Share

Chapter 7

Dalam pikiran Ardi, dia merasa ini seperti deja vu. 

"Kenapa perkataan ini seperti pernah aku dengar?" Kata Ardi dalam benaknya.

"Ma-maksud kamu apa?" Tanya Ardi kepadanya.

"Kalau aku mengatakan hal seperti itu, apa yang akan kamu lakukan?. Tanya Jessy kembali.

"Enggak bakalan aku terima, soalnya aku sama sekali belum kepikiran untuk menjalin hubungan". Jawab Ardi.

Jessy menghela napas lalu menasihati Ardi.

"Ardi, kalau kamu mengatakan hal seperti itu kepada perempuan lain, dan dia memang menyimpan perasaan kepadamu, lalu kamu menolak kembali pada saat dia mengutarakan perasaannya, itu hanya akan membuat dia berada dalam kesedihan yang mendalam. Jadi sebaiknya, kalau kamu serius ya harus serius. Jangan jadikan perasaan seseorang sebagai mainan". 

"Memangnya aku udah buat apa?". Tanya Ardi kembali.

"Kamu itu parah sekali. Tadi pada saat dirumah Rachel, kamu bertanya ke aku apakah mau jadi pacar kamu, iya kan?".

"Enggak seperti itu juga". Kata Ardi secara spontan "Aku tadi bertanya, apakah kamu itu suka atau enggak sama aku. Gitu aja". Tambahnya.

Jessy kemudian menarik telinga Ardi sampai kepalanya juga ikut tertarik kebawah. Jessy tidaklah terlalu tinggi, dia kira-kira berukuran seratus enam puluh centimeter. Sedangkan Ardi mempunyai tinggi badan 174 centimeter.

"Makanya aku katakan tadi, gara-gara perkataanmu seperti itu akan membuat seseorang sakit hati. Jadi, kalau mau bercanda dengan perempuan jangan seperti itu, apalagi kalau perempuan itu mudah sekali terbawa perasaan".  Jawab Jessy dengan rada kesal.

Karena sudah tidak ingin mendengar perkataan Ardi lagi, Jessy memaksa dia untuk segera menyalakan motornya dan membawa mereka berdua pulang.

Di tengah perjalanan, Ardi melihat seorang anak yang dikeroyok oleh beberapa preman. Karena Ardi tidak sanggup mengabaikannya, dia dengan berani menghampiri mereka. Jessy sempat melarang dia, tapi Ardi menghiraukannya.

Setelah berada di dekat mereka, Ardi berteriak dengan lantangnya.

"Woi!!! Kalau berani itu jangan keroyokan. Kalian badan aja yang besar tapi nyalinya kecil". 

Tiga orang preman tersebut langsung melihat ke arah Ardi., kemudian  berjalan ke arahnya dan mencoba untuk memukulnya juga. Laki-laki yang telah dipukul habis-habisan tadi, langsung berlari kearah Ardi dan menarik tangannya lalu melarikan diri dari tempat itu. Dia tau kalau ke tiga preman tersebut berniat untuk memukulnya juga. Melihat mereka berdua yang berlari, dua dari tiga orang preman tadi mengejar mereka berdua, dan yang satunya mendatangi Jessy yang sedang duduk di atas motor Ardi. Jessy yang melihat Ardi dan orang yang ingin dia tolong melarikan diri, dan dia juga melihat kalau salah satu preman tersebut mendekatinya. Karena hal itu, dengan cepat Jessy menyalakan motor Ardi lalu langsung pergi dari tempat tersebut agar tidak menyebabkan masalah yang buruk baginya.

Ardi dan laki-laki tadi masih berlari dari kejaran dua preman yang ada dibelakang mereka. Dengan melompati setiap pagar rumah orang agar bisa dengan cepat melarikan diri dari para preman tersebut. Karena mereka tidak memperhatikan kemana  arah larinya, tanpa sengaja mereka berdua tepat berada didepan kantor polisi. Melihat keberuntungan itu, Ardi dan laki-laki tersebut langsung melaporkan kepada polisi tentang kejadian yang mereka alami. Setelah mendengar penjelasan mereka, polisi tersebut kemudian menanyakan lokasi preman yang mengejar mereka.

