Share

10. Masih Mengharapkannya

Aku sedang memantrai diriku sendiri.

Memaksa kamu melihatku bukanlah solusi.

Aku terus memantrai diriku sendiri.

Bahwa biar saja anganku tentangmu hanya akan ada dalam fikir ini.

Aku terus memantrai diri sendiri

Biar saja bila nanti kau melihatku, pun itu karna memang kau ingini.

Aqila merenungi kembali niat hatinya untuk ingin bersama Deo, setelah melihat apa yang dilakukan Deo pada Siska, nyali Aqila tiba tiba saja menciut. Ia tak siap patah hati, apalagi dipatahkan sehina itu.

Wilda terus menyenggol bahu Aqila, seperti ada sebuah kode yang ingin disampaikan. "Apa?" Aqila masih tak mengerti apa yang diinginkan sahabatnya itu.

Mata Wilda memberi isyarat agar Aqila menoleh kesamping kirinya. "Oh Elang." Kini Aqila tau apa yang dimaksud sahabatnya itu.

"Elang." Gadis cantik bertubuh mungil itu melambaikan tangan ke Elang, memberi tanda agar Elang mendekat.

Dengan senyum sumpringah Elang mendatangi Aqila yang tengah bersama Wilda, dibelakang Elang, Reno dan Dito mengekor tapi entah dimana Deo. "Udah pada mau pulang?"

"Iya ini baru aja mau pulang. Elang mau pulang?" Aqila basa basi bertanya, ada sebuah agenda percomblangan yang akan ia lakukan.

"Iya kebetulan lagi ngak ada rapat OSIS, jadi langsung pulang. Mau bareng?" Ahh Elang memang selalu begitu. Seorang lelaki yang gantle.

"Nggak pulang sama Reno sama dito?" Sejak tadi memang hanya Elang dan Aqila yang terlibat percakapan, sementara Wilda hanya sibuk terus mencubit cubit kecil badan Aqila, entah apa lagi maunya.

"Tenang aja La, kita berdua boncengan, jok belakang Elang masih kosong, tenang aja." Reno mulai ikut bersuara. Biasanya kalau Reno sudah ikut buka suara, suasana akan jadi riuh.

"Iya jones gini, gimana mau ada yang ngisi jok belakang, dulu mah Deo penghuni tetap jok belakang, sekarang si kampret satu itu sibuk ngurusin pacarnya.Hahaha" Guyonan Dito disambut gelak tawa yang lain.

Memang benar kan, sekarang Deo lebih memilih mengisi jok belakang motornya dengan wanita wanita cantik. Elang telah tersisih. Seperti sekarang, Deo pasti tengah sibuk dengan pacar pacarnya itu.

"Kalau Elang mau mah jok belakang udah lama keisi, iya ngak Lang?" Aqila sengaja mengatakan itu untuk melancarkan aksinya, lagi pula apa yang dikatakanya benar kan? Elang tampan, Ketua OSIS dan lumayan pintar, ya meski tak sepintar Deo. Tapi itu semua sudah cukup kan untuk menjadikannya Kriteria idaman wanita?.

"Bisa aja la. Jadi bareng pulang? " Seperti biasa Elang tak akan menanggapi pujian terhadap dirinya.

"Anterin Wilda pulang ya? dia harus segera sampai rumah, mau jenguk nenek nya." Sebenarnya hanya akal akalan Aqila saja untuk bisa mendekatkan Wilda dengan Elang. Kebetulan sekali jika Elang menawari pulang bareng.

Lama Elang termenung, sepertinya bingung ingin menjawab apa. "Kamu ntar pulangnya sama siapa?"

"Aku mah gampang, yang penting Wilda harus cepet pulang. Kamu bisa kan nganterin?" Kalo sudah begini Elang pasti tak sampai hati untuk menolak.

"Atau gini aja, nanti habis nganter Wilda aku balik jemput kamu?" Elang menawarkan sebuah solusi.

"Aku dijemput kok." Lagi lagi Aqila berbohong untuk meyakinkan Elang. Bagi Aqila bisa membantu Wilda dan Elang dekat cukup membuat nya senang. Keduanya orang yang baik. Akan cocok bila bersama.

