Bab 2
Lapor ke Papa
Nabilla dengan napas ngos-ngosan dia berlari untuk menemui papanya. Tamam baru saja selesai mandi. Dia masih memakai baju yang sudah di siapkan oleh istrinya.
"Ini kan mau magrib? Tumben aku nggak disiapkan sarung?" ucap Tamam heran. Tapi dia tetap berpikir positif thinking kepada istrinya. Tak ada dia menaruh rasa curiga sama sekali.
"Mungkin Silla lupa," ucap Tamam lagi. Dia memang tak pernah menaruh rasa curiga sama istrinya. Tamam meletakan celana yang sudah istrinya siapkan. Kemudian dia mengambil sarung di dalam lemari.
Braaakkkk ....
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dengan kasar. Seketika Tamam menoleh begitu saja. Ia melihat anak semata wayangnya itu berdiri tegak diambang pintu, napasnya terdengar ngos-ngosan di telinga Tamam.
"Billa ... ngagetin Papa saja!" ucap Tamam. Dia memang terkejut. Anaknya belum menanggapi, masih terus mengatur napas dan dada yang ia rasa sesak.
Tanpa menunggu papanya untuk meminta dia masuk ke dalam kamar, Nabilla masuk saja dengan langkah tergesa-gesa. Cukup membuat tamam bingung sebenarnya. Bingung dengan sikap anaknya itu. Karena memang tak seperti biasanya.
"Pa .. itu ... anu ...." Nabilla masih ngos-ngosan. Napasnya tersengal-sengal. Tamam memegang lengan anaknya. Bermaksud ingin menenangkan.
"Hai ... kamu kenapa?" tanya Tamam pelan kepada anaknya. Napas Nabilla memang masih ngos-ngosan. Tamam mengendarkan pandang. Matanya melihat botol mineral.
Karena melihat anaknya masih ngos-ngosan, akhirnya Tamam meraih botol minuman itu.
"Minum dulu, Bil! Biar tenang!" pinta Tamam. Nabilla mengangguk begitu saja. Tanpa diminta untuk kedua kalinya, Nabilla langsung menerima botol mineral itu. Membuka tutup botol itu dan segera meneguknya. Hingga setengah botol.
Tamam menarik kuat napasnya dan mengembuskan pelan. Melihat anaknya seperti itu, dia hanya menggeleng kepala saja. Tidak ada rasa curiga sama sekali.
"Billa ... kamu itu kenapa?" tanya Tamam kepada anaknya. Tetap dengan nada lembut. Karena Tamam sendiri memang tak pernah ngomong kasar kepada anak dan istrinya. Nabilla menelan ludah sejenak. Rasa ngos-ngosan sudah sedikit berkurang.
Tamam mengusap pelan kepala anaknya, untuk lebih menenangkan anaknya itu.
"Pa, aku tadi lihat Mama sama papanya Nathan masuk ke rumah kosong," jawab Nabilla polos. Tamam melipat kening sejenak.
"Rumah kosong?" Tamam mengulang kata itu. Dengan cepat Nabilla manggut-manggut.
"Iya, Pa ... rumah kosong yang dulu rumahnya Gita," Nabilla terus mencoba menjelaskan, apa yang baru saja ia lihat. Seketika bibir Tamam menganga. Tapi dia terus berusaha menenangkan diri sendiri, agar tak percaya atau kepancing begitu saja.
"Anak kecil ngomong apa kamu ini," balas Tamam. Nabilla nyengir sejenak. Kemudian dia memutar bola matanya. Sedikit kesal karena papanya ngomong seperti itu. Karena Nabilla memang udah nggak suka, jika disebut anak kecil.
"Beneran, Pa. Billa nggak bohong," ucap Nabilla untuk lebih meyakinkan papanya. Tamam semakin mengerutkan kening. Kemudian mengedarkan pandang. Menatap ke arah jam dinding.
"Bentar lagi magrib. Kemana Arsilla, ya?" ucap Tamam dalam hati. Kemudian dia memainkan bibirnya.
