Share

KARANGAN BUNGA UNTUK PELAKOR
KARANGAN BUNGA UNTUK PELAKOR
Author: Izz Rustya

MENGIRIM KARANGAN BUNGA KE KAMPUS

SELAMAT WISUDA ANITA SANJAYA, ATAS KEBERHASILANNYA MEREBUT SUAMI ORANG.

PERCUMA SEKOLAH TINGGI, KALAU UJUNGNYA CUMA DAPAT GELAR PELAKOR.

TTD Istri sah pacarmu!

***

[ Ini Suami kamu kan?! ]

Delin mengirimkan sebuah foto yang memperlihatkan suamiku sedang merangkul seorang wanita berpakaian seksi di Mall.

Baju crop top warna krem, dipadukan dengan celana jeans pendek warna biru muda. Rambutnya panjang berwarna pirang. Itu jelas suamiku. Foto yang diambil itu terlihat sangat epic, di mana suamiku sedang menoleh ke arah wanitanya sambil tersenyum semringah. Pria itu terlihat sangat bahagia. Wajahnya cerah, berbeda 180 derajat ketika ada di rumah. Jangankan tersenyum lebar seperti di foto ini, bahkan sikapnya sangat dingin padaku. kalau meminta jatah saja dia memperlakukanku dengan acuh tak acuh, layaknya aku ini sebuah patung yang tak memiliki perasaan.

Dadaku bergemuruh penuh emosi.

"Mas Romi?!" Tanganku mengepal kuat.

Mataku memanas, otakku terasa mendidih melihatnya. Bagaimana tidak! Barusan dia bilang padaku tak bisa mengantar ke rumah sakit karena ada meeting penting. Tapi dia sempat untuk pergi belanja dengan seorang perempuan. Aku tahu itu karena di tangan kiri dan kanan, wanita itu memegang barang belanjaan. Beberapa papper bag bahkan dari merk ternama yang sudah dapat dipastikan harganya sangat fantastis.

[ Dari mana kamu dapat kan foto ini? ] balasku.

[Tidak penting kamu tahu aku mendapatkannya dari mana, yang harus kamu tahu adalah, suamimu sudah berselingkuh di belakangmu selama ini.

Apa kamu akan diam saja setelah dibodohi selama ini?!

Lihat! dia senang-senang di belakangmu, bahkan dia tak peduli dengan keadaan anaknya, meski sedang dirawat di rumah sakit! ] Ucapannya memang menyakitkan, tapi itu memang sebuah kenyataan.

Dadaku kembang kempis menahan amarah. Saat ini aku sedang menemani anaknya yang dirawat di rumah sakit, tapi dia malah senang-senang dengan wanita lain. Teganya kamu, Mas! Aku remas baju ini dengan kuat, karena tak tahu lagi harus melampiaskan dengan cara apa. saat ini, dikondisi seperti ini. Air mataku luruh berjatuhan. foto itu seolah sudah menempel di mataku dan tak bisa menghilang.

Tak sabar dengan pesan teks, aku lantas menelpon temanku itu.

Tanganku sampai gemetar saat menghubunginya. Tidak, Mitha, kamu harus kuat. Kamu gak boleh lemah. Kamu gak boleh cengeng!

Aku mencecar Delin saat wanita itu mengangkat panggilanku.

"Siapa dia?!" tanyaku to the point.

"Dia seorang mahasiswi di sebuah perguruan tinggi.

Dan, sebentar lagi akan wisuda," sahutnya di sebrang sana.

"Terima kasih informasinya, aku hargai kebaikan kamu."

Setelah mengucapkan kata-kata itu, aku menutup panggilan. Rasanya aku belum sanggup terlalu banyak berbicara. Aku masih sangat syok.

Delin, dia adalah sepupuku sekaligus teman gadis itu. Dia tak sengaja melihat kedua bajingan itu.

Akhirnya kami memutuskan untuk bertemu di kantin rumah sakit demi membahas pelakor itu. Aku tak terima diselingkuhi seperti ini.

Selagi Aura tidur, aku minta pada Bik Asih untuk menjaganya. Sementara aku akan menemui Delin.

"Bik, titip Aura sebentar ya, saya mau beli kopi dulu," ucapku.

"Baik, Nyonya," sahut wanita yang telah setia mengabdi pada keluargaku selama berpuluh-puluh tahun itu.

Kaki ini melangkah dengan gontai keluar ruangan. Rasanya, aku masih tak percaya, kalau pernikahan kami akan dirusak oleh orang ketiga. selama ini aku selalu percaya pada Mas Romi. tapi, apa yang dia lakukan di belakangku. Dia sudah menodai pernikahan ini.

Aku duduk di pojok dengan pikiran mengawang. Kilasan pertemuan kami yang singkat lantas menjadi sorotan. Hanya dalam kurun waktu dua bulan. Pria itu melamarku.