"Emm yaudah, sekarang Will? " Kini pandangan Elang berpindah ke Wilda yang sedari tadi diam seribu bahasa.

"Iy iya iya." Wilda menjawab dengan terbata bata. Tak menyangka dirinya akan diantar pulang Elang.

"Atau lu mau gue anter pulang La? gue si lebih tertarik mboncengin cewek cantik dari pada mboncengin gentong" Reno bercanda dengan pura pura menggoda Aqila.

Dito menoyor kepala Reno dengan sangat keras, bercandaan khas mereka. "Awas aja ntar gue udah kaya Deo, jadi badboy sekolah sibuk ama cewe cewe trus elu kangen gue."

"Jijik woy gue kangen ama elu." Reno begidik menjawab sahabatnya itu.

"Aqila mending pulang ama gue, terjamin keamananya." Kini giliran Dito yang menggodanya. Tapi Aqila hanya terkikik melihat candaan dua manusia ini. Bahkan Reno dan Dito saja kenal dirinya, sedangkan Deo? sudah bertemu ribuan kali tetap tak mengenalnya.

"Mending di anterin abang abang gojek si dari pada di anterin kalian, hahaha." Aqila balas menjawab candaan dua manusia yang tengah merayu nya.

"Wah parah, gini gini kita ngak kalah ganteng dari Elang ataupun Deo." Reno menggelengkan kepalanya tanda tak percaya.

"Masih gantengan gue jauh lah malahan." Dito ikut tak Terima. Tentu saja hanya bercanda.

Sementara Aqila lekas pergi meninggalkan Reno dan Dito yang masih berdebat, mengenai siapa yang lebih tampan. Bisa tak pulang bila terus mendengarkan perdebatan dua anak adam itu.

*****

Rintik hujan mulai turun siang ini, angin semilir bergerak sejak tadi, tapi taksi online yang sejak tadi dipesan Aqila belum juga menunjukkan tanda tanda kedatangan. Bahkan maps pada aplikasi menunjukkan sang pengemudi tak bergerak menuju ke tempatnya berada. Padahal jarak antara dirinya dan tempat taksi online terakhir berada tak jauh.

"Hallo pak sampai mana?" Aqila memutuskan untuk menelphone supir taksi online yang tak kunjung memberi kabar apalagi datang.

"Maaf mba, saya kecelakaan, di cancel aja ya mba, nggak papa kan mba. Sekali lagi saya minta maaf mba." Terdengar suara bergetar dari seseorang disebrang sana.

"Iya Pak nggak papa, aduh maaf ya pak kalo saya tadi bikin bapak buru buru." Aqila merasa tidak enak, jangan jangan bapak supir taksi kecelakaan karna terburu buru mendatangi Aqila?.

"Bukan, mba saya aja tadi yang kurang hati hati. sekali lagi maaf ya." Panggilan telephone akhirnya di akhiri setelah kedua nya sepakat membatalkan aplikasi online.

"Cari." Aqila kembali berselancar pada aplikasi transportasi online warna hijau dengan logo huruf G itu. Mencari pengemudi baru yang siap mengantar nya pulang.

"Ckk, susah banget." Berkali kali dia mencari, tapi tak kunjung ada yang nyantol, memang di jam jam segini akan sulit sekali mendapatkan taksi online, tentu saja karna ini adalah jam sibuk. Jam pulang sekolah sekaligus jam makan siang.

"Atau minta jemput ayah?" Aqila mulai berinisiatif menghubungi ayahnya saja. Dari pada harus disekolahan sampai sore? ngeri juga, mengingat sekolahan juga mulai sepi. Akan sangat berbahaya kan? anak gadis sendirian?.

"Kakinya udah sembuh kan?" Seseorang tiba tiba menghentikan motor sport warna hitamnya didepan Aqila.

Aqila hanya termenung, membeku, ditempatnya duduk. Ia tak sedang bermimpi kan? dia tak sedang berkhayal kan? ini benar benar nyata?.

Kalau ini mimpi aku tak mau bangun. Kalau ini hanya khayalan aku tak mau sadar.

"Hai nggak papa kan?" Kini orang tersebut turun dari motornya dan duduk disamping Aqila.

"Nggak ngak papa." Mata Aqila masih mengerjap tak percaya.

