“Beneran, aku cantik?” tanya Naya mendekat kearah suaminya.Dewa hanya mengangguk, seketika senyum Naya semakin lebar. Bagaimana tidak, selama menikah dengan Dewangga baru ini laki-laki itu memuji dirinya cantik, walaupun dengan wajah datarnya.Walaupun begitu, Naya tetap senang karena di puji suaminya untuk pertama kalinya, bahkan yang awalnya Naya kesal, jengkel dan marah dengan suaminya seketika hilang begitu saja.Dewa kembali menunggu Naya dengan duduk di pinggiran ranjang dengan wajah datarnya, hal itu membuat Naya tersenyum mendekat kearah Dewa dan mendekat menempelkan keningnya untuk mendorong kening Dewa. Awalnya Naya hanya iseng karena gemas dengan tingkah suaminya yang terkadang sangat lucu, padahal mulutnya memuji dirinya cantik tapi wajahnya tetap datar, berasa di puji seorang robot bukan?Keisengan Naya ternyata membuat Dewa terpancing dan mencium bibir istrinya.“Ish jangan cium-cium, lipstiku jelek nanti.” Naya mendorong dada suaminya. Padahal di dalam hatinya senang k
Ayah nggak mungkin melakukan sesuatu tanpa alasan, Nay.” ujar Riski.Mungkin yang di bilang kakaknya benar, tapi tetap saja yang dilakukan ayahnya bukan hal yang benar, karena dengan masalah itu semuanya kembali rumit.Apalagi Rian yang terus-terusan mendekatinya kembali, dan selalu menyalahkan ayahnya karena kejadian 1 tahun lalu. “Rian bukan laki-laki yang baik buat kamu.” ujar Riski dengan wajah seriusnya.“Nggak baik gimana?” tanya Naya.“Ayah kerjasama dengan Om Wira untuk mengirim Rian ke luar negeri?” “Om Wira?” tanya Naya dengan wajah tidak percayanya.Wira adalah ayah kandung Rian, tapi bagaimana bisa, bahkan Wira datang kerumah Naya untuk meminta maaf setelah Rian berangkat ke luar negeri, kenapa semuanya membingungkan.“Iya, coba kamu pikir lagi, Nay. Ayah mana punya teman yang memiliki perusahaan di luar negeri, kita bukan konglomerat seperti Om Wira.” Sial, Naya baru tersadar bagaimana bisa dirinya melupakan hal itu, tidak mungkin juga Om Wira memperbolehkan putra tung
“Dari mana?” Naya menghentikan langkah kakinya saat baru saja masuk kedalam rumah. Dirinya lupa jika pergi tanpa izin suaminya, apalagi tadi pagi Naya sudah membuat janji agar Dewa pulang lebih awal tapi justru dirinya melupakan hal itu.“Dari ketemu temen, Mas." 'Maaf, Mas. kali ini aku berbohong, tapi ini demi kebaikan kita berdua.'Naya tau tidak ada bohong demi kebaikan, kalau sudah berbohong ya tetap saja bohong. Tapi kali ini Naya tetap memilih berbohong. Rasanya tidak mungkin dirinya berkata jujur sekarang, karena bisa saja nanti suaminya ikut keseret kedalam masalahnya. Jadi Naya memilih untuk menyelesaikannya dulu, dan jika waktunya sudah tepat Naya akan menceritakannya.“Kamu minta saya pulang awal, tapi kamu pergi hingga petang.” Suara Dewa datar, tetapi terdengar lebih dingin dari biasanya.Naya gelapan, “M–maaf, Mas.” Naya benar-benar kesulitan untuk menjawab, dirinya tidak berani untuk jujur jika menemui Wira, papa Rian.'Maaf mas, aku janji setelah semuanya selesai
Naya menghela nafas berat, melihat Dewa yang tengah sibuk menghubungi seluruh anggota keluarga besarnya hanya untuk memberi tahu kabar kehamilannya. Bahkan keluarga besar Naya juga. Pasti mereka semua terkejut karena di hubungi oleh Dewa, manusia yang sangat jarang berinteraksi itu, sekarang menelfon lebih dulu hanya untuk mengabarkan kehamilannya.Setelah mereka mendengar dokter yang memeriksa kehamilannya tadi pagi, Dewa hanya diam namun Naya tau jika Dewa mendengarkan dan menyimak perkataan dokter sambil menggenggam tangannya.Dan saat mereka sampai rumah hingga sekarang suaminya itu masih sibuk menelfon satu persatu keluarganya, mulai dari orang tuanya dan adik-adiknya. Tentu mereka sangat senang bahkan terdengar memberikan ucapan selamat dan memberikan nasihat kepadanya dan Dewa.“Cieee bentar lagi jadi papa,” ujar Naya menggoda suaminya.Dewa tidak menyahut, masih sibuk dengan ponselnya membuat Naya mengerucutkan bibirnya kesal. Dan merebut handphone dari tangan suaminya.Dewa la
