27Pria itu tak bisa menahan tawa, dia cekikikan melihat caption yang dibuatnya sendiri."Kenapa?Kok ketawa-tawa sendiri?" tanya Mitha mengernyitkan dahinya."Enggak kok, Bu.Gak apa-apa," jawabnya seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal.Sebenarnya ingin sekali pria itu memberitahukannya sekarang juga, hanya saja dia tidak tega jika harus mengganggu makan malam sang majikan. Apalagi Mitha terlihat sangat menikmati makanannya. Rasanya dengan berkunjung ke restoran ini, wanita itu cukup bisa mengobati kerinduannya pada sang Ayah, karena di sinilah tempat duduk favoritnya ketika dia makan malam bersama almarhum.Wanita itu mengambil napkin lalu mempersihkan sudut bibirnya."Saya senang sekali melihat Anda makan malam dengan lahap," ungkap Satria, menatap majikannya sembari menatap penuh kekaguman."Wajahnya cantik kayak boneka Barbie.Oh Tuhan, nikmat mana lagi yang aku dustakan," batinnya."Kamu juga kelihatan lahap tadi!" balas Mitha."Tentu saja, makanan di sini semuanya sangat e
28"Hei, asal kalian tahu ya!Pemilik Cafe ini adalah orang jahat!""Iya benar, wanita pemilik Cafe ini adalah mantan Kakak ipar saya yang tidak tahu diri!""Betul, saya saksinya. Sebagai Kakak, saya tahu betul perjuangan adik saya!Dia sudah berjuang mati-matian untuk memajukan perusahaannya, tapi setelah bangkrut suaminya dibuang ke tempat sampah, bahkan dia juga tega memenjarakan adik saya!"Sontak saja hal itu membuat para pengunjung memberikan tetapan tajam pada, Mitha, bahkan mereka juga meneriakinya."Huuuuuu!"Padahal mereka baru mendengar cerita dari satu sisi saja, tapi mereka sudah menilai Mitha sebagai orang jahat. Biasakanlah diri mendengar dari kedua belah pihak agar tidak condong pada salah satunya.Mita sangat syok dengan kedatangan mereka yang secara tiba-tiba!"Bisa-bisanya mereka datang di saat yang penting. Mereka sengaja menghancurkan suasana!Ck, bagaimana mereka bisa tahu, kalau hari ini ada acara penting!" geram Mitha dalam hati."Jangan diam aja kamu!Cepat mi
29"Tolooong!""Diam!""Sebenarnya kalian itu siapa?Kami mau dibawa ke mana?!Pak kami tidak salah apa-apa, kami tidak punya hubungan apa-apa sama kalian, kenapa kalian menculik kami, hah?!" pekik Hilya ketakutan. Tak peduli seberapa keras mereka memohon, seoalah para ajudan itu tuli."Iya benar, lepaskan kami, kalau tidak, kami akan laporkan kalian ke kantor polisi!" ancam Farah memelototi.Mereka tertawa terbahak-bahak."Coba saja kalau bisa!Kalian tidak akan pernah bisa memasukkan kami ke kantor polisi!" Para adjudan itu balik menantang."Ish, menyebalkan!Sebenarnya kami mau di bawa kemana?!Ingat ya, ini negara hukum, jangan main-main sama kami!""Hahaha!Heh, bocah tengik, dengarkan nasihatku ini!Negara hukum berlaku hanya untuk orang-orang berduit saja, emang orang-orang seperti kalian ini bisa apa, hah?!" Ketua preman itu menoyor kepalanya Vira, hingga membuat wanita itu mengaduh kesakitan."Aduh, sakit!""Eh, eh, jangan beraninya kamu sama anak saya!Hadapi saya kalau bera
SELAMAT WISUDA ANITA SANJAYA, ATAS KEBERHASILANNYA MEREBUT SUAMI ORANG.PERCUMA SEKOLAH TINGGI, KALAU UJUNGNYA CUMA DAPAT GELAR PELAKOR.TTD Istri sah pacarmu!***[ Ini Suami kamu kan?! ]Delin mengirimkan sebuah foto yang memperlihatkan suamiku sedang merangkul seorang wanita berpakaian seksi di Mall.Baju crop top warna krem, dipadukan dengan celana jeans pendek warna biru muda. Rambutnya panjang berwarna pirang. Itu jelas suamiku. Foto yang diambil itu terlihat sangat epic, di mana suamiku sedang menoleh ke arah wanitanya sambil tersenyum semringah. Pria itu terlihat sangat bahagia. Wajahnya cerah, berbeda 180 derajat ketika ada di rumah. Jangankan tersenyum lebar seperti di foto ini, bahkan sikapnya sangat dingin padaku. kalau meminta jatah saja dia memperlakukanku dengan acuh tak acuh, layaknya aku ini sebuah patung yang tak memiliki perasaan.Dadaku bergemuruh penuh emosi."Mas Romi?!" Tanganku mengepal kuat.Mataku memanas, otakku terasa mendidih melihatnya. Bagaimana tidak!
