya Rara pun bertanya kepada Bik Sani."Bik, apakah benar itu Kasih, putrimu?""I ... iya, Nyonya." jawab Bik Sani, takut jika Nyonya Rara marah karena Kasih terlihat akrab dengan Oma Meri.Bahkan wanita tua kaya raya itu, menyebut Kasih sebagai cucunya."Putri mu sangat cantik, Bik." puji, Nyonya Rara."Te ... terima kasih, Nyonya." sahut, Bik Sani.Nyonya Rara sangat kaget. Karena Kasih, anak dari ART kepercayaan Keluarga Hoewar yang telah berubah menjadi gadis dewasa dan memiliki paras yang sangat anggun dan menawan.Terakhir kali dirinya melihat Kasih. Saat anak itu masih duduk di bangku SMA. Padahal Keluarga Pak Danu tinggal di paviliun yang berada di samping Rumah utama Keluarga Hoewar. Nyonya Rara juga baru menyadari betapa sibuknya dia selama ini. Sampai-sampai, orang-orang yang berada di sekitarnya tidak dirinya ketahui perkembangannya.Buktinya Kasih yang dulunya masih kecil. Kini telah menjelma menjadi gadis dengan paras yang sangat cantik."Rara, Heru. Kenapa dari tadi kalian melihat ke arah Kasih sampai segitunya?" selidik, Oma Meri."Jujur kami kaget, Oma. Kasih sudah menjadi wanita dewasa saat ini." tukas, Nyonya Rara."Yap. Benar apa yang dikatakan oleh Rara. Dulu Kasih masih anak kecil. Sekarang sudah dewasa, ya?" sergah, Tuan Heru."Jadi kalian berdua tidak mengenali Kasih?" tanya sang oma."Tidak, Oma." jawab kedua orang tua itu, secara bersamaan."Nah inilah akibat karena kalian terlalu sibuk dengan pekerjaan. Sampai-sampai orang di sekitar kalian.Kalian tidak tahu perkembangannya." ketus, sang Oma."Ya maaf, Oma. Namanya juga mengurus perusahaan, ya ... pasti sibuklah." tutur Tuan Heru, membela diri."Oma ... setelah makan. Oma minum obat, ya?" seru Kasih, kepada Oma Meri."Iya, Kasih. Oma akan menuruti semuanya asalkan kamu tetap berada di samping Oma dan terus menjaga Oma.""Aku pasti akan selalu berada di samping Oma, kok." sahut, Kasih."Kasih, kamu sudah dewasa, ya? Dulu terakhir melihatmu saat kamu masih duduk di bangku sekolah." tutur Nyonya Rara, masih terkagum-kagum kepada Kasih."I ... iya, Nyonya. Te-rima kasih." Entah kenapa, sejak dulu. Kasih sangat segan dengan Nyonya Rara. Dia takut sang nyonya memarahinya, karena sangat akrab dengan Oma Meri.Padahal pada kenyataannya, Nyonya Rara sama sekali tidak membenci Kasih. Malah sebaliknya. Sang nyonya sangat kagum kepada Kasih. Selain berparas cantik, Kasih juga sangat cerdas. Buktinya dia dapat menyelesaikan kuliahnya tepat waktu dan meraih gelar dokter seperti saat ini.Bahkan Nyonya Rara, menginginkan Kasih menjadi menantunya. Namun hal itu, hanya dirinya simpan di dalam hatinya. Karena dia tahu, tidak mungkin anggota Keluarga Hoewar mau menerima Kasih. Karena status sosial mereka yang sangat jauh. Kasih hanyalah anak dari seorang art yang bertahun-tahun hidup berdampingan dengan Keluarga Hoewar.Namun Nyonya Rara berharap sebuah keajaiban akan terjadi. Sehingga Kasih bisa menjadi menantunya. Yang dapat mendampingi putranya, Faith yang terkesan sangat dingin dengan perempuan. Sejak Faith remaja bahkan sampai umurnya genap dua puluh delapan tahun, saat ini. Tak pernah sekali pun Faith dekat dengan seorang wanita. Hal itu menjadi kekhawatiran tersendiri dalam hati Nyonya Rara sebagai ibu kandung, Faith. Untuk itu dia berpikir jika Kasih sangat cocok untuk mendampingi putranya. Karena memiliki sifat yang sangat sabar. Bahkan Oma Meri yang sangat rewel pun dapat ditaklukkan olehnya."Baiklah, karena semua