Share

Part2

"Mas sudah makan? Naya siapin, ya?"

"Tidak usah. Mas sudah makan tadi sama klien," jawabnya masih dengan ucapan yang lemah lembut. Mas Ilham pun langsung bergegas pergi mandi. 

Ya, Allah. Ini untuk kesekian kalinya Mas Ilham tidak makan malam di rumah. Selalu pulang larut malam dan setiap mandi selalu keramas. Hatiku semakin yakin, kalau dia benar-benar sudah tidak mencintaiku lagi. 

Selesai mandi, dia langsung membaringkan diri di ranjang. Tak ada lagi obrolan-obrolan sebelum tidur denganku. Baik itu perihal pekerjaan di kantor ataupun tentang sekolah Alta, putri tunggalnya.

.

Keesokan paginya aku kembali menemui Ratna, untuk bertukar pikiran. Entah kenapa sehabis curhat dengannya aku selalu merasa tenang dan kembali bersemangat. 

"Jadi apa yang harus aku lakukan, Rat? Kebanyakan yang aku baca dari cerita tersebut semua istrinya putri konglomerat, dan suami yang berselingkuh itu malah numpang hidup sama istrinya. Ya mudah saja untuk memberi pelajaran kepada suami dan selingkuhannya. La aku? Boro-boro anak orang kaya, kebutuhan bulanan Bapak dan Ibu di kampung saja masih dibiayai Mas Ilham," aku kehilangan semangat. 

"Memang kamu itu dari dulu lugunya tidak mau hilang ya. Sudah lama tinggal di kota pun masih juga udik. Memangnya kamu pikir para pelakor-pelakor itu aslinya juga anak orang kaya?" aku menggeleng.

"Justru mereka itu juga wanita kelas bawah yang mau hidup enak dengan morotin laki-laki hidung belang berkantong tebal seperti suami kamu itu. Mau hidup enak tapi malas kerja," imbuhnya sewot. 

Dalam hati aku membenarkan apa yang dikatakan oleh Ratna. Untunglah Ratna tidak termasuk wanita seperti itu. Meski dia belum menikah dan hidup sederhana hanya sebagai perawat di sebuah rumah sakit, tapi tak pernah sekalipun kulihat hidupnya melenceng yang bukan-bukan. 

"Tapi aku merasa sakit, Rat. Setiap kali kulihat foto-foto Mas Ilham dengan wanita itu. Ingin sekali rasanya aku menanyakan langsung dan menuntut jawaban kepada Mas Ilham, kenapa dia sampai hati mengkhianati ikatan suci pernikahan kami yang hampir tidak pernah bermasalah sampai saat ini," tanpa terasa air mataku mengalir di hadapan Ratna. 

"Iya, Nay. Aku mengerti perasaan kamu. Semua wanita pasti juga akan mengalami hal yang sama. Kamu yang sabar dulu ya? Jangan gegabah. Kalau kamu sudah hilang perasaan kepada Mas Ilham, setidaknya kamu pikirkan juga kehidupan orang tua kamu di kampung."

Aku memandang nanar wajah Ratna. Benar sekali apa yang dikatakan Ratna. Bapak dan Ibu pasti merasa sangat terpukul dengan apa yang akan terjadi jika aku  berpisah dari Mas Ilham sekarang. Belum lagi aku yang sama sekali tidak bekerja dan sama sekali tidak punya penghasilan. 

Apa lagi belum ada keturunan yang bisa mengikat kami, pastilah dengan senang hati Mas Ilham melepaskanku begitu saja, tanpa harus memikirkan memberi nafkah bulanan untuk anak kami. 

"Jadi, Rat. Apa aku harus berdiam diri terus menerima semua ini hanya karena aku masih butuh nafkah dan harus merelakan hati dan tubuh Mas Ilham dimiliki oleh wanita lain?"

"Ya tidak begitu juga kali, Nay. Pintar dikit dong. Setelah kamu berhasil nanti mendapatkan seluruh uang dari Mas Ilham, baru deh kamu bisa pergi dari rumah itu dengan tenang."

"Maksud kamu?" aku masih belum mengerti. 

"Dasar lemot," ejek Ratna. "Kamu porotin dulu uang suami kamu seperti wanita tidak tahu malu itu. Setelah cukup banyak yang kamu dapatkan, baru deh kamu ungkapkan semuanya di depan semua orang dan keluarganya sehingga Mas Ilham dan wanita pelakor itu malu telah bermain di belakang kamu."

"Caranya bagaimana, Rat?" aku yang selama ini jarang bergaul masih merasa bingung harus berbuat apa. 

"Tenang saja, biar aku yang membimbing kamu sampai mereka berdua kena karma atas perbuatan mereka sama kamu," ucap Ratna penuh keyakinan. 

Mau tidak mau aku harus mengikut dengan rencana Ratna. Toh tidak ada salahnya juga di coba. 

"Jadi sekarang aku harus pura-pura tidak tahu dulu tentang perselingkuhan Mas Ilham?" lagi-lagi aku meyakinkan. Ratna mengangguk. 

"Pokoknya, peras habis duitnya, lalu tinggalkan." Aku dan Ratnapun merencanakan sesuatu. 

Tunggu saja, Mas. Aku tidak akan lagi selugu itu. Kamu sendiri yang membuatku jadi seperti ini. 

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
dadar otak babu dan g bisa mikir. terima aja nasib mu jd pengasuh anak tiri mu merangkap babu. jd apa yg jau bisa, cuman mengangkang nyet
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status