Part 2Aku semangat menunggu orang-orang berdatangan. Tak sabar rasanya melihat reaksi mereka. Bukan hanya pelakor yang akan menanggung malu. Tapi juga keluarganya. Ini akibatnya kalau macam-macam dengan suami orang. bukan hanya dia sendiri yang menanggung malu, tapi satu keluarga akan terkena imbasnya. Harusnya ini bisa memberi efek jera. kecuali, kalau urat malu mereka sudah putus.Aku menatap jalanan sambil menggigit kuku-kuku tangan. Mataku awas menatap sekitar. peristiwa memalukan ini tak boleh sampai dilewatkan barang sedetikpun. Kehancuran wanita itu, masih tetap tidak sebanding dengan rasa sakit di hatiku. Gara-gara, Mas Romi tak peduli pada anak dan istrinya.Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana perasaan pelakor itu saat mendapati acara sakralnya berubah jadi hari yang tak akan pernah ia lupakan seumur hidup. Sebentar lagi, pertunjukan segera dimulai. Aku sungguh tak sabar.Heh, ini adalah hal memalukan yang tidak akan pernah dia lupakan dalam seumur hidupnya. Bukankah ini
Part 3Enteng banget ya kalau ngomong. Dia minta cincin berlian, udah kayak minta kerupuk. Emangnya aku bank yang seenaknya bisa diminta uang untuk beli barang. Nasabah aja bayar kali, bank gak bakal ngasih gratisan. Apa dia gak malu kali ya. Padahal baru saja dia menghardikku. bahkan mengatakan aku bodoh, mengatakan cucunya pesakitan. Eh, sekarang, dia minta dibelikan barang mahal. Entah dimana otaknya. minimal, dia harus sadar diri."Cincin berlian?!" Tiba-tiba saja otakku merasa pusing kalau berhadapan dengan wanita yang satu ini.Dia mendongakkan wajahnya, menatapku angkuh. "Ya, yang sama kayak punya kamu, yang baru!" celetuknya."Kayak aku? yang baru? yang mana?!" tanyaku memastikan. karena memang sudah lama aku tak beli perhiasan. Bukan tanpa alasan, aku lebih sibuk mengurus Aura daripada menyenangkan diri sendiri. Mereka selalu menyuruhku fokus pada kesehata Aura saja. Hingga aku tak sadar telah lalai pada diri sendiri. bahkan aku tak ingat, kapan terakhir kali aku memanjakan
Part 4Enak sekali hidupnya. Tinggal minta, ngambil, beres! Tanpa mau peduli dengan perasaanku!Aku berdiri tepat di depan mobil yang hendak melaju. Wanita yang selalu bergaya bak sosialita itu membuka kaca jendela, lalu menyembul di baliknya."Apa-apaan si kamu, Mitha!Minggir, Mama mau pulang!" sentaknya sambil membunyikan klakson berkali-kali."Enak aja, main pulang.Tunggu dulu sebentar!" ucapku lantang.Ck! Wanita itu berdecak kesal."Mama ada acara di rumah, awas!" kelakarnya."Gak bisa, keluar sekarang juga, Ma.Sebelum kesabaranku habis!" ucapku tegas sambil berkacak pinggang.Wanita itu membuang napas kasar, lalu keluar dengan ragu-ragu. Dia pasti takut padaku.Dia menatapku tajam lalu bicara dengan ketus."Ada apalagi?!Sudah Mama bilang, Mama ada acara!Kecuali, kalau kamu mau beliin cincin itu. Baru, Mama ada waktu buat kamu!" cetusnya sambil membuang muka.Dia masih pura-pura tidak tahu apa-apa rupanya. bahkan sudah mengambil barang punyaku, tapi masih berlagam polos dan
Part 5Aku meremas dada dengan tangan yang mengepal kuat. Sesak rasanya. kalau bukan karena Aura, mungkin aku sudah gila menghadapi mertua dan ipar setengah siluman seperti mereka. Bik Asih mengejar Aura yang berlari menghampiriku. putriku memeluk, wajahnya kemudian mendongak."Mama, baik-baik aja, kan Ma?"Aku mengangguk, ikutan mendongak agar air mata tidak jatuh di hadapan Aura. Dia pasti tahu kalau ibunya sedang bersedih saat ini.Aku berjongkok, kemudian membingkai wajah kuyu putriku.Kasihan sekali kamu, Nak, harus selalu mendengarkan pertengkaran dari orang-orang dewasa yang seharusnya memberimu kebahagiaan."Sayang, kamu pasti nguping lagi ya?" tanyaku yang disambut dengan anggukan. Ya Allah."Mafkan Mama ya, Sayang. Seharusnya kami bisa jaga sikap di depan kamu. Ayo, kita masuk, anginnya kencang, gak bagus buat kesehatan kamu," ajakku, kemudian menggendong tubuh kurusnya.Sejak lahir, daya tahan tubuh Aura memang lemah. Dia sering sakit-sakitan, dan Mas Romi serta keluargan