"Pa ... ayok ke rumah Gita dulu! Mama sama papanya Nathan ada di rumahnya itu. Beneran Billa nggak bohong," ajak Nabilla dengan nada sedikit memaksa.
Tamam mengatur napasnya sejenak. Tapi hatinya memang masih belum yakin apa yang di katakan anaknya itu.
"Ayok, Pa!" ajak Nabilla lagi, kini ia berusaha menarik tangan papanya itu. Karena dia semakin tak sabar, ingin membuktikan kepada papanya, kalau apa yang ia katakan itu benar adanya.
"Ok! Ok! Ayok kita ke sana!" balas Tamam akhirnya. Karena anaknya memang semakin memaksa. Semakin kuat juga menarik pergelangan tangannya.
Karena nggak sabar, Nabila terus menarik tangan papanya. Mereka melangkah dengan tergesa-gesa. Karena Nabilla jalan cepat, akhirnya Tamam pun mengikuti.
"Pelan-pelan! Nanti kita kesandung kalau jalan cepat-cepat kayak gini!" ucap Tamam, karena keadaan pun semakin petang.
"Ish ... aku mau buktikan ke Papa kalau aku itu nggak bohong," sahut Nabilla. Tamam hanya bisa mengikuti apa maunya Nabilla saja.
"Nabilla masih kecil. Tapi apa benar yang ia katakan tadi? Arsilla ketemu sama Anton? Ngapain? Ada hubungan apa mereka? Dekati waktu magrib-magrib gini? Semoga Nabilla hanya berhalusinasi saja!" ucap Tamam dalam hati, penuh tanya. Dia masih terus melangkah dengan tangan yang masih ditarik oleh anak perempuannya.
Ya, Tamam masih berharap apa yang dikatakan anaknya itu tak benar. Karena selama ini dia memang tak ada menaruh rasa curiga sama sekali.
Selama ini, hubungan rumah tangga mereka memang baik-baik saja. Bahkan Arsilla di mata Tamam adalah wanita yang polos dan lugu. Tak banyak tingkah dan tak banyak mengeluh juga.
**************************
Tamam dan anaknya sudah sampai di depan rumah kosong itu. Dia tak menemukan apa-apa, karena keadaan rumah memang sudah mulai gelap. Tak ada lampu. Hanya di terangi lampu jalan saja.
"Kalau apa yang dikatakan Nabilla itu benar adanya, ada Arsilla dan Anton di dalam rumah ini, aku tak mau anakku tahu, apa yang Arsilla dan Anton lakukan!" ucap Tamam dalam hati. Dia tak mau anaknya tahu apa yang sebenarnya terjadi. Karena pikiran Tamam memang sudah panjang.
Sama-sama sudah punya pasangan halal, tapi nekad ketemuan mendekati Magrib, apalagi kalau bukan nafsu yang mereka cari. Itu yang ada dalam pikiran Tamam. Ia tak mau anaknya tahu.
Tamam mengendarkan pandang terlebih dahulu. Dia memang belum melihat istrinya. Selama tangannya ditarik anaknya menuju ke rumah kosong, dia memang belum melihat istrinya.
"Silla ... biar Papa saja yang masuk ke rumah itu, ya! Udah Magrib juga, anak kecil pulang saja ya! Anak kecil magrib-magrib keliaran seperti ini nggak baik," pinta Tamam. Sengaja memang untuk meminta anaknya pulang.
Jujur saja mendengar itu Nabilla kesal. Bibirnya seketika maju. Hatinya pun seketika dongkol.
"Ish ... nanti Papa nggak percaya sama Billa. Billa cuma mau buktiin ke Papa, kalau Billa itu nggak bohong," jawab Nabilla. Karena dia memang tak mau pulang. Karena sebenarnya dia sendiri juga penasaran, mamanya sama papa teman sekelasnya itu, lagi ngapain di dalam rumah kosong itu.
