ISTRI vs MANTAN

ISTRI vs MANTAN

Oleh:  Kafom Rona   On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
48Bab
3.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Zahrah tak memiliki pilihan lain sehingga harus terjebak dengan pernikahan tanpa cinta dengan ayah dari anak didiknya. Seolah itu belum cukup, tiba-tiba, mantan istri dan juga ibu dari anaknya itu datang tanpa kabar, bahkan meminta untuk kembali ke pelukan suaminya. Apa yang terjadi antara tiga insan tersebut?

Lihat lebih banyak
ISTRI vs MANTAN Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
48 Bab
Blurb
BLURBZahrah Maulidia, gadis miskin berusia dua puluh empat tahun. Ikut membantu keuangan keluarga dan sekolah adik-adiknya dengan bekerja pada laundry milik kerabat ibu di kota.Reza Rahardi, duda tiga kali cerai. Menikah dengan Zahrah karena keinginan sang putri yang merupakan anak didik privat Zahrah.Ikatan yang diawali tanpa saling mengenal, berakibat tidak seperti rumah tangga pada umumnya selama dua tahun.Semua berbeda ketika mamah sang putri, mantan isteri Reza meminta rujuk kembali.Apakah Zahrah di hati suaminya? Ataukah Reza masih mengharap pada sang mantan? Ke mana pria maskulin itu melabuhkan pilihan?Selanjutnya Caca (Salsabilah Putri), setelah enam tahun berlalu dan telah menginjak usia remaja, terjebak dalam kubangan dosa yang menyebabkan kepergian tiba-tiba orang-orang yang dicintainya.Mampukah Caca bertaubat di tengah dahsyatnya ujian hidup? Pun sanggupkah gadis belia itu memperjuangkan cintanya pada lelaki masa lalu ibu sambungnya?
Baca selengkapnya
1. Mantan Istri Minta Balikan
Jika engkau mampu mengetahui isi hati seseorang melalui tatap mata dan ekspresi wajahnya, lalu kemana saja dirimu selama dua tahun ini bersamaku? *****"Aku pengin memperbaiki hubungan kembali, Mas? Kita sebaiknya rujuk saja."Tanpa sengaja, aku mendengar percakapan Mas Reza dengan Mbak Rita --mantan istrinya-- ketika Caca, putri mereka meminta diantar ke kantor ayahnya.Belum sempat mendengar jawaban Mas Reza, Caca menarik lenganku. Gadis cilik berusia enam tahun itu, begitu semangat ingin menunjukkan hasil kerja sekolah pada sang ayah."Eh, ada Mamah, rupanya," ucap Caca setelah memberi salam. Mencium punggung tangan Mbak Rita, dibalas pelukan dan ciuman dari wanita berpakain formal nan modis itu.Caca berpindah ke Mas Reza, menyalami dan bergelayut manja lalu mengeluarkan sebuah buku gambar dari tas sekolah. Mas Reza memberi apresiasi, Mbak Rita ikut menambahkan pujian. Sesekali tertawa bersama. Aku duduk di sofa terpisah, memperhatikan serta ikut terseyum. Ada desiran aneh di hat
Baca selengkapnya
2. Aneh
Tak paham debaran aneh itu berasal dari mana? Yang aku tahu, ketika hal itu tiba seakan memorak-morandakan kerja jantungku. Kalau ini terus berlanjut, sangat membahayakan bagi kesehatan jantung itu sendiri. ----------Waktu begitu lamban bergulir, perjalanan jarum detik seperti siput yang merayap. Kejadian tadi siang di kantor Mas Reza, hampir seluruh memenuhi otak. Entah mengapa, mendengar kalimat Mbak Rita yang lembut, malah seperti suara monster melewati gendang telingaku. Ah, kadang ada sesal wanita gemulai nan ayu itu selalu bersikap baik. Jadi semakin menekan hati ini, tak berdaya dibuatnya.Kuakui memang. Tak ada apa-apanya diri ini dibanding mantan Mas Reza itu. Ia terperlajar, berkarier, elegant, cantik, cerdas, baik, lembut, dan keluarga terhormat. Terutama, ada Caca menjadi saksi nyata, kisah cinta mereka. Aku? Berbanding terbalik dari kriteria semua itu. Ditambah sikap Mas Reza, bagai enggan saja melihatku, apalagi untuk disentuhnya.Andai ada Oma, mungkin hubunganku den
Baca selengkapnya
