Share

Chapter 9

"Nama aku Nathan".

Kalimat itu membuat Ardi mengingat kembali mimpinya kemarin, pada saat dia melihat Nathan ditembak oleh para mafia tersebut.

"Kenapa? Kenapa? Aku enggak mau hal ini benar-benar terjadi". Ardi memegang kepalanya dan tatapan matanya terlihat  kosong. "Kenapa?". Secara perlahan, air mata Ardi terjatuh setetes demi setetes. Dan Jessy yang melihat Ardi menangis, dengan cepat menghampiri dia lalu memeluknya.

"Ardi, sudah. Kamu harus tenang dan kendalikan dirimu, jangan seperti ini. Kamu terlihat seperti orang lemah". Ujar Jessy yang sedang memeluknya.

Ardi hanya diam dan terus menangis, sampai membuat baju sekolah Jessy sedikit basah. Nathan yang ada di belakang mereka melihat Ardi seperti orang yang menyedihkan, dia kemudian segera menghampiri mereka berdua dan kemudian...

Buk.... 

Suara tendangan Nathan yang diberikan kepada Ardi terdengar cukup keras. Jessy yang melihat hal tersebut langsung marah dan mencoba untuk memukuli Nathan . Tapi dengan mudahnya Nathan bisa menangkis dan menahan serangan dari Jessy, dia bahkan terlihat seperti orang yang sangat hebat dalam bela diri. 

Nathan mencengkeram tangan Jessy dengan kuat agar tidak bisa dilepaskan begitu saja olehnya.

"Ugh..  lepaskan". Ujar Jessy sedikit menjerit karena cengkeraman Nathan sangat kuat dan cukup sakit.

Nathan kemudian melepaskan cengkeramannya perlahan-lahan dan kemudian  menghampiri Ardi yang tengah mematung. Jessy tidak tau apa yang dipikirkan oleh Nathan, tapi dia merasa kalau Nathan berniat untuk membantu Ardi menghilangkan rasa takutnya.

"Aku tidak tau darimana kamu bisa mengetahui identitas mereka. Tapi dari sikapmu aku melihat kalau engkau sudah melihat kejadian yang sangat buruk. Dan untuk menghilangkan rasa takutmu itu, aku menyarankan agar segera melupakannya". Ujar Nathan kepada Ardi.

Dalam benak Jessy, dia sangat marah karena apa yang dia harapkan ternyata salah besar. Kata-kata Nathan tadi bukanlah sebuah penyemangat, bagaimana bisa Ardi kembali bersemangat jika yang dimimpikannya kemarin telah menjadi kenyataan hari ini. 

Kemarin malam, pada saat Jessy menginap di tempat Ardi, dia meminta Ardi untuk menceritakan mimpi buruk yang dialaminya. Dan walaupun dengan sedikit paksaan, akhirnya Ardi mau menceritakannya. Pada saat awal cerita Jessy tidak menganggapnya adalah mimpi buruk, tapi pada saat masuk bagian akhir, dia bisa memahami kenapa Ardi begitu sangat takut. Dan ditambah lagi dia juga sangat terkejut melihat orang yang bernama Nathan itu bisa bertemu dengan mereka berdua dalam situasi yang hampir sama seperti kejadian dimimpinya.

"Nathan! Bagaimana bisa kamu mengatakan hal seperti itu dengan mudahnya?. Semua orang mempunyai mental yang berbeda". Kata Jessy kesal.

"Itu memang benar. Tapi apakah hal seperti ini bisa dijadikan sebagai alasan? tentu saja tidak mungkin. Saya sudah sering bertarung dengan mempertaruhkan nyawa, dan sampai saat ini saya masih bisa hidup dengan baik. Jika ada keraguan sedikitpun dalam hati kalian, maka keraguan itulah yang akan membunuh kalian sendiri". Ujar Nathan sambil mengulurkan tangannya kepada Ardi untuk membantunya berdiri.

Setelah berdiri dengan bantuan Nathan, Ardi bertanya kepadanya apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia ingin memastikan apakah kejadian yang sedang terjadi saat ini akan sama persis dengan mimpinya atau tidak. Tapi Nathan tidak menjawabnya, dia hanya mengambil ponsel yang ada di sakunya kemudian menelepon seseorang.

...

Setelah pembicaraan yang dilakukan oleh Nathan selesai, dia kemudian berbicara kepada Ardi kembali.

"Itu bukan urusanmu. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana caramu untuk bisa menjadi lebih kuat kedepannya. Jika karena hal seperti ini sudah menangis, bagaimana nantinya jika sudah bertemu dengan masalah yang lebih besar lagi? Bisa-bisa nanti bunuh diri". Kata Nathan. Setelah mengatakan hal itu dia langsung  pergi meninggalkan mereka berdua. 

