Share

BAB 5

“Urgh ….”

Lenguhan kesakitan itu terlontar dari bibir Jennar seiring kesadarannya kembali. Pening yang menyelimuti kepalanya membuat gadis itu mengernyitkan wajah kala dirinya membuka mata dan melihat pemandangan sekeliling.

Sadar bahwa dirinya tidak mengenali ruangan tempatnya berada, Jennar melonjak duduk di tempat tidur. “I-ini di mana?” Saat matanya menyapu seisi ruangan, dia yakin akan satu hal. “Ini bukan kamar gue!”

Saat Jennar sedang berusaha menenangkan dirinya sendiri dengan bangkit dari tempat tidur, dia berakhir dibuat panik ketika menyadari tidak ada sehelai kain pun yang membalut tubuhnya.

“Loh, baju gue–?!” Belum sempat dia selesaikan ucapannya, mata Jennar berakhir membulat kala dirinya menangkap keberadaan sesosok pria yang tengah terbaring di sampingnya. “AAAAAAAAAA!!” Dia melilit tubuhnya dengan selimut dan menggunakan tangan kanannya untuk memukul-mukul pria tersebut. “Baj*ngan mesum!”

“Ugh!” Pukulan keras Jennar pada kepala pria asing itu membuat sang pria terbangun dengan cepat, terduduk dengan bagian atas tubuhnya yang kekar tidak berbusana. “Berhenti!” Tangan pria tersebut mencekal tangan Jennar, berusaha menghentikannya. “Jennar, buka matamu dan tatap aku!”

Begitu mendengar suara tersebut, Jennar terkejut. Dia merasa sangat familier dengan dalamnya suara pria itu.

Jennar pun membuka mata, lalu terkejut saat mengenali pria di hadapan. “Dean … kara?!”

Tidak salah lagi, pria di hadapan dengan tubuh kekar dan otot liat itu jelas adalah CEO Ganendra Cosmetics, Deankara Ganendra!

“Dean?!” seru Jennar dengan nada tinggi sambil menatap Dean dengan marah. “Pria baj*ngan! Kamu ngapain aku, hah?!” Gadis itu melupakan semua formalitas yang ia gunakan kemarin malam.

Dengan tangan masih mencengkeram tangan gadis di hadapan, Dean yang masih terkejut karena dibangunkan dengan begitu kasar mengerutkan kening. Dia terlihat ingin mengatakan sesuatu, tapi bibirnya berubah kelu ketika menyadari kondisi dirinya dan Jennar.

“Apa yang …?” Dean kentara bingung, tapi dia mencoba memahami situasi yang ada. Di saat dirinya tak berhenti merasakan dentuman pening di bagian belakang kepala, pandangannya berubah dingin. “Kamu tenang dulu,” ucapnya saat melihat air mata berkumpul di pelupuk Jennar, kemarahan dan ketakutan terpancar jelas dari manik cokelat terang gadis cantik tersebut.

“Bagaimana aku bisa tenang?!” Jennar membalas dengan ekspresi diselimuti ketidakpercayaan. Ini bukan masalah reputasi saja, melainkan harga dirinya! “Apa yang sebenarnya sudah kamu lakukan?!”

“Aku tidak melakukan apa-apa,” jawab Dean seiring dirinya melepaskan pergelangan tangan Jennar, yakin gadis itu sudah mampu mengendalikan diri.

Pria itu turun dari tempat tidur dan memungut pakaiannya yang ada di lantai. Gerakannya yang tiba-tiba, membuat Jennar harus memalingkan wajahnya, tidak berani menatap lebih lama pemandangan yang disuguhkan di hadapan.

“Tidak ada yang terjadi semalam,” ujar Dean meyakinkan.

Sepasang mata indah milik Jennar menyipit. “Bohong,” desisnya seiring kepalanya kembali menoleh untuk menatap pria yang telah kembali mengenakan pakaiannya itu. “Kalau memang nggak terjadi apa-apa, terus kenapa keadaan kita seperti ini?!”

Dean yang tengah mengancingkan kemeja hitamnya sontak terdiam, matanya pun memancarkan tatapan dingin yang menusuk. Namun, pandangan tersebut tidak diarahkan pada Jennar, melainkan pada kejadian yang melibatkan mereka berdua tadi malam.