sudah berkumpul. Saya ingin menyampaikan sesuatu." Tiba-tiba saja Oma Meri yang baru selesai minum obat dibantu oleh Kasih. Mulai angkat bicara."Kasih mendekatlah ke sini." Tutur Oma Meri, karena melihat Kasih yang mulai menjauh dari Oma Meri."I ... iya, Oma." ucapnya, gugup lalu mulai mendekat kepada sang Oma.Sesampainya di dekat Oma Meri. Wanita tua rentah itu, segera menggenggam erat tangan Kasih. "Kamu jangan ke mana-mana, Kasih. Jangan mencoba menjauh dari Oma, karena Oma akan berbicara sesuatu yang berhubungan denganmu." tutur Oma Meri, lembut."I ... iya, Oma. Maaf." ucapnya, gugup. Kasih sama sekali tidak tahu apa yang akan disampaikan sang oma kepada semua orang di ruangan itu. "Saya ingin menyampaikan jika Kasih adalah calon menantu satu-satunya Keluarga Hoewar. Saya akan menjodohkannya dengan Faith. Pernikahan akan dilaksanakan secepatnya. Apakah ada yang keberatan dengan keputusan saya, ini?" tutur Oma Meri, sambil menatap satu per satu wajah orang-orang yang ada di ruangan itu.Sementara Kasih, begitu sangat kaget dengan perkataan Oma Meri. Tangannya seketika merasa dingin. Dia seperti orang yang sangat syok. Pria yang selama ini diam-diam dirinya, cintai sejak kecil. Malah akan menjadi calon suaminya. Bahkan untuk menatap wajah pria itu, dia tidak sanggup. Apalagi akan menjadi istrinya.Hal ini terlalu tiba-tiba baginya. Kasih tentu saja kurang setuju dengan ucapan Oma Meri."O ... Oma, sa ... saya ...." lirih, Kasih.Namun belum sempat Kasih selesai berbicara. Nyonya Rara segera angkat bicara."Saya sangat setuju dengan keputusan Oma Meri. Kasih memang yang paling cocok, untuk mendampingi Faith. Kasih ... saya mendukungmu! Daddy bagaimana menurutmu?" tukas sang nyonya, sambil menatap penuh rasa sayang kepada Kasih."Ta ... tapi, Nyonya ...." Kasih terus saja ingin mencoba menolak perjodohan itu.Namun perkataan Tuan Heru, malah membuatnya semakin tak berdaya, "Daddy juga setuju. Faith orangnya sangat kaku dan dingin. Sangat cocok didampingi oleh Kasih yang terlihat ceria dan bersahabat." serunya, ikut mendukung keputusan sang oma dan istrinya.Apalagi mengingat kondisi Oma Meri yang sedang sakit parah. Semakin membuat Tuan Heru menjadi tidak tega kepada ibu kandungnya itu."Bagaimana pendapatmu Danu? Apakah Anda setuju dengan perjodohan ini?" tanya Tuan Heru, kepada asistennya.Pak Danu yang ditanya mengenai pertanyaan menohok itu. Sejenak terdiam. Dia bingung akan menjawab apa. Semuanya serba tiba-tiba.Pak Danu belum sempat berdiskusi dengan istrinya. Apalagi yang menjadi calon suami putrinya, adalah anak majikan yang paling dirinya segani. Terlebih lagi Pak Danu juga belum sempat berbicara dengan anaknya, dokter Kasih. Mengenai perjodohan ini.Akan tetapi dilain sisi, Pak Danu berada di dalam ruang rawatan Oma Meri. Saat dokter Roland menjelaskan perjalanan penyakit sang oma. Yang membuat dirinya semakin dilema.Namun Keluarga Pak Danu bukanlah kacang yang lupa pada kulitnya. Dia sadar betul begitu banyak bantuan yang diberikan oleh keluarga majikannya, kepada mereka. Terlebih pada sekolah putrinya, Kasih. Dengan cuma-cuma Oma Meri membayar semua biaya sekolah Kasih sejak dirinya kecil, sampai dia menyandang gelar sarjana pada jurusan kedokteran.Pak Danu berpikir sudah waktunya keluarganya, membalas kebaikan majikan selama ini kepada mereka."Sa-ya meny