Kuakui, dia memang tampan dan berkharisma. Pahatan wajahnya yang sempurna, akan membuat siapapun tergila-gila. Namun, bukan itu alasan utama yang membuatku terpesona, tapi karena ia sangat rajin dalam beribadah. Dia adalah sosok pria idaman bagi para wanita. Dan Dan aku berharap, ia akan menjadi imam yang baik baik dalam keluarga. tapi nyatanya, aku sudah salah besar dalam menilainya.

Padahal, aku mencintainya tanpa pamrih. Cintaku tulus tanpa melihat status sosialnya. Dan Ayah pun tidak keberatan saat tahu pria yang aku cintai hanyalah seorang staff karyawan di kantornya. hingga akhirnya kami resmi menikah. bahkan biaya pernikahan itu, Ayah yang menanggung sepenuhnya.

Dulu, Mas Romi hanya seorang karyawan biasa, sampai akhirnya Almarhum Ayah mengangkat ia menjadi direktur untuk menggantikannya. seharusnya aku, tapi Ayah melarangku menjadi wanita karir.

Ayah percayakan segala urusan perusahaan pada pria itu, agar aku bisa fokus menjaga Aura. Anak kami yang saat ini berusia lima tahun. Namun, aku tak menyangka kepercayaan itu telah disia-siakan. Mas Romi seperti kacang yang lupa pada kulitnya. Dia pasti sudah tak ingat, darimana ia berasal. Haruskah aku kembali menendangnya dan menjadikannya tikus got di jalanan?

Aku sungguh tak habis pikir.

Sebaik-baiknya manusia, memang jadi lupa diri kalau sudah berurusan dengan uang. Padahal, itu bukan milik pribadinya. Itu adalah milikku. Dia hanya diberi kepercayaan oleh Ayah untuk mengelolanya.

"Mitha!

Hei, Mbak Mitha?!"

Aku terkejut saat Delin memegang pundakku.

"Delin! kamu bikin, Mbak kaget tahu gak!" sentakku pada wanita berrambut pendek itu.

"Maaf, Mbak, abisnya kamu, aku panggil gak nyaut-nyaut.

Gimana kabar, Aura?" tanya gadis berlesung pipi itu sambil menjatuhkan bobotnya di kursi, tepat di hadapanku.

"Alhamdulillah, kesehatannya semakin membaik," sahutku.

"Syukurlah. Aku khawatir banget pas denger Aura tiba-tiba pingsan," ujarnya lalu menghela napas dalam-dalam.

Aku langsung memberondongnya dengan pertanyaan yang sedari tadi menggema di pikiranku.

"Delin, katakan sama Mbak, siapa wanita itu?!"

"Namanya Anita, Mbak.

Aku juga syok saat mengetahui sugar dadynya itu adalah suami kamu. Selama ini dia memang selalu bercerita padaku, kalau dia punya sugar daddy. Tapi aku juga tidak terlalu menanggapinya. Kukira dia cuma bercanda, karena aku tahu, dia bukan anak orang miskin. Kehidupannya sama seperti kita, bergelimang harta.

Sampai akhirnya, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri."

Aku mengusap wajah dengan kasar.

"Kamu yang sabar ya, Mbak." Delin menggenggam jemariku, untuk menyalurkan kekuatan.

"Ya, pasti. Aku harus kuat demi Aura," jawabku menatap mata itu sambil mengusap air mata yang tiba-tiba luruh membasahi pipi.

"Mbak, please, jangan tangisi lelaki bajingan seperti dia!"

Aku mengangguk cepat.

"Berikan aku semua informasi tentang wanita itu, Del. Jangan ada yang terlewatkan sedikitpun.

Aku akan memberinya perhitungan.

Dia harus membayar perbuatannya yang sudah berani mengganggu suami orang!"

"Tentu, Mbak. Tapi, apa yang akan kamu lakukan?"

"Sini!" Aku membisikkan beberapa rencanaku ke depannya.

Delin mengangguk mantap. Ia bilang siap membantuku.

Setelahnya, kami berdua ke ruangan Aura. karena Delin ke sini, sekaligus untuk menengok putriku.

Aku melihat anakku, pilu rasanya hatiku, anaknya saja tidak mendapatkan tempat di hatinya. Apalagi aku?

Beberapa minggu kemudian ....

Hari ini, adalah wisuda gadis itu. Suamiku pasti akan datang ke sana.

Aku sudah menyiapkan kejutan spesial untuk mereka berdua.

Pagi-pagi sekali. Aku mengirim dua karangan bunga ke kampusnya yang bertuliskan.

SELAMAT ATAS KELULUSAN PELAKOR, YANG TELAH MEREBUT SUAMI ORANG.

ORANG TUA CAPEK-CAPEK BIAYAIN SEKOLAH BIAR PINTAR.

BUKANNYA PINTAR, EH MALAH JADI PELAKOR!

Bersambung ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status