Share

Part5

Hari ini ada pertemuan orang tua murid di sekolah Alta. Sepulang dari membuat rekening tabungan, aku menyusul ke sekolah. Seperti aktifitas harian, pagi Mas Ilham yang mengantar ke sekolah. Siangnya aku yang menjemput dengan naik ojek online.

Para ibu-ibu sudah mulai berkumpul di tempat yang sudah di sepakati. Kami makan siang di sebuah foodcourt outdoor yang ada taman bermainnya. Sementara anak-anak sibuk bermain bersama. Tujuan perkumpulan kali ini untuk membentuk grup arisan dari wali murid kelas 1a, kelas dimana Alta belajar.

Sebenarnya aku malas ikut acara seperti ini, selain buang-buang waktu, juga membuang-buang uang. Tapi lagi-lagi Ratna menyuruhku untuk ikut, setidaknya hanya untuk hari ini saja.

Sebagai  barang bukti dan juga ada Alta sebagai saksi. Dasar Ratna, pintar sekali idenya kali ini. Tapi, apa mungkin kali ini juga akan berjalan lancar seperti kemarin? 

Kali ini Mas Ilham pulang cepat seperti dulu. Jam enam sore sudah sampai di rumah. Tumben sekali dia tidak pergi berkencan. Apa karena wanita murahan itu lagi ngambek, karena uang jatahnya berkurang gara-gara Mas Ilham memberikanku uang dua juta tadi pagi. 

Tapi uang itu tidak seberapa dibanding dengan jumlah tabungan Mas Ilham. Pernah secara tidak sengaja aku melihat sendiri jumlah saldo di Atmnya Mas Ilham. Saat itu Mas Ilham menarik uang ketika kami jalan-jalan ke Mall beberapa waktu yg lalu. Ada tiga digit angka di depannya. Cukup besar untuk dia simpan seorang diri. 

Tentu saja, sudah bertahun-tahun Mas Ilham bekerja di sana. Tentu gajinya tidak akan main-main. Belum lagi bonus yang dia dapat kalau penjualan sudah mencapai target. Setidaknya  begitulah yang dia ceritakan dulu padaku. Ya, dulu. Sebelum dia berhubungan dengan wanita itu.

Atau jangan-jangan wanita tersebut sedang datang bulan sehingga Mas Ilham akan merasa rugi menemuinya karena tidak akan mendapat jatah apa-apa. Menjijikkan sekali kalau harus membayangkannya, entah sudah berapa kali mereka tidur bersama. Aku juga sudah merasa jijik jika harus melayani Mas Ilham lagi. 

"Bagaimana tadi arisannya? Lancar?" tanya Mas Ilham. Aku hanya memasang wajah kecut, tak menjawab. 

"Kenapa, Nay? Bukannya kamu sendiri yang ingin ikut serta arisan sekolah Alta?"

"Senang sih senang, Mas. Tapi Nay malu," aku kembali merengek. 

"Malu kenapa? Apa mereka tahu kalau kamu bukan ibu kandungnya Alta?"

"Bukan soal itu, Mas. Sekalipun Nay tidak pernah mengatakan kalau Alta bukan anak kandung Nay."

"Terus kenapa Malu?"

"Anu, Mas," aku kembali tertunduk.

"Anu kenapa? Bilang saja. Atau arisan itu harus bayar iuran setiap bulan? Ya sudah, nanti Mas yang bayar," dia menawari. 

Memang kuakui, walau tidak memberikanku uang pegangan, namun Mas Ilham selalu cepat merespon soal pembayaran-pembayaran yang aku minta. 

Terkadang tanpa banyak bertanya secara detil apa-apa yang harus dibayar. Langsung tanya berapa jumlah total yang harus dibayar, kemudian dengan cepat memberikan uang dengan jumlah yang sama. 

Apa karena keroyalannya soal uang itu, makanya wanita itu menggoda Mas Ilham? Ah,  terserah soal siapa menggoda siapa. Toh Mas Ilham juga bersalah dengan meladeni perempuan murahan seperti itu. Sudah tahu punya anak dan istri, masih juga berani bermain dengan wanita lain. 

"Soal iuran bulanan juga sih, Mas. Tapi, masalahnya bukan cuma itu."

"Iya, terus apa?"

"Nay malu. Karena mereka semua memakai banyak perhiasan. Sementara Nay hanya memakai cincin kawin satu ini saja," aku melirik mimik wajah Mas Ilham. 

Kulihat Mas Ilham menghela nafas. Apa mungkin kali ini aku sudah kelewatan? Dia pasti marah dan langsung menyuruhku untuk tidak usah jadi ikut. Uh, dasar Ratna. Kali ini rencananya pasti gagal. 

"Ya, sudah. Besok saat jam makan siang, kamu nyusul Mas ke kantor, ya. Kita beli perhiasan yang kamu mau. Biar kamu tidak malu lagi."

Hah, aku terkejut. Ternyata Mas Ilham mau menyanggupi permintaan konyolku ini. Ya, Allah. Apa sebenarnya yang terjadi? Di cerita yang aku baca, suaminya tiba-tiba berubah dan langsung bersikap pelit. Namun ini apa? 

Dia masih saja baik hati dan mau menuruti permintaanku. Bagaimana kalau ternyata semua foto-foto itu palsu dan Mas Ilham tidak pernah mengkhianatiku? 

Tidak, aku tidak boleh luluh. Mungkin ini hanya akal-akalannya Mas Ilham saja agar aku tidak mencurigainya. Mungkin jika dia berubah pelit, dia akan berpikir aku akan mulai menyelidikinya.

"Benar, Mas? Mas Ilham tidak bohongkan?"

"Iya, buat apa Mas bohong," sahutnya datar. 

Terserah lah, mau datar atau bulat yang penting cair. 

"Terima kasih ya, Mas," ucapku sambil dengan terpaksa memeluknya. Setidaknya aku harus menghilangkan rasa jijikku atas tubuhnya yang sudah nempel sana nempel sini sama wanita lain. 

Untung saja malam ini dia tidak minta yang macam-macam. Kalau tidak, entah bagaimana caraku menolak nya. Kamu sudah tidak bergairah lagi denganku, Mas? Sama, aku juga tidak sudi lagi disentuh olehmu. Kalau perlu sampai nanti kita berpisah, jangan lagi pernah ada hubungan suami istri diantara kita. 

Keesokan harinya, setelah menjemput Alta di sekolah, aku langsung menuju kantor Mas Ilham. Kami hanya menunggu di depan saja, karena sebentar lagi Mas Ilham akan segera keluar. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Alfin Ranawijaya
apakah mungkin yg kirim foto ke Naya cuma fitnah?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status