Share

BAB. 3 Terpesona Melihat Kasih

Wajah khawatir mulai muncul dari raut muka Tuan Heru. Dia juga ikut melihat ke arah ranjang berada. Di mana sang ibunda sedang tidur. Dengan lengan yang dipasangi infus, dan beberapa alat kesehatan lainnya.

Tiba-tiba timbul rasa belas kasih di hatinya. Tuan Heru tidak mau terjadi sesuatu kepada orang tuanya satu-satunya, itu.

Bahkan Tuan Heru tak kuasa menahan air matanya. Yang tiba-tiba saja keluar membasahi pipinya. Dia baru saja memikirkan bagaimana jika seandainya sesuatu yang tak diinginkan, terjadi kepada sang ibunda.

Tentu saja Tuan Heru tidak mau jika semua itu kan terjadi di dalam dunia nyata. Pasti dia akan menyalahkan dirinya sendiri. Jika terjadi sesuatu kepada sang ibunda.

Lalu dengan cepat, Tuan Heru berkata,

"Dokter, tolong cepat katakan. Apa yang harus kami lakukan saat ini kepada Oma Meri?"

Dokter Roland terlihat menghela napasnya panjang. Lalu berkata lagi,

"Untuk meringankan beban Oma Meri. Ada baiknya, Tuan dan Nyonya menuruti setiap keinginan darinya. Beberapa hari belakangan ini, setiap saya memeriksa beliau, Oma Meri selalu mengungkapkan kerinduannya kepada Tuan muda Faith dan Nona Lovlyta. Menurut saya, tak ada salahnya jika keinginan itu segera diwujudkan." ucap dokter Roland kepada keduanya.

"Daddy dengar sendiri kan, perkataan dokter Roland tadi? Tolong deh, Daddy jangan berkeras hati lagi!" seru Nyonya Rara kepada suaminya. Sesaat setelah para tim dokter itu, baru saja keluar dari ruang rawatan Oma Meri.

"Iya, Mommy. Sekarang Daddy setuju, kok. Faith dan Lovlyta harus segera kembali ke Indonesia. Apa pun yang terjadi!" tegas Tuan Heru.

Dia pun segera memerintahkan orang kepercayaannya, untuk mengurus kepulangan kedua putra dan putrinya, itu.

"Pak Danu!" panggilnya, kepada sang asisten, yang dari tadi berdiri di sudut ruangan itu.

"Siap, Tuan."

"Segeralah urus kepulangan Faith dan Lovlyta, secepatnya. Mereka harus telah berada di Jakarta, paling lama, Minggu depan." perintah Tuan Heru.

Lalu Pak Danu mulai duduk di sofa dan mengutak-atik laptopnya. Untuk mengurus semua yang diperintahkan oleh sang atasan.

Bunda Meri yang pura-pura tidur, tersenyum penuh misteri saat ini, akhirnya ... rencananya berhasil.

Sehari sebelumnya, di dalam ruang rawatan Oma Meri,

"Oma Meri, bagaimana saya bisa menyampaikan sesuatu yang buruk kepada anggota keluarga Hoewar." ucap dokter Roland. Ragu-ragu untuk menjalankan keinginan wanita kaya raya, itu.

"Ayolah, dokter Roland. Anda pasti bisa. Saya mendukung Anda secara penuh. Anggap saja ini adalah lelucon dari saya, saat ini." Oma Meri tetap ngotot. Meminta dokter Roland, untuk menuruti kemauannya.

"Tapi, Oma. Saya ini seorang dokter. Bagaimana saya bisa menyampaikan sesuatu yang tidak benar mengenai kesehatan Anda?" Dokter Roland, masih dalam dilema dengan permintaan Oma Meri.

"Dokter Roland, umur saya dari tahun ke tahun sudah semakin tua. Akan tetapi seluruh anggota Keluarga Hoewar, satu orang pun tidak pernah ada yang peduli dengan keberadaan saya. Mereka hanya menganggap saya ini sebagai boneka hidup. Hanya sebagai sumber aset pribadi mereka saja. Untuk semakin memperkaya diri sendiri. Sekalipun mereka tidak mempedulikan saya. Apakah salah, jika saya meminta perhatian dari mereka. Walaupun hanya sebentar saja?" Oma Meri mengatakan semua isi hatinya itu, sambil menangis.