"Tapi ... Vin. Hanya aku yang cinta sendiri. Tidak dengannya." lirih Kasih, sedih."Hei, kamu jangan bersedih begitu, Kasih. Kamu kan sangat cantik. Kamu bisa menggodanya dengan paras cantikmu. Apalagi, semua orang mendukungmu. Keluarganya pun, sangat mendukung mu, kan?""Iya sih, tapi tetap saja. Aku masih ragu. Entah lah, Vin. Apalagi aku tuh, tidak pernah sekali pun ngobrol dengannya. Aku hanya melihatnya dari kejauhan saja." lirihnya, semakin sedih.Kasih pun semakin larut dalam kesedihannya. Dia tidak tahu harus berbuat apa untuk mengusir kegundahan hatinya.Malam hari pun tiba, semua anggota keluarga Pak Danu sedang berkumpul di sebuah ruangan di dalam rumah kecil milik majikannya, yang telah mereka tempati sejak dahulu kala.Bu Sani duduk di samping suaminya. Menunggu anak mereka Kasih yang masih berada di dalam kamar.Tak berapa lama, Kasih pun keluar dari kamarnya, dan mulai bergabung duduk di sofa sederhana yang ada di ruangan itu.Lalu sang ayah pun mulai angkat bicara,"Ma
"Nona-nona cantik? Tapi mata Lo, hanya mengarah kepada Kasih. Dasar gombal!" ketus, Vini."Ha-ha-ha." Robin tertawa renyah."Kasih memang lebih anggun dari Lo, Vin. Lo sih terkesan tomboy banget! Anggun dikit kek, kayak Kasih." celutuk Robin, lagi."Dih ... siapa Elo ngatur-ngatur, gue?" tutur Vini, tak suka dengan omongan rekannya, Robin.Vini, sahabat Kasih. Tak kalah menariknya, memiliki rambut panjang yang tergerai lurus dan wajah oriental yang memukau. Namun itu dulu. Sejak Vini putus cinta dan merasakan pahitnya patah hati. Dia pun merubah penampilannya, dab menjadi terkesan lebih tomboy saat ini. Sepertinya, Vini tidak mau mengenal pria lagi. Dia trauma dengan kisah cintanya yang kandas karena perselingkuhan. Untuk itu dia menutup diri untuk tidak mengenal cinta lagi.Ketiga dokter tersebut saat ini sedang sarapan di kafetaria yang ada di dekat lobi rumah sakit.Dari tadi, Robin mencuri-curi pandang melihat ke arah Kasih. Sepertinya dia sangat terpesona dengannya. Selain memil
Sebagai dokter pribadi Oma Meri yang ditugaskan oleh pihak rumah sakit. Membuat waktu Kasih lebih banyak merawat Oma Meri. Seperti saat ini, Kasih sedang berada di ruang rawatan mewah itu. Sedang menjaga sang Oma yang sedang tidur.Dia pun mengisi waktunya dengan membaca sebuah artikel kesehatan. Sambil menunggu Oma Meri bangun.Lalu tiba-tiba pintu ruangan itu dibuka dari luar. Terlihat seorang gadis berparas cantik dan anggun yang tinggi semampai dengan body proposional layaknya model, bersama dengan sang ibunda. Yang sedang berjalan menuju ke dalam ruang rawatan Oma Meri."Hai, selamat siang. Kamu, Kasih kan?" ucapnya, mencoba mengenali teman masa kecilnya.Kasih sangat kaget. Melihat Lovlyta yang sudah berada di dekatnya. Duduk di sofa lalu menyambutnya dengan sebuah pelukan."Lo ... Lovlyta? Kamu Lovlyta, kan?" tutur Kasih, masih tak percaya. Jika sahabat masa kecilnya itu, telah berada di depannya saat ini."Ya ... ampun, Kasih ... masa kamu gak mengenaliku, sih? protes Lovlyta
"I ... iya, Tu. Maksud saya, iya Daddy." lirihnya, sambil menundukkan kepalanya."Kas, kamu tenang saja. Jika Kak Faith macam-macam ke kamu. Aku nggak akan tinggal diam." ucap, Lovlyta kepada sang calon kakak ipar."Kasih, Oma harapkan kamu bisa menerima sikap Faith. Anak itu dari dulu terlihat sangat pendiam. Dia lebih suka menyendiri dan menghabiskan waktunya membaca buku. Faith kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Makanya Oma memilih mu untuk menjadi pendamping Faith, karena Oma sangat yakin jika kamu mampu menjadi istri yang baik untuknya." jelas Oma Meri, panjang lebar."Benar kata sang Oma, Kas. Mommy juga sangat yakin kamu adalah wanita yang tepat untuk mendampingi Faith." Nyonya Rara, ikut meyakinkan Kasih."I ... iya, Mommy." jawab Kasih, singkat.Dukungan semua anggota Keluarga Hoewar untuknya. Semata-mata tidak membuat kegundahan hatinya sirna juga. Kasih sudah beberapa kali menghalaunya, namun tetap tidak bisa. Dia sedikit takut dengan sikap Faith yang sang