3. Wisuda Caca
Setiap jepretan kamera itu mengambil gambar, cahaya yang ditimbulkannya bak tombak, melayang menghujam jantungku. Perih tak terkira. --------------------Suara decitan pagar membuyarkanku dari lamunan lima tahun silam. Mengumpulkan kesadaran, ternyata mobil sudah terparkir di garasi.Melihat Caca tak ada di tempat, segera mengambil barang dari mobil. Selangkah berbalik, bruk ..., tak sengaja menabrak dada Mas Reza, muncul dari arah pagar.Kontak fisik tanpa sengaja membuaku terpaku, aroma parfum menusuk penciuman. Lagi-lagi debaran aneh hadir tanpa diundang dan itu terjadi begitu lama, dibanding kejadian yang hanya beberapa detik. "Maaf, Mas. Aku nggak sengaja.""Kamu sehat, kan?" tanya Mas Reza menelisik. Aku mengangguk dan segera berlalu, tak ingin ia tahu perubahan warna wajahku. ***"Kantor rencana buka cabang di luar daerah, aku mendapat tugas menyurvei lokasi."Sambil menyesap kopi, rutinitas malamnya, Mas Reza menatapku lekat. Caca menikmati film kartun kesayangan setelah men
Baca selengkapnya
4. Tatapan Intimidasi
Meski lewat layar, mengapa tatapan itu mengintimidasi?-------"Sepertinya ayah masih tinggal beberapa hari lagi, Ca. Kamu baik-baik aja ma, bunda, ya?" ujar Mas Reza di balik layar. Dua hari setelah acara wisuda Caca. "Siap." Gadis periang itu menaikkan jempol."Bunda mana?" tanya Mas Reza kemudian. Tergesa aku berlari dari arah dapur saat suara Caca memanggil "Ayah nyariin, Bunda," ucap Caca menyerahkan HP, kemudian melanjutkan permainan boneka-bonekanya lagi.Bingung, namun tetap meraih benda pipih itu. Tumben mau bicara langsung sama aku? Biasanya sama Caca aja.Aku menatap layar, Mas Reza memakai kemeja putih tersenyum manis, sepertinya sudah siap. Ia lantas melambai ke layar dengan kaku, aku melakukan hal sama. Untung ia jauh, kalau tidak pasti ia tahu berisiknya kerja jantung di balik kulit ini dengan jarak begitu dekat. "Gimana kabarmu?" Menurutku ini pertanyaan basa-basi."Baik," jawabku singkat tanpa berani menatap netra teduhnya."Masih ada pekerjaan belum kelar, Zahrah.
Baca selengkapnya
5. Cemburukah dirimu, Mas?
Mas Reza memeluk Caca, netranya tak lepas dariku. Kalau ia bersikap aneh begini terus, bisa-bisa aku periksa di poli jantung. -----"Ada yang nyariin, Mbak, penting katanya," bisik Angga ketika aku sedang menata meja untuk menyiapkan makan siang untuk para tamu dan kerabat.Aku mengangguk, tapi tak menghiraukan. Mengingat adikku yang baru tamat SMP itu sering bercanda."Cepetan, Mbak, ntar tamunya pulang." Tak beranjak Angga menunggu."Serius, ni? Cacanya mana? Kok, ditinggal pona'annya?""Itu ... Caca sama tamu yang nyariin, Mbak." Ia menunjuk ke luarDahiku mengernyit, tumben Caca mau diambil sama orang baru?Aku menyelip keluar di antara keramain kerabat. Ibu duduk di ruang tengah berbincang dengan tetamu.Di bawah tenda pengantin yang telah terpasang tiga hari lalu, banyak keluarga laki-laki bercengkrama antar mereka.Kucari sosok Caca. Deght.Jantung ini kembali bergeser, melihat Caca duduk di pangkuan Mas Reza. Di sebelahnya ada bapak, om-om dari keluarga ayah-ibu, dan Mas Dana
Baca selengkapnya
6. Debar
Mengingat Mbak Rita ingin baikan, ditambah cara memandang Mas Reza, aku tahu, ia mengharapkan mantan suaminya kembali. Dada seakan kembali menyempit membayangkan itu semua.------Memandangi wajah Caca tidur tanpa melepas mukenah, salat berjamaah selesai, ia pun langsung melepaskan lelah.Kehadiran bidadari kecil ini membuat hidup berwarna. Namun, sekaligus hambar mengingat hubunganku dengan ayahnya.Sambil menyalahkan TV, aku menyetrika pakaian, tak lama berselang terdengar salam Mas Reza dari masjid.Ia langsung duduk di sofa, sambil menyeruput kopi, kebiasaanya setiap malam. "Udah siap ngejelasin isi pesanku tadi siang?"Pertanyaannya tak menghentikan pergerakan tanganku, walau tatapnya mulai tak sabar, aku membereskan lipatan terakhir sekaligus pura-pura tak menghiraukannya."Zahrah." Mas Reza memanggil lembut. Aku berpindah, duduk dua sofa di antaranya. "Ceritalah tentang Danar." ujarnya setelah mematikan TV. Aku terdiam lama guna merangkai kata tepat dalam hati. "Sebaiknya Ma