Di Kehamilan pertamanya Naya sebenarnya merasa ada yang kurang, karena tidak pernah merasakan morning sickness seperti ibu-ibu hamil pada umumnya, bahkan ngidam pun sepertinya Naya belum merasakannya. Tapi justru suaminya yang merasakan semuanya, mulai dari morning sickness, pusing, dan ngidam. Namun Naya sering mengerjai suaminya dengan alasan ngidam dan kehamilannya agar bisa mendapatkan perhatian dari suaminya, dan tentunya bermanja-manja dengan Dewa. Sebenarnya Naya kasihan melihat Dewa yang setiap bangun tidur langsung berlari kekamar mandi dan muntah-muntah. Seperti sekarang ini Dewa hendak berangkat kerja namun kembali merasakan mual hingga berlari ke kamar mandi untuk kembali mengeluarkan isi perutnya. Hari ini Dewa terlihat sangat lemas dan pucat, hingga Naya memutuskan untuk mengizinkan Dewa untuk tidak berangkat ke kantor hari ini. Padahal dokter juga sudah memberikan obat anti mual, namun sepertinya tidak berefek apapun ke suaminya karena masih mengalami mual-mual. “Mas
Saat Naya hendak pulang tiba-tiba pintu ruangan Dewa terbuka, Naya melihat wanita yang selalu menganggu pikirannya dan ketentramannya.Kenapa lagi wanita itu datang ke kantor suaminya, untung saja Naya masih disini bisa menjaga suaminya.“Kenapa nggak angkat telfon aku,” tanpa babibu Savira berjalan kearah Dewa mengabaikan Naya yang masih berdiri di sebelah pintu.“Huek!” Dewa menjauhkan diri dari Savira dan berlari ke kamar mandi.‘Yess!! Makasih anak mama,’ gumam Naya mengelus perut ratanya.“Dewa! Kamu kenapa?” ujar Savira panik bahkan hendak menyusul Dewa kekamar mandi tapi..“Pergi! …” usir Dewa membuat Naya tersenyum penuh kemenanngan. Savira terkejut dengan suara Dewa yang lantang dan mengusirnya, biasanya laki-laki hanya diam. Namun sekarang Dewa mengusirnya apa mungkin karena ada Naya, istrinya. Savira hanya diam dan melangkahkan kakinya mundur, karena Savira sangat mengenal Dewa seperti apa, jadi memilih untuk pergi dulu dan nanti dirinya akan kembali lagi.“Kanaya.” “Deng
“Mas,” sapa Naya, saat melihat suaminya baru saja sampai rumah, dengan wajah lesu bahkan wajahnya terkesan lebih datar dari biasanya.“Kenapa?” tanya Naya mendekat kearah suaminya karena khawatir, namun saat dirinya tepat di hadapan suaminya justru Dewa mundur. “Mas..”“Saya mandi dulu,” Dewa segera pergi meninggalkan Naya.Naya menatap punggung Dewa yang semakin menjauh dengan wajah bingungnya. Naya semakin di buat penasaran dan bertanya-tanya, kenapa dengan suaminya? Biasanya memang aneh tapi tidak seaneh ini, bahkan Dewa terkesan menghindarinya.Naya segera berjalan ke atas untuk menyusul suaminya memastikan keadaan suaminya, karena Naya takut Dewa kenapa-napa, atau ada masalah di kantor, hingga dirinya menunggu Dewa yang sedang mandi. Setelah beberapa menit kemudian Dewa sudah keluar dengan keadaan yang jauh lebih segar daripada tadi.“Capek, Ya.” ujar Naya mengulurkan baju ganti suaminya dengan senyum di wajahnya.Dewa menerima baju ganti yang istrinya siapkan dan memakainya, D
Dewa berusaha mencari Kanaya namun tidak menemukannya, hingga akhirnya Dewa memilih mencari kerumah orang tua Kanaya tapi saat sampai di sana ibu mertuanya justru bertanya kenapa dirinya tidak bersama Kanaya.Dewa menyugar rambutnya frustasi, awalnya Dewa tidak pernah menyangka jika Kanaya akan pergi darinya. Karena selama ini Dewa terlalu tenang karena Kanaya adalah istri yang baik dan penurut, hanya saja wanita itu memang sedikit cerewet saja.“Saya harus mencari kemana lagi, Kanaya.” Dewa benar-benar frustasi bahkan dirinya melupakan pekerjaanya karena pikirannya kalut.Tapi tetap saja dia memikirkan Kanaya, karena wanita itu kini sedang mengandung anaknya. Sudah tiga hari Kanaya pergi rumah terasa kosong. Bahkan sebelum berangkat dan pulang dari kantor selalu berkeliling kemana-mana, dia tidak memiliki tujuan.Dia lelah, sejak kecil dirinya memiliki banyak sekali beban yang dirinya tanggung sejak kecil. Menjadi dirinya bukanlah hal yang mudah, dirinya harus berjuang sendiri untuk