"Syukurlah aku khawatir, harus nya pas dulu aku nganterin kamu pulang, aku jadi merasa bersalah." Deo mengucapkanya dengan penuh rasa sesal.

Deo khawatir sama aku? tapi itu kan udah empat bulan yang lalu, kenapa baru ingat sekarang?.

"Nggak papa cuman lecet dikit aja dulu."  Sedikit berbohong tak apa kan? meski dulu sebenarnya kaki nya agak terkilir.

"Sebagai permintaan maaf gimana kalau aku anterin pulang?" Deo menatap Aqila dalam.

"Anterin pulang?" Aqila benar benar tak percaya dengan apa yang dia dengar barusan.

"Kenapa Aqila ngak mau?atau takut ada yang marah?" Pertanyaan macam apa itu? siapa juga yang akan marah? selama ini Aqila hanya menatap seorang Deo kan?.

"Kamu tau nama ku?" Akhirnya, cita cita sederhana Aqila tercapai. Bukanya selama ini dia selalu memimpikan Deo tau namanya, hanya tau namanya akan membuatnya senang bukan kepalang. Dan sekarang Deo benar benar tau namanya. Deo tau ada makhluk bernama Aqila disekolah? tunggu! tapi dari mana dia tau?.

"Siapa yang tak tau Aqila?" Jawaban yang ambigu. Tak memberi penjelasan apapun. Jadi pada pertemuan ke berapa Deo sudah tau keberadaan Aqila? saat Aqila mengobatinya di UKS? Saat Aqila memberi nya bunga mawar kuning setelah dicampakkan Nadine? atau bahkan sejak saat Deo meminjamkan jaket?.

"Aku kira kamu nggak tau aku." Aqila merunduk tak tau harus berkata apalagi. Dia terlalu salah tingkah untuk menyikapi situasi ini.

"Deo." Deo mengulurkan tangannya untuk dijabat Aqila.

Aku udah tau nama kamu lama Deo.

Aqila tersenyum menerima uluran tangan Deo, biar sajalah, anggap saja ini pertemuan pertamanya, perkenalan pertamanya. "Aqila." Dijabatnya tangan Deo sebagai tanda perkenalan.

"Jadi gimana tawaran aku buat nganterin kamu pulang? diterima? sebelum hujan turun." Deo mengucapkanya sambil menunjuk langit yang awannya sudah berubah warna menjadi hitam, sepertinya hujan akan turun deras.

"Nggak ngerepotin?" Terlihat keraguan di mata Aqila, tadi dia sudah janji dengan Wilda untuk tak lagi mengharapkan Deo.

"Emang mau sampai kapan nunggu taksi online? nggak takut sendirian disini?." Benar benar orang yang sulit ditebak, Deo tak pernah memberi jawaban jelas, hanya memberi suatu pernyataan untuk kemudian Aqila analisis sendiri.

"Emmm, iya boleh." Akhirnya Aqila menerima tawaran Deo untuk mengantarnya pulang.

"Nah gitu dung, aku nggak bawa jas hujan, gerimis dikit nggak papa kan?" Deo mengucapkanya sambil memberikan helm.

Hanya anggukan yang diberikan Aqila, jangankan hanya gerimis, banjir bandang juga di tak apa kan kalo itu berdua dengan Deo.

"Sini biar aku bantuin." Deo mengaitkan pengaman pada helm yang dipakai Aqila.Kalau sudah begini yakin Aqila mau move on?.

Jangan baper jangan baper Aqila, Deo memang baik kesemua orang. Jangan berasa diistimewakan. Jangan Aqila.

Deo mengulurkan tangan kanannya, membuat Aqila bingung. "Buat pegangan, motornya tinggi." Apalagi ini? apa Deo sengaja membuat Aqila tak bisa melupakanya?.

Motor sport milik Deo memang tinggi, dengan tinggi badan yang tak terlalu tinggi tentu saja membuat Aqila kesusahan naik, tapi bukan berarti tak bisa naik sendiri. Sudah seperti princess saja.

Aku rasanya sulit bernafas, atau tak usah bernafas? jangan pingsan Aqila jangan.

