Share

Part6

"Naya? Ngapain di sini?" suara seseorang menegurku dari dalam mobil. Diapun langsung turun menyapa kami. 

"Eh, Mas Rafi. Lagi nunggu Ayahnya Alta, Mas," sahutku sambil tersenyum. Mas Rafi adalah rekan kerjanya Mas Ilham. Kami sempat berkenalan di hari yang sama saat temanku mengenalkanku pada Mas Ilham. 

Ada perasaan heran di wajahnya. Memangnya tidak boleh aku mengunjungi kantor suamiku sendiri. 

"Mas Ilham tadi lagi telfonan di toilet," jawabnya tanpa aku bertanya. 

"Oh, Iya Mas. Tidak apa-apa. Nanti juga turun," sahutku kemudian. 

"Ya sudah kalau begitu. Mas duluan ya."

Dia pun pergi meninggalkan kami. Tak lama Mas Ilham keluar dengan wajah murung. 

"Ada apa, Mas?" tanyaku heran. 

"Sudah, tidak apa-apa. Masuk saja," aku dan Alta mengikutinya masuk ke mobil. 

Kami berhenti di sebuah toko mas tak jauh dari kantor Mas Ilham. Dia dan Alta duduk menunggu di kursi luar sembari bolak balik mengecek gawainya. Terlihat raut wajah yang penuh kekhawatiran. 

Apa jangan-jangan dia bertengkar dengan wanita selingkuhannya itu? Mungkin saja. Siapa tahu sebenarnya mereka sudah ada janji bertemu hari ini. Tapi kemudian dibatalkan oleh Mas Ilham karena hari ini ada janji denganku. 

Sudahlah. Bodo amat. Mau bertengkar atau sayang-sayangan aku sudah tidak perduli. Pokoknya sebelum uang Mas Ilham habis aku tidak akan berhenti. Biar jadi gembel kalian berdua. 

Dengan rasa kesal aku memilih asal perhiasan-perhiasan ini. Aku mengambil dua buah cincin, dua buah gelang dan seutas kalung dengan mainan bergambar hati. Entah berapa harganya aku pun tak tahu. Semoga saja Mas Ilham mau membayar dan tidak menaruh curiga dengan sikapku ini. 

"Semuanya tiga puluh lima juta enam ratus tujuh puluh ribu ya, Mbak," ucap si penjaga toko. 

Mati aku! Mahal sekali ternyata. Bagaimana ini? Malu sekali kalau sampai harus membatalkannya. Tak lama Mas Ilham datang mendekat. Dilihatnya harga yang tertera di surat tanda terima. Dahinya mengernyit, lalu kemudian mengeluarkan sebuah kartu dan memberikannya ke si penjaga toko. 

Huft.. selamat. Mas Ilham tidak protes sedikitpun. Kenapa tidak dari dulu saja aku minta ini itu kepadanya. Ada rasa kasihan juga sebenarnya. Tapi mau bagaimana lagi. Pokoknya tidak ada ampun untuk kamu yang berani menduakanku. 

"harganya kemahalan ya, Mas?" aku pura-pura merasa tidak enak. 

"Ya sudahlah, mau bagaimana lagi," ucapnya pasrah. Terkesan tidak ikhlas. Tapi mana aku perduli. 

"Mas, aku mau ajak Alta makan es krim di Mall. Tapi duit belanja hari ini sudah habis," aku sudah mulai lebih berani. 

"Iya, Yah. Tadikan Ayah buru-buru. Jadi Alta makan es krim sama Bunda aja," pas sekali Alta selalu mendukung setiap ucapanku. 

Kami kembali ke kantor Mas Ilham. Dari sana kami bisa naik taksi online karena jaraknya tidak jauh dari rumah kami. Kami sampai di depan kantor dan bergegas turun setelah Mas Ilham memberiku beberapa lembar uang merah. 

Alhamdulillah, lagi-lagi rencana yang dibuat Ratna berhasil. Tapi, belum saja kami melangkah, kulihat mobil Mas Ilham di cegat oleh seorang wanita. Tak membutuhkan waktu lama, wanita tersebut langsung melesap masuk ke dalam mobilnya dan mereka berhenti di parkiran. 

Lama aku menunggu, ada rasa panas di dada ini. Apa yang mereka lakukan di dalam mobil ditengah hari bolong seperti ini. Ingin sekali rasanya aku menghampiri dan mempermalukan mereka. 

Tapi pasti nanti semuanya akan menjadi kacau. Rencana-rencana yang sudah di susun Ratna dengan rapi pasti juga akan berantakan. Aku hanya bisa beristighfar di dalam hati. Tak terasa air mataku mengalir di sudut netra. 

"Bunda kenapa menangis?" tanya Alta tanpa kusadari. 

"Eh, Bunda tidak menangis kok. Bunda cuma terharu saja dibelikan perhiasan sama Ayah," jawabku berbohong. 

"Jadi kan kita makan es krimnya?"

"Iya, sayang. Jadi kok. Ya udah, yuk. Kita tinggal nyebrang ke mall itu aja."

Aku pun menggandeng tangan Alta untuk menyeberang ke mall yang memang letaknya hanya berseberangan dengan kantor Mas Ilham. 

Bagaimanapun aku berusaha untuk tidak mencintai Mas Ilham lagi, tetap masih ada rasa sakit menyelimuti hati ketika melihat dia dengan wanita lain. 

Selesai mengajak Alta makan eskrim, aku singgah ke rumah Ratna. Kebetulan hari ini dia sedang berada di rumah karena harus bertugas  malam nanti.

Aku menceritakan tentang apa yang kulihat di parkiran kantor Mas Ilham tadi kepadanya. 

"Yang sabar dulu ya, Nay. Kamu harus kuat. Ini kan demi kamu juga," Ratna berusaha menenangkanku.

"Iya, Rat. Ini juga aku sedang berusaha untuk kuat walaupun sebenarnya aku ingin sekali melabrak mereka berdua."

"Apa dia juga pegawai di kantor Mas Ilham, Nay?"

"Sepertinya bukan. Dia tadi berpakaian biasa saja. Pokoknya seksi lah. Pantas saja Mas Ilham tergila-gila padanya, kalau setiap saat disodori penampakan seperti itu," hatiku semakin panas. 

"Sudah, sudah. Nih perhiasan imitasinya. Buat jaga-jaga. Perhiasan yang asli cepat kamu amankan. Kalau perlu jual aja lagi. Kamukan tidak membutuhkannya."

"Iya, Rat. Nanti aku jual kembali. Tapi ada satu hal dulu yang mau aku lakukan dengan perhiasan ini," Ratna pun tersenyum sumringah. 

"Nih satu lagi," ujarnya sambil mengibas-ngibaskan sesuatu di tangannya. 

Akupun kembali tersenyum dengan rencana Ratna selanjutnya. 

*****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status