Share

Duda Pilihan Ayah
Duda Pilihan Ayah
Penulis: Rose

Satu

“Masa Naya harus nikah sama duda sih, Yah….“ Naya membalas dengan malas sambil berdecak.

“Memangnya kenapa kalau duda?“ tanya Aslan membuat Naya terdiam.

Sebenarnya, Naya hanya mencari alasan agar bisa menolak, namun sepertinya ayahnya sangat menantikan perjodohan ini. Naya menghela napas panjang. Sejak seminggu lalu, ayahnya selalu membicarakan soal perjodohan dirinya dengan anak temannya. Padahal dirinya belum kepikiran untuk menikah sama sekali.

Bukan hanya tidak suka dijodoh-jodohkan, masalah yang lain adalah laki-lai yang dikenalkan ayahnya itu sudah berusia 32 tahun, dan pernah menikah. Bagi perempuan berusia 23 tahun sepertinya, tentu saja itu terlalu tua.

“Tapi, Yah… Ayah tega emang nikahkan anak perawannya sama duda?” Naya masih mencoba untuk merayu ayahnya.

“Kalau Bunda sama Ayah sih ngga papa,“ jawab sang Bunda yang duduk di sebelah ayahnya. Senyum bundanya membuat Naya mengerucutkan bibirnya kesal.

"Nak Dewa itu baik, dewasa dan sudah mapan, Nay. Ayah yakin dia bisa membimbing dan membahagiakan kamu nantinya,“ sambung ayahnya yakin.

‘Oh… jadi namanya Dewa… Kok, familiar, ya?’ Naya berpikir lagi. Namanya itu mengingatkannya dengan atasannya dulu, sebelum resign satu bulan lalu.

Dia terkenal sebagai laki-laki yang dingin, tegas dan juga tertutup. Bahkan selama Naya menjadi karyawan, laki-laki itu tidak pernah sekalipun bersikap ramah padanya, justru selalu menindasnya di kantor.

“Naya, cepat siapkan mobil, kita akan meeting di luar.”

“Naya, mana laporan keuangan yang saya minta?”

“Naya, reservasi restoran malam ini.”

‘Naya ini, Naya itu… ugh! Benci banget!’ Naya menggerutu dalam hati kala mengingat ocehan bosnya itu dulu. Semoga saja calonnya ini tidak semenyebalkan Dewa yang itu.

Aslan menatap Naya. “Nay, selama ini Ayah ngga pernah minta apapun dari kamu kan? Dan anggap ini permintaan pertama dan terakhir Ayah."

“Ih, kok Ayah bilangnya gitu sih!” Naya semakin cemberut. Ia sangat lemah ketika ayahnya sudah berbicara seperti itu.

Namun, sang ayah hanya terkekeh, seolah senang karena triknya berhasil. Ia pun melanjutkan, “Ayah udah tua, Nay… Ayah dan Bunda pun ngga selamanya bisa jagain kamu terus.”

"Bagaimana, Nay?“ tanya Wina, bundanya.

Naya menghela nafas. "Bun, Naya belum siap untuk menikah, apalagi laki-laki yang dijodohkan dengan Naya sudah pernah menikah sebelumnya."

Wina menatap Naya. "Ingat nggak Nay, dalam agama kita ada empat kriteria untuk memilih calon suami, yaitu tauhid dan ibadah, akhlak baik, ilmu dan pengetahuan agama, serta keberanian dan kecakapan. Dan keempat kriteria itu bisa kamu jadikan pertimbangan untuk memilih."

Wina mengelus pundak putrinya dengan penuh kelembutan. "Menurut Bunda dan Ayah, Dewa sudah sesuai dengan empat kriteria itu."

Naya terdiam.

"Coba kamu pikirkan lagi, dan ikuti kata hatimu." ujar Wina menepuk bahu Naya, kemudian bangkit dan meninggalkan Naya.

Namun semakin dipikirkan, Naya semakin pusing sendiri. Bunda sudah memberikan nomor telepon Naya ke pria itu, dan mereka sudah sepakat untuk bertemu hari ini.

‘Pokoknya, aku harus menolak perjodohan ini!’ tekad Naya di sepanjang perjalanan menuju tempat pertemuan.

‘Ihhh kenapa malah deg-degan?!’ Naya memegangi dadanya yang berdegup kencang.

Saat ini, ia sudah menunggu di salah satu cafe dekat kantor lamanya. Setelah 10 menit menunggu, akhirnya Naya melihat seorang pria yang berjalan ke arahnya dengan kemeja warna putih yang digulung hingga siku.

“Pak Dewa?” Naya bergumam sendiri ketika Dewa berjalan ke arahnya.

Naya menelan air liurnya sendiri. Ia akui, Dewa terlihat tampan jika berpakaian seperti itu. Apalagi ketika aroma parfum bergamot yang maskulin itu menyapa hidungnya. Jantung Naya semakin tidak karuan.

