Share

Delapan

‘Sebenarnya apa sih mau suaminya itu, mau gini nggak boleh mau gitu nggak boleh terus gue harus gimana?’

“Apa kata orang, aku sudah resign balik kerja lagi?” Tanya Nara membuat Dewa menatap Naya.

“Tidak jadi masalah,”

“Iya nggak jadi masalah buat Bapak! Tapi jadi masalah buat saya!” Sahutnya kesal.

“Ya Sudah, dirumah saja.”

Kenapa jawaban suaminya itu selalu membuatnya kesal. Tidak bisakah, suaminya itu sekali saja bersikap baik padanya?

Naya menatap suaminya penuh dengan permusuhan, hingga membuat Dewa membalas menatap istrinya.

“Apa kurang jatah bulanan dari saya?” tanya Dewa.

Dirinya mau kembali bekerja bukan karena uang, tapi ingin menyibukan diri karena percuma saja dirinya di rumah karena selalu kesepian karena suaminya itu sering pulang malam dan berangkat pagi, dan weekend pun suaminya tetap bekerja.

“Ini bukan soal uang, Pak. Tapi saya bosan kalau dirumah terus.” jawab Naya kesal.

Apakah dirinya terlihat mata duitan sekali, hingga suaminya berkata seperti itu, bahkan uang bulanan dari Dewa saja hanya dirinya gunakan untuk kebutuhan rumah saja. Untuk kebutuhan pribadinya masih menggunakan uang pribadinya.

“Kita program hamil, gimana?”

Hah! Gimana? Dirinya nggak salah dengar kan jika suaminya mau program hamil?

Program hamil? Yang benar saja.

“Apa! P-program hamil?” tanya Naya dengan wajah bingungnya.

“Iya, daripada kamu kesepian di rumah.”

Jawaban macam apa itu? Di kira punya anak mudah kali ya,

“Nggak! Saya nggak mau!” tolak Naya.

“Kenapa?” tanya Dewa menatap istrinya penuh.

‘Duh, kenapa kalau natap tajem banget sih, ah!’

“Punya anak itu bukan perkara yang mudah ya pak,”

“Saya tau, dan saya sudah siap”

‘Itu mulut enteng banget ya kalau ngomong, mana mukanya tenang dan santai banget, dia nggak tau bikin anak orang kelimpungan.’

Apakah suaminya sebegitu inginnya memiliki seorang anak?

“Bapak, pengen banget punya anak?” tanya Naya penasaran.

Dewa mengangguk, “Iya, saya pengen punya anak.”

“Why?”

“Teman seusia saya sudah memiliki anak lebih dari satu.”

Jawaban macam apa itu? Apakah karena seusianya sudah memiliki anak dan suaminya itu tidak mau kalah, hingga ingin memiliki anak juga ?

“Bapak, nggak memiliki anak dari mantan?” tanya Naya penasaran.

Kapanlagi, dirinya bisa menanyakan tentang masa lalu suaminya itu.

Dewa terdiam sebentar, kemudian menggeleng.

“Kamu fikirkan lagi, saya mau berangkat.” Ujarnya kemudian pergi meninggalkan Naya yang masih bertanya-tanya tentang masa lalu suaminya itu.

Suaminya sudah entah dimana tapi pikiran Naya masih stuck di permintaan suaminya tadi pagi.

Memiliki anak?

Mengurus diri sendiri saja Naya belum bisa apalagi memiliki anak? Apa bisa, dirinya memiliki anak dengan pria yang belum dirinya cintai ?

**

Siang ini dirinya di ajak mertuanya untuk menemani belanja, sebenarnya Naya tidak suka belanja namun karena ajakan mertuanya membuat Naya akhirnya mengiyakan.

Saat ini Naya dan Aida sedang ada di mall sedang menemani mertuanya belanja baju, sedari tadi Naya hanya mengikuti ibu mertuanya saja. Karena dirinya tidak tahu mau membeli apa.

Namun melihat kemeja laki-laki di depannya membuat Naya ingat suaminya, selama ini dirinya tidak pernah melihat Dewa memakai baju yang berwarna lain, yang suaminya pake itu hanya warna gelap-gelap saja.