Berkali kali Aqila mengatur detak jantungnya yang tak beraturan, andai saja diizinkan, jantungnya pasti sudah melompat keluar sejak tadi, saking senangnya.

"Siap?" Deo melirik Aqila dari kaca spionnya. Sedang wajah Aqila sekarang sudah mirip kepiting rebus, saking merahnya

"Iya." Nyaris tak ada suara yang keluar dari mulutnya.

"Pegangan." Deo menarik kedua tangan Aqila agar melingkarkan di perutnya, hingga seperti sedang memeluk dari belakang. Yang sukses membuat mata Aqila membulat sempurna.

"Kamu nggak takut kan kalau dibawa ngebut?soalnya sebentar lagi turun hujan, kasian kan kalau orang cantik kena air hujan,ntar karatan gimana?" Deo terus saja berbicara banyak hal yang lucu, Aqila baru tau, selain tampan Deo juga pandai membuat lelucon. Satu lagi, tentu saja pandai merayu.

Aqila hanya tertawa menanggapinya, perasaanya saat ini campur aduk, antara senang, malu, dan juga takut. Takut bila harapanya kembali membumbung tinggi. Dengan semua perlakuan Deo tadi, pasti akan semakin sulit melupakan. Padahal bisa saja Deo melakukan semua hal ini benar benar hanya sebagai permintaan maaf karena menabrak Aqila tempo hari.

Bagaimana jika hatiku kembali penuh dengan semua tentangmu Deo.

Deo sudah bukan yang dulu lagi, dia sudah banyak berubah. Bukan tidak mungkin jika apa yang dialami siska juga akan dialaminya. tapi kenapa harus berfikir sejauh itu? bisa saja Deo tak pernah berniat menjadikan nya pacar? nah kan, belum apa apa harapan sudah kembali meninggi.

"Jaket aku belum kering ya emangnya?" Deo kembali membuka percakapan.

"Jaket apa?" Aqila sebenarnya tau arah pembicaraan ini, hanya saja dia ingin memastikan apakah perkiraanya benar bahwa  Deo sudah menyadari keberadaan nya sejak lama.

"Jaket yang aku pinjemin pas rok kamu sobek." Deo kembali tersenyum melalui spionnya. Nah, benar kan. Deo sudah menyadari keberadaan Aqila sejak lama.

"Kamu inget?" Aqila benar benar tak menyangka Deo benar benar mengingat nya.

"Kamu fikir aku amnesia? kamu ini jaket orang dipinjam hampir dua tahun. hahaha." Tawa Deo meledak, apalagi kini wajah Aqila semakin tertunduk.

"Iya maaf, masih aku simpen kok jaketnya." Aqila benar benar merasa tak punya muka sekarang, sebenarnya Aqila bukanya berniat tak mengembalikan jaket itu, hanya saja ia berharap Deo mau mencarinya. Gila bukan?.

"Oh dibuat kenang kenangan gitu ya?."

"Bukan gitu, ya tapi.. ahh pokoknya gitu." Aqila tak tau harus berkata apa.

"Emm Aku kira kamu ngak pernah inget sama aku?" Aqila kembali menanyakan hal yang tadi tak di jawab Deo dengan jelas, mungkin saja kali ini akan di jawab dengan benar?.

"Mana mungkin aku lupa? sama orang yang minjem jaket aku ngak dibalikin, udah gitu bantuin aku pas nembak Wilda, ehh jaket aku tetap ngak dibalikin, bahkan sampai sekarang aku nganterin dia pulang jaket aku tetep ngak dibalikin." Deo sengaja kembali menggoda Aqila, menurutnya Wajah Aqila sangat menggemaskan jika malu.

"Ohh iya pas ngobatin aku di UKS jaket aku juga ngak dibalikin kan? hahaha." Sejak tadi Deo selalu tertawa, hal yang sudah lama tak dilihat oleh Aqila semenjak Deo berubah menjadi sosok yang menyeramkan.

"Yaudah nanti aku balikin. tenang aja masih utuh dan makin wangi."

"Kirain udah dijual." Lagi lagi Deo melirik nya melalui spion. Mungkin hari ini adalah salah satu hari paling bersejarah dalam hidup Aqila, bahkan tak pernah terfikir bahwa ia dan Deo akan menjadi dekat seperti ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status