Setelah kepergian Nathan, berhentilah tiga mobil BMW warna hitam didekat mereka. Dan kemudian keluar beberapa orang yang menggunakan jas hitam serta kacamata warna hitam, sekilas mereka terlihat seperti orang yang ingin menghadiri pemakaman. Orang-orang tersebut sepertinya tidak menghiraukan keberadaan Ardi dan Jessy, setelah keluar dari mobil, mereka langsung mendatangi tiga orang yang pingsan gara-gara Jessy tadi. Salah satu dari mereka berbicara kepada yang lainnya.

"Apa kita harus membunuh mereka disini?".

"Kita harus memberikan peringatan kepada kelompok mereka  agar tidak berani membelot lagi". Jawab yang lainnya.

Setelah pembicaraan singkat itu, tiga orang dari mereka mengeluarkan sebuah pistol. Dan kemudian mereka menembak orang-orang itu tepat di bagian kepalanya. Suara tembakan mereka tidak terlalu terdengar, mungkin di pistol itu dipasangkan silencer.

Setelah selesai membunuh mereka bertiga, salah satu dari orang ber jas hitam tersebut menghampiri Jessy dan juga Ardi yang masih berdiri di dekat tempat itu.

"Kalian tidak perlu takut. Kami akan memberikan pengawasan dua puluh empat jam kepada kalian berdua dan keluarga kalian sampai para pemberontak tersebut sudah kami habiskan". Kata laki-laki itu dengan memberikan sebuah kunci.

Jessy dan Ardi bingung melihat apa yang diberikan oleh laki-laki itu, dan sebelum Jessy bertanya untuk lebih jelasnya, laki-laki itu melanjutkan perkataannya.

"Ini adalah kunci salah satu dari mobil itu". (Dia menunjuk ke arah mobil BMW tersebut) "Dan saya disuruh untuk mengantarkan kalian pulang dan memberikan mobil ini kepada kalian juga". 

Ardi hanya terdiam, tapi Jessy mulutnya ternganga dengan sangat besar. Dia tidak percaya kalau akan diberikan mobil BMW yang mahal itu.

"Ini memang diberikan untuk kami? Ta-tapi bagaimana kami membaginya kalau hanya ada satu?". Tanya Jessy dengan sedikit gugup.

"Kalian berdua boleh memakainya". Jawab laki-laki itu.

Ardi masih tidak mengucapkan satu kata pun kepada mereka ataupun Jessy, setelah mendengar perkataan dari laki-laki itu dia langsung menuju ke kendaraannya dan segera ingin pulang. Jessy mengatakan kepada Ardi kalau dia akan pulang dengan mobil BMW tersebut, jadi dia menyuruhnya untuk pulang lebih dulu.

***

Keesokan paginya, dengan suara kicauan burung dan sinar matahari yang menembus menyilaukan mata, Ardi terbangun dari tidurnya  dengan suara lembut seseorang. 

"Ardi... Bangun, sudah pagi". Suara itu terdengar halus di dekat telinganya. 

Tapi suara itu masih belum cukup untuk menyuruh Ardi beranjak dari nikmatnya kasur yang empuk. Matanya masih belum terbuka, dan dia justru menutupi kepalanya menggunakan bantal yang ada di sampingnya.

"Ini sudah pagi!!!".

Jessy sudah kehabisan kesabaran untuk membangunkan Ardi dari tadi. Dia memukul Ardi menggunakan bantal yang dipakainya terus-menerus sampai Ardi terbangun.

"Kenapa? Ini kan masih belum jam berangkat sekolah". Kata Ardi yang dengan mata yang masih tertutup.

Byur....

Jessy menyirami Ardi dengan segelas air yang cukup besar ke wajahnya.

"Dingin!! Salah aku apa? Lagipula kamu kenapa bisa masuk ke sini. Padahal aku sudah menutupnya tadi malam". Kata Ardi kepada Jessy yang tiba-tiba melakukan hal itu.

"Dia sendiri yang beri kuncinya, dia sendiri yang lupa. Mending kamu cepat mandi, biar nanti kita enggak terlambat". Ujar Jessy yang menarik tangannya untuk segera mandi.

Setelah selesai, mereka berdua berangkat ke sekolah dan menjalankan hari-hari seperti biasanya sampai pada hari ujian.

Di sekolah, Ardi dan Jessy adalah murid sangat pintar dan cukup berbakat di sekolah itu. Rata-rata nilai akademik mereka hampir mencapai angka sempurna semua. Dengan pencapaiannya tersebut, mereka berdua di undang oleh salah satu universitas terkenal dan terkemuka di kota itu. Universitas yang seluruh mahasiswanya adalah orang berbakat dan memiliki nilai akademik yang sangat baik, tempat dimana orang-orang dengan nilai pendidikan terbaik saling bersaing. Tapi Jessy menolak tawaran itu, dia lebih memilih untuk kuliah di salah satu universitas yang dia impikan, sehingga hanya Ardi saja yang menerima undangan tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status