Dimomen itulah, dokter Roland menjadi iba melihatnya. Dia pun mulai menimbang-nimbang untuk menuruti permintaan Oma Meri.

"Mungkin dokter tahu sendiri. Hanya dokter Kasih dan keluarganya yang peduli dengan saya. Padahal mereka tidak memiliki hubungan darah sedikit pun dengan saya. Mereka hanyalah keluarga pekerja di Kediaman Hoewar. Tapi Anda bisa melihat sendiri. Bagaimana keluarga itu merawat saya." Oma Meri kembali menangis, meratapi nasibnya.

Semakin jatuhlah belas kasihan dokter Roland kepada Oma Meri. Dia bisa merasakan bagaimana sepinya hidup Oma Meri selama ini. Bergelimang harta dan aset pribadi di mana-mana. Namun haus akan kasih sayang.

"Saya juga ingin menjodohkan Faith dan dokter Kasih. Sepertinya sudah waktunya mereka berdua untuk menikah. Dokter Kasih semakin cantik. Pasti banyak para pria diluar sana yang ingin memilikinya. Saya tidak mau kecolongan, dokter Roland! Sejak dirinya masih kecil, saya sudah sangat menyukai dokter Kasih, dan setelah dia dewasa, saya ingin menjodohkannya dengan cucu saya, Faith. Apakah keinginan saya itu, salah? Saya hanya ingin melihat cicit saya, dari mereka berdua." Oma Meri, semakin bersedih hati.

Sang oma merasa hidupnya tidak ada gunanya, karena satu pun keluarganya tidak ada yang mengerti akan dirinya.

Dokter Roland pun menghela napasnya panjang, lalu berkata kepada Oma Meri,

"Baiklah, Oma. Saya akan mencoba untuk membantu Oma. Oma mau saya mengatakan apa?" tanya dokter Roland, kepada Oma Meri.

Seketika saja, wajah Oma Meri yang tadinya sangat kusut dan penuh air mata. Tiba-tiba saja berubah menjadi berbinar dan penuh suka cita.

Dengan semangat empat lima, Oma Meri mulai menjabarkan hal-hal apa saja yang akan disampaikan oleh dokter Roland kepada anggota keluarga Hoewar.

Demikianlah sandiwara yang langsung disutradarai dan dilakoni sendiri oleh Oma Meri. Untuk menarik perhatian anggota keluarganya.

Kembali di ruang rawatan,

Pintu ruang rawatan itu diketuk dari luar. Tak berapa lama pintu pun dibuka, terlihat dokter Kasih dan ibunya, Bunda Sani, mulai memasuki ruang rawatan Oma Meri.

"Se ... selamat, siang Tuan, Nyonya." sapa dokter Kasih, kepada Tuan dan Nyonya Hoewar. Kasih juga tak lupa tersenyum kepada ayahnya. Sambil sedikit menundukkan kepalanya, memberi hormat kepada sang ayah.

Tak lupa juga, Bu Sani ikut menyapa kedua majikannya. Dia melihat jika suaminya, Pak Danu juga ada di dalam ruangan itu.

"Selamat siang, Tuan dan Nyonya. Saya datang ke sini untuk membawa bekal makan siang untuk Nyonya Oma." tutur Bu Sani, kepada majikannya.

"Letakkan saja di atas meja, Bik." jawab Nyonya Rara.

Dari tadi pandangannya tak pernah lepas dari gadis berparas cantik yang memakai seragam dokter. Yang ikut masuk ke dalam ruang rawatan Oma Meri.

Dokter Kasih yang ditatap terus oleh Nyonya Rara menjadi sangat gugup. Dia pun terlihat menundukkan kepalanya saat ini.

Tuan Heru juga ikut terpesona kepada Kasih. Dia sampai bergumam jika dokter cantik ini. Sangat cocok dengan putranya, Faith.

Kasih semakin gugup karenanya. Apalagi Tuan Heru ikut menatapnya tak berkedip saat ini.

Oma Meri yang baru saja bangun. Seakan tercengang melihat menantu dan putranya yang dari tadi menatap ke arah Kasih dan tak berkedip sama sekali.

Oma Meri menjadi semakin yakin untuk menjodohkan cucunya dengan Kasih. Saat melihat keduanya menatap ke arah Kasih begitu dalam.

Lalu tiba-tiba Nyonya Rara berkata kepada Bik Sani,

"Bik, dokter cantik yang berada di samping mu ini, siapa?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status