Setelah bertemu dengan dokter Roland. Hati Faith semakin ketar-ketir perihal kesehatan sang Oma.Dia sangat ingat semua pesan dan nasihat dari dokter Roland.Saat ini Faith diikuti oleh Max sedang melangkah menuju ke ruang rawatan Oma Meri.Seorang perawat sedang menuntun mereka menuju ke kamar di mana Oma Meri sedang dirawat."Di sini kamarnya, Tuan Muda. Saya permisi dulu." ucap perawat itu, lalu mulai meninggalkan mereka."Terima kasih, suster." sahut, Max. Sementara Faith segera membuka pintu kamar mewah itu.Oma Meri yang baru saja selesai sarapan disuapin oleh Kasih. Saat ini sedang santai menonton televisi. Sang Oma yang mendengar jika pintu kamarnya dibuka dari luar. Segera berkata,"Kamu kah itu, Kasih? Kok cepat banget kamu tebus obat untuk Oma?" ucap Oma Meri.Sang Oma berpikir jika yang datang kembali ke kamar rawatannya adalah Kasih. Soalnya dokter itu meminta izin kepada Oma Meri untuk mengambil obat di bagian farmasi, rumah sakit itu.Namun alangkah terkejutnya Oma Mer
Faith menjadi terdiam mendengar perkataan Oma Meri yang sangat menusuk itu.Lalu tiba-tiba dari arah luar pintu, Kasih datang dengan membawa obat untuk Oma Meri.Tiba-tiba dokter Kasih sangat kaget saat melihat Oma Meri yang sedang memegang dada kirinya, dan terlihat sedang menahan kesakitan."Oma! Anda kenapa?" ucapnya, panik. Lalu buru-buru berjalan menghampiri Oma Meri dan segera memeriksa sang Oma, dengan menggunakan stetoskop yang menggantung di lehernya.Kasih tidak sempat memperhatikan sekelilingnya. Bahkan kehadiran Faith dan Max di ruangan itu. Tidak menjadi fokusnya.Saat ini Kasih sedang memeriksa Oma Meri dengan sangat teliti. Sang dokter tak lupa juga mengukur tekanan darah Oma Meri dan menghitung detak jantungnya selama satu menit."Oma ... tekanan darah Oma kok bisa naik lagi? Padahal tadi pagi saat Oma bangun, semua hasil pemeriksaan masih normal." tutur Dokter Kasih.Faith yang dari tadi memperhatikan dokter yang sedang memeriksa sang Oma, tiba-tiba menjadi panik saa
"Ma ... maaf, Oma. A-ku ada keperluan lainnya dengan pasien." jawab Kasih, sekenanya."Pasien lain? Bukankah dokter Roland, menugaskan mu hanya merawat Oma, saja?" ucap Oma Meri, menusuk."Eh ... i-ya, Oma. Maksudnya, aku ada perlu sebentar dengan dokter Vini." sahut Kasih, tetap mencari cara agar bisa keluar dari ruang rawatan Oma Meri. Oma Meri tentu saja mengetahui, jika itu hanya akal-akalan Kasih untuk dapat keluar dari kamarnya. Sang Oma tidak tidak akan membiarkan itu terjadi. Oma Meri segera berkata,"Kamu tidak boleh ke luar dari ruangan ini, Kasih. Sebentar lagi, semua orang akan berkumpul di sini." tegas, sang Oma."I ... iya, Oma. Maaf." jawab, Kasih. Lalu, dia pun duduk di sofa sesuai perintah dari Oma Meri.Di sofa itu, Faith juga duduk, tepat di depan Kasih. Dia menatap gadis itu dari ujung kakinya sampai ke area wajahnya. Hal itu sontak membuat Kasih menjadi risih sendiri.Kasih pun mulai mereka-reka dalam hatinya,"Apakah Faith tahu jika kami akan dijodohkan? Kenapa