*Di malam yang lalu*

“Jennar … Jennar ….” Dean memanggil nama Jennar ketika perempuan itu tiba-tiba menjatuhkan kepalanya di atas meja. Pria itu mengulurkan tangannya dan menyentuh bahu selebgram tersebut, tapi tidak ada reaksi. Dahinya terlihat berkerut kebingungan. “Dia … tertidur?”

Dean menatap Jennar yang tidak bergerak sama sekali, lalu berpindah pada gelas anggur milik gadis itu yang pecah di lantai. Hatinya mempertanyakan apakah seorang Jennaira memiliki toleransi alkohol yang begitu rendah?

Atau … ada sesuatu dalam anggur tersebut?

Saat Dean masih terfokus kepada pecahan gelas di atas lantai, derap langkah kaki terburu-buru mendatanginya.

“Maaf, Tuan. Apa ada masalah?” Seorang pelayan berkata ketika masuk ke ruangan. Wajahnya berubah panik ketika melihat sosok Jennar terkulai tak berdaya di atas meja. “A-ada yang bisa saya bantu?”

Setelah terdiam beberapa saat, Dean berdiri dan mengangkat tubuh Jennar dengan mudah, menggendongnya. “Bereskan tempat ini, lalu siapkan satu kamar untukku.” Mata zamrudnya menatap sosok gadis dalam gendongan yang terlihat tak berdaya. “Tamuku berada dalam kondisi yang kurang baik.”

“B-baik, Tuan!”

Tidak perlu waktu lama bagi Dean untuk membawa Jennar ke dalam kamar yang telah dia pesan.

Setelah membaringkan tubuh gadis itu, dan juga menyelimutinya. Pria tersebut menatap Jennar sesaat sembari membatin, ‘Tidakkah dia jauh lebih jinak ketika tidur?’

Dean mendengus, lalu menegapkan tubuh dengan niat untuk berbalik meninggalkan kamar. Namun, baru saja dirinya berdiri tegap, dia mendengar suara langkah kaki cepat yang menghampiri di belakang. Dia berniat untuk menoleh, tapi–

BUK!

**

Mengingat kejadian itu membuat Dean mengernyitkan wajahnya. “Aku tidak ingat apa pun lagi.”

“Maksudmu, kamu pingsan?” cibir Jennar seiring dirinya mendengus. “Apa dasarnya aku percaya padamu?” tanya gadis itu dengan pandangan curiga.

Sejujurnya, Jennar memang tidak merasakan apa pun yang aneh kecuali badannya yang terasa remuk, tapi itu lebih karena pegal dari posisi tidur yang sepertinya salah. Hanya saja, kecurigaan tetap menumpuk di hati.

“Setiap sudut hotel ini dilengkapi CCTV. Kamu bisa memeriksanya sendiri,” ujar Dean dengan nada datar.

Jennar–yang sekarang telah mengenakan pakaiannya lengkap–tengah berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dada, memandang Dean dengan tatapan sengit. “CCTV itu tidak membuktikan apa pun.”

Kesal, Dean menatap Jennar dingin. “Lalu, apa yang kamu inginkan?” Pria itu berujar, “Menikahimu?”

Mata Jennar membelalak, seakan ditantang. “Kamu–!” Wajahnya memerah.

Jennar memandang kesal sosok Dean yang tengah menoleh ke arah tempat terakhir dia sadarkan diri di malam sebelumnya. Kesal karena diabaikan, gadis itu melayangkan pukulan ke pria tersebut.

“Pria menyebalkan!”

“Argh!” Dean tiba-tiba meringis kesakitan saat pukulan Jennar mengenai area tengkuknya.

Jennar yang tadinya sedang dikuasai emosi pun langsung berhenti dan tersadar dengan gurat lebam membiru yang ada pada tengkuk Dean.

“Kamu terluka?” tanya Jennar, melupakan sejenak emosinya dan langsung menghampiri pria itu dengan khawatir. Saat jari-jarinya menyentuh lebam itu, kening gadis tersebut berkerut. “Belakang lehermu, seperti ada bekas puku–”

Sepasang mata Jennar membelalak, dia menutup mulutnya karena terkejut. Gadis itu menatap Dean dengan pandangan tidak percaya.

“Kita sungguh dijebak?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status