Share

Enam

Naya menghampiri Dewa yang sedang duduk santai diruang keluarga, dengan segelas kopi yang dirinya buat kemudian menaruh di atas meja di depan Dewa. “Diminum, Pak,”

Dewa melirik sebentar ke arah kopi yang Naya buatan, bahkan ucapan terimakasih tidak Naya dapatkan.

‘Sebenarnya maunya dia itu apa sih, minta gue menerima pernikahan ini dianya masih cosplay jadi atasan.’ gerutu Naya.

Dirinya sudah mencoba untuk menerima Dewa namun laki-laki itu justru mengabaikannya. Naya mendudukan dirinya di sebelah Dewa melirik ponsel suaminya yang ternyata mengecek beberapa email pekerjaan.

Seminggu menikah dengan Dewa dirinya mulai hafal aktivitas laki-laki itu setiap harinya. Bahkan laki-laki itu lebih produktif daripada dirinya, ini adalah kali pertama dirinya bisa duduk santai dengan Dewa setelah menikah.

Biasanya laki-laki itu pergi bekerja pukul 7 pagi dan pulang pukul 8/9 malam. Jadi sangat sedikit waktu mereka bertemu, bahkan hari libur pun Dewa tetap sibuk dengan pekerjaanya.

Sebenarnya Naya bukanlah tipe wanita yang pendiam, justru dirinya sangat banyak bicara namun memiliki suami hening seperti Dewa dan sangat tertutup itu, membuatnya enggan untuk merusak aura itu.

Karena dulu saat dirinya menjadi karyawan Dewa, dirinya sering dimarahi hanya karena dirinya banyak bicara. Dewa itu tipe orang yang tidak mau diganggu saat bekerja sehingga Naya tidak lagi berani mengusik laki-laki di sebelahnya.

Namun sampai kapan Naya akan diam seperti ini, tentu dirinya tidak akan bisa.

“Pak! Saya udah susah-susah buatin kopi loh,” ujarnya menatap Dewa yang masih fokus dengan kegiatannya.

Dewa menghela nafas, menatap Naya yang menatapnya kesal.

“Saya nggak minta kamu buatin kopi” Tegasnya.

“Setidaknya hargai usaha saya, Bapak minta saya mencoba menerima pernikahan ini tapi bapak sendiri seolah tidak peduli sama pernikahan ini,” ujarnya to the point, tentu karena Naya itu bukan wanita yang lemah seperti sinetron di burung terbang itu.

Dewa tak menjawab, justru hendak bangkit dari duduknya meninggalkan Naya. Tapi tidak bisa Naya segera menahan Dewa, lalu berdiri tepat di depan Dewa.

“Saya sibuk, Kanaya.”

Naya tersenyum miring, bahkan suaminya itu masih menggunakan alasan yang sama seperti saat laki-laki itu menjadi atasan.

“Sibuk?”

“Iya,” jawab Dewa singkat, padat dan tegas.

Naya mengepalkan satu tangannya, menatap suaminya dengan amarah yang sudah di ubun-ubun.

“Saya sedang tidak ingin ribut, Kanaya,”

Dewa memilih melangkah pergi, benar-benar meninggalkan Naya tanpa mau meluruskan permasalahan terlebih dahulu.

***

Saat ini Kanaya keluar rumah lalu duduk di bangku halaman rumahnya menghirup udara segar dan menikmati angin malam.

Suasana hatinya benar-benar buruk kali ini.

“Mau sampai kapan kamu disitu?” tanya Dewa saat melihat Naya yang duduk di halaman rumah.

Naya masih enggan menjawab, dirinya benar-benar kesal dengan laki-laki di depannya ini.

“Masuk.”

Naya menggeleng. Bahkan wajahnya sudah merah padam dengan menyilangkan kedua lengan di depan dada. Dia benar-benar marah dengan Dewa kali ini.

“Masuk, Kanaya.” Dewa mengatakan sekali lagi.

Kanaya yang sedikit keras kepala. Wanita itu menggelengkan kepalanya menolak apa yang suaminya perintahkan.