Baca selengkapnya
7. Mereka di Restoran
Dua kata yang keluar dari bibir berukuran sedang itu, sukses membuatku mendarat darurat. Rasanya seperti terjungkal di atas tanah.--------------------"Caca, ayah nggak bisa nemanin beli seragam baru besok. Sama Bunda, aja, ya?"Mas Reza duduk di sofa ruang keluarga, tempat favorit kami berkumpul pada waktu senggang. Wajahnya terlihat gelisah, setelah menerima panggilan telepon."Keluar kota lagi? Berapa hari, Ayah?" Caca berpindah ke pangkuan Mas Reza, menyandarkan kepala di dada bidang itu. "Peresmian kantor cabang baru, yang diurus kemarin-kemarin, untuk sementara masih nyewa gedung dulu." Nanar pria maskulin itu menatap. Mungkinkah kalimat itu ditujukan untukku? "Emangnya nggak bisa kerja tanpa pergi terus gitu? Seperti ayahnya Sisil?" Protes Caca yang entah berapa sekian kali. Sejak gadis kecil itu bersekolah di TK, sering membandingkan Mas Reza dengan ayah teman-temannya, yang hampir setiap hari menjemput.Aku meletakkan pakaian Mas Reza yang telah rapi di atas meja setrikaan
Baca selengkapnya
8. Bukan Hadiah yang Kubutuhkan
Jiwa berontak mendengar kata istri darinya. Apakah layak diri ini menyandang gelar itu? Bukankah aku tak dibutuhkan sebagai istri? Bukankah ada mantan akan menjadi istri seutuhnya? ------------------"Caca senang, deh, hari ini jalan-jalan ma Om Tio."Bidadari cantik itu menyeruput ice cream, tangan sebelah mengeluarkan plastik penuh makanan."Oh, ya." jawabku tetap fokus menyetir menuju rumah, sesekali menanggapi celotehannya. Seperti ia telah lupa dengan laku Mas Reza tadi siang."Ayah, udah pulang." Caca melompat turun, setelah mobil berhenti, dan melihat pagar terbuka, ada roda empat Mas Reza terpakir. Halaman rumah Oma ini memang luas. Tumben Mas Reza keluar kota hanya semalam? Ini juga pulang tanpa ada pemberi tahuan? Entah kenapa sesak ini muncul lagi, padahal aku sudah ikhlas. Apapun terjadi sampai ke rumah ini dan sebelum bertemu pria pembuat galau itu, semoga hati ini baik-baik saja. Ya ... Allah ... Mohon beri hamba kekuatan dan keikhlasan lebih. Pliss. Walaupun ragu
Baca selengkapnya
9. Kurang Fokus
Membelai kepala tertutup jilbab itu tulus, andai sekarang kau ingin bersama hanya mamah dan ayahmu saja, aku siap sayang, karena itu sedang kuusahakan sekarang. --------------------"Rumahnya nggak bagus, kotor." Caca mengibas-ngibas pakaiannya setelah kami mengelilingi bangunan tingkat dua model lama.Salah tingkah Mas Reza melirik, mungkin karena penolakanku semalam. "Kalau udah dicat ulang dan direnov sedikit. Pasti bagus lagi, kok." Aku menyentil lembut hidung Caca. Sedang Mas Reza tersenyum bahagia, tampak bernafas lega. Meskipun berusaha menghindari lelaki yang susah ditebak itu, tapi aku tetap menjaga kebahagiaannya. Bapak-ibu benar, aku memang tertutup. Namun, lebih mementingkan orang-orang di sekitar. "Rumah ini kosong sekitar dua tahun, kamu boleh membuatnya jadi apa saja, eitempati juga boleh." Pria berhidung mancung itu berucap sambil fokus menyetir."Emang Bunda mau tinggal di sana?" ucap Caca sambil mengunyah roti sisa pemberian Mas Tio kemarin. "Entahlah sayang,
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status