Setelah pemberian informasi selesai, Ardi bersamaan dengan laki-laki yang dia tolong, dan juga dua orang polisi yang membantu mereka, berjalan keluar untuk menunggu dua orang preman tadi. Laki-laki yang bersama Ardi tadi mengatakan kalau kemungkinan besar dua orang preman tersebut akan melewati kantor polisi ini.

Setelah mereka tiba di luar, dua orang preman tersebut juga sedang berkeliling mencari-cari keberadaan mereka berdua. Karena para  preman itu kehilangan jejak di daerah tersebut.

"Mereka di sana pak!" Teriak Ardi sambil menunjuk ke arah para preman itu.

Preman yang juga mendengar teriakkan Ardi terus langsung menoleh ke arah mereka berempat.

Polisi yang sudah tau seperti apa wajah dari orang yang mengejar mereka berdua, langsung dengan cepat berlari dan menangkap para preman tersebut.

Ketika polisi sudah ada di depan mereka, tiba-tiba Ardi mendengar suara tembakan.

Dor....

Dor....

Beberapa saat setelah suara tembakan itu, dua orang polisi yang ada di dekat preman tadi langsung tersungkur. Ardi terkejut dan merasa sangat ketakutan, melihat darah yang sangat banyak mengalir keluar dari balik baju polisi tersebut, dan dia juga merasa ketakutan karena melihat kalau preman itu tanpa pikir panjang langsung menembak para polisi itu. Laki-laki yang ada disampingnya itu tiba-tiba tertawa, dan segera menarik Ardi untuk kembali kedalam kantor polisi.

"Hahahaha, aku tidak percaya, aku tidak percaya mereka melakukannya, hahahaha". Kata laki-laki itu.

"Kamu kenapa tertawa? Sudah jelas kalau ini bukan lagi candaan kan?". Kata Ardi meneriakinya.

Setelah sampai didalam kantor polisi itu lagi, laki-laki itu mengatakan sesuatu.

"Mereka adalah anak buah dari mafia terkenal kota ini". Kata laki-laki itu dan

Kemudian mereka melaporkan kepada petugas polisi lainnya tentang kejadian yang baru saja terjadi.

Salah satu petugas polisi yang ada di situ mengatakan kepada petugas polisi lainnya untuk mengamankan mereka berdua. 

Ardi dan laki-laki yang tidak dia ketahui namanya itu dibawa oleh seorang polisi ke dalam sebuah ruangan dan kemudian di kunci.

Dari ruangan itu mereka masih bisa mendengar suara baku tembak yang telah terjadi di luar.

"Bagaimana aku bisa berada dalam situasi seperti ini?" Kata Ardi dalan benaknya.

Selagi memikirkan kejadian yang menimpanya, telepon Ardi berdering. Panggilan itu berasal dari Jessy yang saat ini sedang menunggunya.

"Ardi, kamu dimana? Aku udah bosan nunggu kamu disini". Kata Jessy.

"Jessy, kamu dikejar oleh salah satu preman tadi nggak?". Tanya Ardi.

"Aku tadi sempat melarikan diri pakai motor kamu, karena dia sudah cukup jauh, jadi aku berhenti aja di daerah sini". Jawab Jessy.

Ardi yang merasa khawatir dengan keadaannya temannya itu langsung menyuruhnya untuk segera pulang ke rumahnya. Dia tidak ingin kalau Jessy terkena masalah gara-gara dirinya.

"Kamu kenapa seperti orang yang khawatir sekali? Aku sudah cukup jauh kok dari preman tadi". Jessy merasa bingung dengan sikap Ardi yang tiba-tiba berubah.

"Sudah cepat pulang sana!! Jangan kamu tunggu aku". Kata Ardi memarahinya. 

Jessy tidak tau apa yang terjadi dengan Ardi, tapi dia tidak ingin mendengar Ardi memarahinya lebih dari itu.

"Baik, aku akan pulang duluan. Nanti kamu beritahu aku kalau sudah selesai, biar aku jemput". Kata Jessy yang kemudian menutup teleponnya.

Ardi kemudian menatap laki-laki yang sedang bersamanya itu, dan kemudian bertanya tentang kejadian apa yang sebenarnya terjadi padanya. 

