Share

BAB 7

“Kenapa kalian diam saja?"

Jennar masih terdiam kaku, sambil menatap horor foto-foto intimnya bersama Dean. Dia berusaha keras untuk memproses semuanya.

‘Kenapa bisa begini? Siapa orang gila yang berani-beraninya jebak kita kayak gini?!’

Selain beragam pertanyaan yang memenuhi kepalanya, Jennar juga dikuasai oleh rasa cemas dan panik. ‘Kalau sampai foto-foto itu bocor ke publik, mampus beneran gue!?’

Jennar dapat membayangkan bagaimana namanya muncul di setiap acara gosip, 'Jennaira terlibat cinta satu malam dengan CEO!'

Jennar menggeleng pelan, 'Nggak! Nggak! Semua itu nggak boleh terjadi!!' batin Jennar yang kembali tersadar dari lamunannya. Dia pun melemparkan tatapan kepada Dean, mengisyaratkan, ‘Ngomong sesuatu dong!’

Akan tetapi, pria itu sepertinya sibuk dengan pertimbangannya sendiri.

Gadis itu tiba-tiba saja berdiri, hingga mengalihkan perhatian semua orang. "Jennar nggak setuju!! Jennar nggak mau nikah sama Dean!" tolaknya dengan tegas. Namun, setelahnya Jennar panik, terutama saat mata-mata itu berubah menatapnya dingin. “M-maksudnya … ini ... hanya salah paham ... i-ini nggak seperti yang k-kalian pikirkan! Kita nggak melakukan i-itu," ujar Jennar terbata-bata, sambil menggigit bibirnya.

“Salah paham bagaimana?” Ayahanda Jennar yang sedari tadi hanya diam karena sepertinya terlalu syok, akhirnya buka suara.

Jennar menatap ayahnya dengan takut-takut. "I-ini ... aku ... kita ... dijebak! Foto-foto itu hanya rekayasa! A-aku dan Dean, nggak ... kita nggak lakuin apa pun!” Gadis itu berusaha meyakinkan kedua keluarga, namun hasilnya semakin kacau.

Jennar panik. Dia yang sudah kehabisan kata-kata lantas meminta bantuan kepada Dean yang sejak tadi hanya diam dan duduk dengan tenang di atas kursinya, seolah tengah menonton sebuah pertunjukan.

Gadis itu menatap Dean dengan frustasi dan berseru, “Dean! Katakan sesuatu!”

Dengan helaan napas, Dean berkata, “Pertemuan kami malam itu murni untuk membahas bisnis. Tapi sepertinya, seseorang dengan sengaja menjebak kami.” Nadanya begitu tenang, tidak ada emosi di dalamnya.

Namun, Catra menggelengkan kepalanya. “Tidak peduli apa alasan kalian, benda ini akan menjadi bukti mematikan untuk kedua keluarga kita,” ucapnya sembari mengangkat selembar foto. Pria itu pun tetap dengan keputusan awalnya. “Kalian akan tetap menikah!”

Mendengar itu, Jennar beralih kepada sang ayah. “Papi! Ini–”

“Cukup, Jennar!” Abhinav, ayah gadis itu, memutuskan untuk bersuara. “Keputusan kami sudah bulat! Kalian berdua harus tetap menikah!” Dia pun berdiri dari kursinya dan berkata, “Bertanggung jawab atas kelalaianmu atau kamu bukan putri Papi lagi!” Pria itu beralih pada Catra. “Maafkan aku, Catra. Aku pergi dulu.” Dan, dia pun pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun lagi.

Melihat kepergian sang ayah, sekujur tubuh Jennar mendadak lemas, dadanya kian sesak dengan kedua matanya yang mulai memanas. "Papi ...!" panggilnya lirih sambil menatap nanar punggung sang papi yang mulai menjauh dari pandangannya.

Zeca–ibu Jennar–yang sejak tadi hanya diam, lantas memeluk Jennar sebentar. “Pikirkanlah dengan bijak, Sayang. Papimu melakukan ini demi kebaikanmu,” ucapnya sebelum akhirnya berdiri dan meninggalkan ruangan tersebut, diikuti oleh orang tua Dean yang berjalan pergi tanpa menoleh ke belakang sedikit pun.

Sepeninggal para orang tua, tangis yang sudah di tahannya sejak tadi itu pun akhirnya pecah. Begitu lirih dan menyesakkan.

Ucapan ayah Dean kembali terngiang-ngiang dalam benak Jennar. Tak peduli sekeras apa pun dia menyangkalnya, Jennar tetap tidak bisa membuktikan kalau sebenarnya mereka dijebak.

Pandangan Jennar beralih pada foto-foto yang berserakan di atas meja. Tangan gadis itu meraih segenggam foto dan mengepalkannya dengan kuat.

‘Baj*ngan yang melakukan ini, aku akan memastikan untuk menemukannya!’

Mendadak, suara bariton yang familiar bersuara, “Ayo, menikah.”

Jennar mengangkat pandangannya, baru tersadar bahwa Dean masih berada di hadapannya. “Kamu bilang apa?”

“Situasi sudah seperti ini, tidak ada gunanya untuk menolak lagi.” Dean berdiri dan menghampiri Jennar, lalu mendaratkan satu tangannya di atas meja sembari mengunci manik cokelat terang gadis itu dalam tatapannya. “Menikahlah denganku, Jennaira.” Netra zamrudnya memancarkan sebuah tekad. “Aku akan pastikan keputusan ini tidak akan mengecewakanmu.”

Mata Jennar terbelalak. ‘Pria sinting!’ Gadis itu pun berdiri dari tempatnya dan menuding Dean. “Nggak! Pokoknya aku nggak akan nikah sama kamu!”

**

“Selamat ya, Jennaira! Kita nggak nyangka kamu akan nikah secepat ini!”

Ucapan selamat yang terlontar dari sejumlah tamu pesta membuat senyuman Jennaira bergetar.

Di dalam hati, gadis itu ingin berteriak, ‘Aku juga nggak nyangka akan nikah secepat ini!’ Jennar melirik sosok tampan bernetra hijau yang tersenyum lembut kepada para tamu yang memberikan selamat. ‘Gara-gara pria baj*ngan ini!’

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status