Share

Chapter 13

Ketika sudah berada di taman, Ardi dan Jessy duduk di sebuah bangku taman di bawah pohon yang cukup besar. Dengan ditemani semilir angin di bawah pohon, membuat suasananya menjadi sangat sempurna bagi Ardi untuk tidur di situ. Perlahan-lahan Ardi berbaring di bangku tersebut, dan menjadikan paha Jessy sebagai bantalnya. Rasa sejuk  yang sangat cocok di tengah hari yang panas ini, membuat Ardi tida bisa menahan kantuknya, sehingga akhirnya dia tertidur untuk beberapa menit. Jessy yang tadi ingin mengatakan sesuatu jadi tertunda karena melihat Ardi yang sudah tertidur.

Setelah beberapa menit, Ardi terbangun dari tidurnya karena tangan Jessy yang terus mengusap kepalanya. Walaupun terasa nikmat, tapi Ardi tetap terbangun karena usapan itu mengejutkannya.

Jessy melihat Ardi sudah terbangun itu, langsung memencet hidungnya cukup lama.

"Jessy! Sudah! Aku enggak bisa nafas nih". Teriak Ardi.

"Aku bawa kamu kesini tadi karena ada yang mau katakan. Tapi kenapa kamu langsung tidur?".

"Maaf, tapi lepasin biarin aku nafas dulu".

"Tuh". Jessy akhirnya menuruti Ardi.

Setelah terasa sudah bisa kembali bernafas normal, Ardi merasa lega. Dia kemudian ingin membalas apa yang dilakukan Jessy kepadanya dengan cara yang sama, tapi Jessy langsung menggunakan keterampilan bela dirinya untuk menepis tangan Ardi.

"Curang!". Keluh Ardi karena dia tidak bisa melakukan hal tersebut.

"Ardi, aku mau serius sekarang!". Jessy menghilangkan senyuman dengan cepat setelah menepis tangan Ardi tadi.

Ardi menatap lama wajah temannya tersebut, baru setelah itu dia mengizinkannya berbicara.

"Silahkan".

"Aku mempunyai perasaan sama kamu, tapi hanya sebagai kakak. Perasaan khawatir, perasaan sayang, perasaan-perasaan lainnya hanyalah perasaan kakak terhadap adiknya. Jadi, jika kamu menganggap ada lebih dari itu, maka kamu salah. Aku sama sekali tidak mempunyai perasaan seperti yang kamu bayangkan".

"Aku kecewa". Kata Ardi dengan nada yang menurun.

"Itu lebih baik, daripada aku memberika-". Perkataan Jessy terpotong.

"Aku kira kamu seperti yang aku bayangkan. Padahal kalau kamu seperti Chihuahua, maka aku senang sekali. Soalnya Chihuahua itu anjing yang cantik, penurut dan pintar kepada majikannya. Tapi ternyata kamu menyuruh aku menganggapmu itu kakak aku. Aku kecewa sekali". Ardi mengusilinya.

"Aku serius Ardi!!". Jessy marah, karena Ardi tidak menanggapi perkataannya dengan sungguh-sungguh.

"Haha..., maaf. Tapi sebenarnya aku juga menganggap kamu itu seperti kakak sendiri, kakak yang mau menemani adiknya, mau merangkulnya disaat butuh pelukan, dan yang mau mendengarkan perasaan hatinya. Aku.... menganggap kamu seperti kakak sendiri". Ardi memegang kedua pipi Jessy.

Dengan mendengar perkataan Ardi tersebut, Jessy merasa seperti telah terlepas dari beban yang sangat berat. Cukup lama baginya untuk mencoba mengatakan hal tersebut, tapi situasi dan kondisinya masih belum tepat. Jessy berumur satu tahun lebih tua daripada Ardi, dengan alasan itulah, dia menganggap Ardi seperti adiknya sendiri, karena dia adalah anak tunggal, maka sangat besar harapannya bisa mempunyai saudara. Tapi sampai saat ini orang tua Jessy sama sekali belum dikaruniai anak lagi, sehingga dia menganggap Ardi dan adik perempuannya adalah saudaranya sendiri.

Kemudian Jessy merangkul Ardi dengan penuh kasih sayang sebagai kakak, walaupun orang-orang yang melihat mereka berdua beranggapan seperti pasangan yang sudah tidak bisa menahan kerinduannya.

"Kalau gitu, kamu harus dengarkan apa yang aku katakan. Kalau aku sedang menasihati kamu, maka hal itu harus didengarkan! Jangan sesekali kamu melawan, kalau enggak, nanti aku hajar habis-habisan seperti anggota mafia saat itu!". Ujar Jessy setelah melepaskan pelukannya.

Ardi mengangguk pasrah, dia ingat seperti apa sifat Jessy ketika dia sangat marah dengan ketiga anggota mafia saat itu.

"Bicara soal mafia, bagaimana kamu bisa tau kalau mereka adalah anggota mafia?".

Kehadiran Nathan yang secara tiba-tiba membuat mereka berdua terkejut.