"Aku saat itu tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka tentang penyerangan kantor polisi. Mereka mengatakan ingin membebaskan seorang temannya yang ditangkap oleh kepolisian". Laki-laki mengatakan hal tersebut sambil terkekeh kecil.

"Kenapa tertawa dari tadi!?". Ardi sangat kesal dengan sifat laki-laki tersebut yang selalu tertawa dengan situasi saat ini.

"Tidak, tidak, aku tertawa karena merasa situasi ini sangat lucu. Coba bayangkan saja, gara-gara kita berdua polisi yang ada didepan sana mempertaruhkan nyawa mereka. Hahahaha, aku merasa kasihan terhadap mereka". 

Ardi merasa sangat kesal dengan sifat laki-laki itu dan juga situasi yang dia alami sekarang.

"Sudahlah, jangan terlalu stres seperti itu". Laki-laki tadi kemudian memperkenalkan namanya.

"Saya Nathan. Seseorang yang sedang mencari cara untuk menghilangkan rasa bosan". Setelah memperkenalkan namanya, dia kemudian menelepon seseorang.

"Selamat sore, tolong cepat datang ke kantor polisi daerah Cherry. Sedang terjadi baku tembak antar polisi dan anggota mafia, saya tidak bisa ke mana-mana karena dikunci oleh polisi yang ada". 

"Kamu menghubungi siapa?" Tanya Ardi. 

"Oh, maaf. Sepertinya aku lupa kalau kamu ada disini". Kemudian laki-laki tersebut mendekati Ardi dan memukul bagian leher belakangnya sehingga membuatnya pingsan. Tubuh Ardi langsung terjatuh dan penglihatannya perlahan-lahan semakin kabur dan kemudian dia tidak sadarkan diri.

Setelah sadar, dengan kepala yang masih terasa pusing, dan juga apa yang dia lihat masih sedikit gelap, Ardi mendengar suara beberapa orang berbicara.

"Siapa yang menyuruh kalian? Apakah kalian berdua salah saru dari pemberontak? Jawab!". 

Membutuhkan sedikit waktu bagi Ardi agar bisa membuka matanya dan mengetahui siapakah yang berbicara.

Setelah dia bisa melihat dengan jelas, betapa terkejutnya dia ketika merasakan kalau tangannya terborgol. Dan dia melihat di sekelilingnya ada beberapa orang yang tidak dikenalnya, dan dia melihat kau Nathan tadi juga ikut terborgol.

Ardi masih belum bisa memahami seperti apa situasi yang telah terjadi pada saat dia pingsan, dan dia terlihat seperti orang kebingungan.

"Akhirnya kamu sadar juga ya. Maaf kalau sudah membawa kamu ke masalah seperti ini". Kata Nathan dengan suara kecil.

"Akhirnya kamu sadar juga. Katakan, siapa yang menyuruh kalian berdua?". Kata salah seorang laki-laki sambil menodongkan sebuah pistol tepat di depan mata Ardi.

"Sa-saya tidak tau apa-apa, tadi itu hanya niat untuk menolong dia dari orang yang memukulnya. Sa-saya tidak tau si-siapa kalian dan juga siapa dia". Kata Ardi dengan rasa takut yang luar biasa karena todongan pistol yang tepat berada didepannya. Ardi teringat dengan dua polisi tadi yang langsung mati karena tembakan pistol mereka.

Karena tidak tahan dengan mereka berdua, laki-laki yang menodongkan pistol tadi menarik pelatuknya dan menembak Ardi.

Karena melihat Ardi akan ditembak, Nathan dengan cepat menendang tangan laki-laki tersebut, sehingga tembakannya meleset.

"Kelamaan".

Dor.....

Dor..... Dor...

Tembakan yang berturut-turut itu diberikan kepada Nathan yang tepat berada disamping Ardi. Dan darahnya keluar dengan sangat banyak sampai mengenai kaki Ardi.

"Enggak, enggak..... Aku enggak ada hubungan apapun sama dia. Aku bersungguh-sungguh, tolong, tolong jangan bunuh aku juga". Kata Ardi yang sudah tidak bisa menahan tangisannya karena takut.

Dor....

Tembakan itu tepat mengenai kepala Ardi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status