“Maaf, saya telat.“ ujar Dewa setelah sampai di meja Naya.

“Hah?!” Naya tidak mengerti.

“Kita udah janji bertemu hari ini, kan?” Dewa langsung saja duduk di hadapan Naya.

“APA?!”’

Jadi, Dewa yang ia pikirkan kemarin benar-benar menjadi orang yang akan dijodohkannya. Dewangga Aditama, seorang CEO berusia 32 tahun, yang sudah bercerai dengan istrinya, dan mantan atasannya di kantor dulu.

“Kok, bisa Bapak!” Naya memekik kaget, tapi buru-buru menutup mulutnya. “K-kok… malah Bapak?”

“Memangnya kenapa kalau saya?”

Naya jadi pusing sendiri. Ia tidak bisa berpikir benar sekarang.

Sebenarnya tidak banyak yang Naya tau soal Dewa selain suka menindas. Wajahnya yang tampan, single, dan banyak duit tentunya, siapa yang tidak menginginkan laki-laki seperti Dewangga.

Untuk beberapa detik, mereka tidak saling berbicara. Jujur, Naya merasa canggung karena Dewa adalah mantan atasannya. Terlebih, wajah pria ini kenapa terlihat makin tampan sekarang?

‘Pak Dewa potong rambut kah? Kayak lebih pendek dari sebulan lalu. Eh, itu bekas cukurannya juga baru–’

“Jadi, ada apa, Kanaya?"

Naya terkejut ketika Dewa tiba-tiba bertanya dan membuyarkan lamunannya. “B-bapak ngga mau pesan minum dulu?“

“Ice americano.“ jawab Dewa.

Naya memesankan minuman untuk Dewa dan tidak lama menimumannya datang. Tidak mau membuang waktu lagi, Naya segera bertanya maksud tujuannya mengajak Dewa bertemu.

“Bapak pasti tau apa yang mau saya bicarakan, bukan?“ Naya mengawali.

“Apa yang mau kamu bicarakan?“ Dewa bersedekap dada dan menyandarkan punggungnya ke kursi.

“Soal perjodohan.“

“Ada masalah?“

Naya menatap Dewa. “Memangnya Bapak mau menikah sama saya?“

Di balik wajah tampannya itu terdapat sifat dingin tak tersentuh sehingga menjadi magnet para wanita untuk tertarik serta tertantang. Apalagi, status laki-laki ternyata seorang duda.

“Saya tidak bisa menolak, kamu pilihan ibu saya,” jawab Dewa setelah meminum kopinya.

Selama dirinya menjadi bawahan Dewa, laki-laki itu tampak tidak ada keinginan untuk menikah lagi. Setiap kali mantan istrinya datang, pasti langsung diusir. Begitu juga beberapa klien wanita yang sering modus dengannya. Tidak jarang pula Naya melihat mereka menangis begitu keluar dari ruangan Dewa.

Namun sekarang, laki-laki itu dengan santainya menerima perjodohan mereka.

Naya hanya menghela nafas. “Bapak ngga ada keinginan untuk menolak?“

Dewa menatapnya. “Tidak."

Naya mendengus. Sebenarnya, dirinya berharap Dewa membuatnya menangis hari ini, sehingga dia bisa mengadu pada ayah dan bunda, untuk membatalkan perjodohan. Namun, melihat betapa tenangnya Dewa, Naya jadi kesal sendiri.

‘Kenapa sih dia tenang dan santai banget?!’ teriak Naya dalam hati.

“Saya juga butuh istri,“ sambung Dewa kemudian dengan wajah tenang dan santainya.

“Butuh istri?“ tanya Naya bingung.

Dewa mengangguk. "Umur saya sudah tidak muda lagi, jadi saya butuh istri untuk memiliki keluarga dan anak.“

Naya menyerngitkan dahinya. “Maksud Bapak?“

“Bukankah tujuan pernikahan untuk membangun sebuah keluarga dan memiliki keturunan?“ tanya Dewa.

Yang dikatakan Dewa memang benar tapi akankah bisa menjalani pernikahan yang berdasarkan paksaan? Bahkan mereka tidak pernah mengenal dekat sebelumnya. Hubungan mereka hanya sebatas bos dan karyawan dulu, dan yang Naya ketahui Dewa tidak terlalu menyukai dirinya.

“Tapi kita tidak saling mencintai, Pak,“ ujar Naya.

“Saya rasa komitmen dulu cukup, cinta akan datang seiring berjalannya waktu."

Laki-laki itu kembali meneguk minumannya dengan wajah santainya, sedangkan Naya menatap Dewa kesal.

"Bagaimana bisa! Pernikahan itu bukan hal main-main!"

"Yang bilang pernikahan itu main-main siapa?" sahut Dewa sambil menegakkan tubuhnya. Dia menumpukan tangannya di meja dan menatap Naya dengan lurus. “Saya tidak pernah main-main dengan komitmen, Kanaya.”

Deg!

Naya menelan air liurnya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status