"Bagaimana kamu bisa ada disini?". Tanya mereka berdua serentak.

"Memangnya enggak boleh?. Tapi aku penasaran, darimana kamu bisa tau kalau mereka adalah anggota mafia?". Nathan kembali mengajukan pertanyaan yang sama kepada Ardi.

Ardi kemudian menjelaskan kepadanya mimpi yang pernah dia alami. Setelah menyimak cerita Ardi tadi, Nathan masih belum menerimanya. Dia masih beranggapan kalau Ardi berbohong.

"Cerita yang menarik, tapi setelah mendengarnya, aku merasa kalian berdua seperti seorang keluarga".

"Maksudnya apa?. Itu enggak ada hubungannya dengan yang aku ceritakan". Ardi tidak memahami apa yang dikatakan oleh Nathan.

Nathan tidak menjawab pertanyaan Ardi, dia langsung pergi dari tempat itu. Tapi karena merasa di abaikan, Ardi menyusul Nathan dan menarik bajunya kemudian kembali menanyakan hal yang sama.

"Apa maksud dari perkataanmu tadi? Aku sama sekali tidak suka ada orang yang mengabaikan pertanyaanku, jika tidak tau, katakan tidak!". Amarah menyelimuti Ardi kembali.

"Hanya dengan berhasil mengalahkan orang terkuat di sekolah ini, kamu sudah sok hebat ya". Nathan kemudian berbalik. "Sebaiknya perbaiki dulu mental kertas mu itu!" Nathan mendorong kepala Ardi beberapa kali menggunakan telunjuknya.

Ardi terdiam, dia tidak bisa mengatakan apapun. Dia merasa kalau Nathan yang tadi sangat berbeda dengan yang ada di toilet. Jessy kemudian menghampiri Ardi setelah Nathan sudah cukup jauh, dia bertanya kepadanya apa yang baru saja terjadi.

Ardi tidak memberikan jawabannya, dia hanya mengatakan kalau Nathan juga akan masuk universitas yang sama dengan mereka berdua, dan tentu saja ini hanyalah karangan ardi.

***

Setelah dinyatakan lulus dari Sekolah Menengah Atas, saat ini Ardi akan berangkat ke tempat orang tuanya, sementara menunggu waktu keberangkatannya ke Universitas Veulla yang dijadwalkan bulan depan. Universitas tersebut berada di kota yang berbeda, dan cukup jauh dari kota Ardi saat ini. Keberangkatan Ardi kali ini ditemani oleh Jessy, Ardi tidak bisa menolak permintaannya, karena dia sempat diancam.

Tempat tinggal orang tua Ardi berdekatan dengan bandara yang ada di kota itu, dan di kota tersebut hanya ada satu bandara nasional. Jadi Ardi memanfaatkan hal tersebut untuk bertemu dengan keluarganya terlebih dahulu.

Mereka berdua menggunakan kereta untuk berangkat ke tempat orang tua Ardi, dan didalam kereta itu Jessy tidak bisa diam, banyak pertanyaan yang dia lontarkan kepada Ardi, sampai membuat Ardi angkat tangan untuk menjawabnya satu-persatu.

"Aku nyerah deh, pertanyaan kamu itu enggak ada habisnya". Ardi mengangkat kedua tangannya.

"Yee ... Ini kan perjalanan pertama aku ke daerah ini".

"Ini juga yang pertama buat aku, mereka pindah baru-baru ini juga. Jadi nikmati aja perjalanannya, jangan banyak tanya".

Setelah mengatakan itu, Jessy langsung menyenderkan kepalanya ke bagian kaca jendela kereta, dan tanpa sadar sudah tertidur.

Perjalanan yang cukup singkat, setelah tiba di tempat tujuannya, Ardi langsung membangunkan Jessy. Kota yang dipenuhi dengan gedung pencakar langit yang tinggi, dan dengan banyak taman yang indah, membuat Jessy merasa sangat senang ketika Ardi membawanya berjalan-jalan sebentar mengelilingi daerah itu.

Setelah puas berjalan-jalan, Ardi dan Jessy langsung berangkat menuju rumah orangtuanya Ardi. Setelah tiba di sana, mereka di sambut oleh adik perempuannya.

"Seperti biasanya, selalu dekat dan sangat mesra. Kakak, aku juga mau seperti itu". Kata adik perempuan Ardi kepada Jessy.

"Sini adik kakak yang cantik". Ujar Jessy dengan langsung memeluknya.

Setelah pelukan itu selesai, mereka bertiga masuk ke dalam rumah, dan duduk di sofa ruang keluarga untuk berbincang-bincang. Ayah dan ibu Ardi saat ini tidak ada di rumah, dan hanya ada Sherly sendirian.

"Kak, maaf ya aku tinggal dulu. Soalnya ada janji sama teman sore ini". Sherly langsung meninggalkan mereka berdua.

Beberapa puluh menit setelah kepergian Sherly, datanglah lagi orang yang tidak mereka berdua kenal.

"Siapa kalian?".

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status