“Kanaya masuk, jangan seperti anak-anak.” Dewa menatap Naya tajam.

“Saya nggak mau masuk.” tolak Naya.

Pada dasarnya Kanaya yang keras kepala dan kekanakan membuat Dewa menghela nafas berat.

Dewa tidak pernah menyangka Kanaya akan sekeras ini. Dirinya mengenal Kanaya adalah sosok gadis yang ceria, pekerja keras dan penurut selama gadis itu menjadi karyawannya.

Namun setelah menikah dirinya baru mengetahui sisi lain dari istrinya itu.

“Oke, saya masuk,” Dewa benar-benar meninggalkannya tanpa membujuk nya sedikitpun.

Melihat Dewa yang masuk meninggalkannya. Wanita itu benar-benar kesal, bukan hanya kesal bahkan Naya sudah menangis. Dia mengira Dewa akan membujuknya dan mengajaknya masuk, namun laki-laki itu justru benar-benar meninggalkannya.

‘Mimpi apa gue punya suami kaya gitu, kenapa gue harus nangis sih,’ ujarnya menyalahkan diri sendiri sambil mengusap air matanya kasar.

Entah selama apa dirinya menangis hingga tanpa dirinya sadari tangannyan sudah mulai dingin. Naya akhirnya berjalan masuk ke dapur untuk mengambil minum, terlalu lama dirinya menangis membuat tenggorokannya kering.

“Kamu belum makan.” suara itu membuat Naya mencebik kesal.

Kanaya membuang mukanya, dirinya sangat malas menatap wajah laki-laki di depannya itu. Dirinya sangat malas berdebat malam-malam begini, dirinya sudah cukup lelah hari ini.

Dia melihat makanan yang sempat dirinya siapkan tadi sore sebelum membuatkan kopi suaminya yang berakhir pertengkaran di satu minggu mereka menikah.

Naya menatap heran ke arah Dewa yang sedang menyiapkan makanan untuknya

Untuk apa laki-laki itu susah-susah menyiapkan dirinya makan? Setelah sikapnya yang sangat-sangat menyebalkan dan kejam itu?

***

Dewa adalah laki-laki yang selalu memegang prinsipnya, menikah dengan Naya adalah pilihannya untuk membuat ibunya bahagia dan tidak lagi mengkhawatirkannya.

Selama ini hidupnya ia habiskan dengan pekerjaan hanya untuk mengalihkan rasa sakitnya di masa lalu, yang membuatnya harus menjalani kehidupan yang berat. Mulai dari sang ayah yang meninggal karena kecelakaan yang tidak wajar, hingga membuatnya harus kehilangan masa kecilnya.

Di saat anak-anak seusianya masih bermain dirinya sudah harus bekerja untuk bertahan hidup. Bahkan hingga dirinya beranjak dewasa dirinya hanya berpikir bagaimana membuat keluarganya hidup tanpa kekurangan.

Karena sebagai anak pertama Dewa memiliki tanggung jawab atas kedua adiknya dan sang ibu, hingga hidupnya dirinya habiskan untuk bekerja dan membuat kehidupannya layak, hingga dirinya tidak pernah memikirkan dirinya sendiri.

Hingga dirinya bertemu dengan seorang wanita yang bisa membuatnya merasakan apa itu perhatian dan sebuah kasih sayang yang selama ini tidak dirinya dapatkan bahkan dari ibunya sendiri, karena waktu itu ibunya fokus kepada kedua adiknya dan dirinya fokus bekerja untuk bertahan hidup.

Dia adalah Savira wanita yang pernah menjadi sumber kebahagiaan dari seorang Dewangga Aditama. Bahkan Dewa memberikan segalanya untuk Savira namun wanita itu justru membuatnya kembali hancur karena sebuah penghianatan.

Dan sejak saat itulah Dewa kembali menutup diri karena masih merasakan trauma yang mendalam. Bahkan hingga sekarang dirinya belum berdamai dengan semuanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status