“Buat Dewa?” tanya Aida, ibu mertuanya.

Naya menoleh dan tersenyum, “Iya buk, mas Dewa kan jarang pake baju yang berwarna, jadi Naya kepikiran mau membelikan yang beda,”

“Kamu juga beli, jangan mikir suami kamu aja.” Ujar Aida membuat Naya tersenyum.

‘Iya juga ya, kenapa aku justru mikirin dia’

“Ini bagus, Nay.” Ujar mertuanya menunjukan sebuah dress.

“Buat ibu?” Tanya Naya menatap dress yang menurutnya terlalu muda untuk dikenakan ibu mertuanya.

“Buat kamu, masa ibu pake dress kaya gini di ketawain orang nanti.” ujar Aida terkekeh.

“Nggak usah buk, baju..”

“Nggak boleh nolak rejeki, Nay.”

Naya hanya bisa tersenyum dan mengucapkan terima kasih ke ibu mertuanya. Kemudian Naya kembali memilih dua kemeja yang warnanya soft, Naya rasa warnanya akan cocok untuk suaminya.

Setelah selesai berkeliling mall bersama ibu mertuanya yang sudah membuatnya lelah dan pegal. Namun mertuanya itu seolah tidak memiliki capek sedikitpun bahkan sangat gesit. Membuat Naya heran dengan stamina ibu mertuanya itu.

Sekarang mereka berada di salah satu restoran makanan indonesia untuk makan siang yang sudah terlewat karena keasyikan belanja.

“Terimakasih ya, udah nemenin ibu seharian.” Ujar Aida menatap Naya tulus.

Naya mengangguk,” terimakasih juga buk, udah beliin Naya sebanyak ini.”

Aida tersenyum menatap menatap Naya dalam. “Maafkan anak ibu ya. Kalau sering sibuk dengan pekerjaanya. Sejak kecil Dewa itu sudah bekerja keras demi menghidupi ibu dan kedua adiknya.” ujar Aida dengan wajah sedihnya, bahkan Nara bisa melihat kilatan kesedihan di mata mertuanya.

Nara terdiam menunggu mertuanya kembali melanjutkan.

“Sejak umur 12 tahun Dewa sudah kehilangan ayahnya karena kecelakaan, dan semua barang berharga yang kami punya diambil oleh adik kandung ayahnya. Dan kami tidak memiliki apapun sehingga kami harus tinggal di kontrakan satu ke kontrakan lainya, karena kami sering diusir karena tidak bisa membayar, bahkan makan pun waktu itu kami susah,” ujar Aida tersenyum dengan mata berkaca-kaca. “Saat itu ibu sedang mengandung Denny sehingga Dewa harus bekerja sepulang sekolah hanya untuk kita bertiga makan, Dewa sering di bully dan di ejek oleh teman-temannya karena keadaan kami, bahkan Dewa sering berantem dengan preman hanya untuk mempertahankan uangnya dari hasil jualan angsongan di lampu merah. Karena hal itu Dewa selalu menutup diri dari siapapun, dan dia tumbuh menjadi pria yang mandiri, keras kepala bahkan tertutup”

Naya tidak tau hal itu sama sekali tentang suaminya, jika ibu mertuanya tidak bercerita selama ini dirinya hanya menilai Dewa dari luarnya saja, siapa yang mengira untuk menjadi Dewa yang sekarang tidaklah mudah.

Naya mendekat dan memeluk ibu mertuanya dan mengelus punggungnya pelan, berusaha untuk menenangkan.

“Bahkan dia tidak pernah memikirkan dirinya sendiri,Nay. Dia selalu memikirkan bagaimana ibu dan kedua adiknya bisa makan dan hidup enak. hingga Dewa rela mengenyampingkan kebahagiaannya sendiri hanya demi ibu dan kedua adiknya.”

Naya sudah tidak bisa berkata apapun lagi, setelah mendengar cerita dari ibu mertuanya. Naya tidak pernah menyangka jika perjuangan seorang Dewa ternyata seberat itu.

Ternyata suaminya itu laki-laki yang luar biasa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status