"Sayang, Papa percaya sama kamu, ya! Tapi ini udah Magrib, kamu pulang ya!" balas Tamam terus membujuk anaknya agar mau pulang.
Nabilla menghela napasnya sejenak. Kemudian kepalanya menunduk. Sebenarnya ingin sekali menentang papanya. Tapi dia akhirnya mengikuti apa yang perintah papanya.
"Yaudah kalau gitu," balas Nabilla lesu. Kemudian dia segera membalikkan badannya. Berjalan lemas untuk menuju ke rumahnya. Hatinya masih di rundung rasa penasaran.
Tamam sendiri mengatur napasnya terlebih dahulu. Ia menekan kuat dadanya, tetap berharap apa yang disampaikan anaknya itu tidak benar. Dia masih percaya sama istrinya, kalau istrinya memang wanita setia dan sholikhah.
"Tenang Tamam! Tenang! Yakin di dalam rumah kosong itu, tak ada istrimu di sana! Yakin istrimu sekarang ada di rumah, menunggumu untuk menjadi imam sholat magribnya!" ucap Tamam dalam hati. Masih berharap, dia tak menemukan istrinya di rumah itu.
Tamam melangkah mendekati rumah kosong itu. Tiba-tiba ia menghentikan langkahnya. Ia semakin fokus memasang telinganya.
Deg!
Jantung Tamam seolah berhenti berdetak, saat telinganya mendengar suara d*sahan dari dalam rumah kosong itu. Tangannya seketika mengepal. Amarahnya seketika naik ke ubun-ubun.
Gendang telinganya tahu betul, bagaimana suara istrinya. Dia tahu betul bagaimana des*han istrinya.
Nabilla yang memang sudah berjalan menuju ke rumahnya, ia juga ikut menghentikan langkahnya. Menoleh ke arah papanya.
"Aku ke rumah Nathan saja kalau gitu, mau kasih tahu dia, kalau papanya sedang sama mamaku di rumah kosong itu. Awas saja kamu Nathan! Awas saja kalau sampai papamu ngapa-ngapain mamaku, habis di sekolahan kamu aku bikin!" ucap Nabilla geram, tanpa mikir panjang lagi, Nabilla berlari cepat menuju ke rumah teman sekelasnya, yang memang rumah mereka masih satu lorong.
********************************
Bab 3Memberi Tahu Nathan"Nathan! Keluar!" Tok! Tok! Tok! Teriak Nabilla. Napasnya terengah-engah. Tangan kecilnya terus menggedor rumah teman sekelasnya itu. Dia tak sabar pintu yang tertutup itu segera terbuka."Kayak suara Nabilla! Anak preman itu ngapain ke sini. Nggak sholat magrib apa dia?" ucap Nathan ngomong sendiri. Nggak habis pikir dengan teman sekelasnya itu.Tok! Tok! Tok!"Nathan! Cepat keluar! Bud*g atau gimana sih kamu itu?!" teriak Nabilla lagi. Dia memang tak sabar menunggu tanggapan teman sekelasnya itu. Nathan di dalam kamarnya membuang kasar napasnya."Astagfirullah ... siapa sih, magrib-magrib kayak gini datang ke rumah?!" tanya Razmi ngomong sendiri. Kemudian dia beranjak dan keluar dari kamarnya.Ya, suara lantang dan melengking Nabilla, cukup mengganggu gendang telinga satu rumah ini. Razmi melang
Bab 4Memalukan"Sabar dong!" ucap Arsilla saat tangan kekasihnya sudah mulai beraksi."Udah nggak tahan!" jawab Anton."Segitunya," balas Arsilla. Kedua insan memang sedang dilanda asmara."Cepetan! Jangan lama-lama juga nanti Razmi curiga," ucap Anton. Napasnya semakin memburu. Dadanya semakin naik turun. Nafsunya sudah memuncak. Sudah tak sabar ingin dia luapkan."Iya tahu ... di rumah juga ada Mas Tamam," balas Arsilla. Tangan masih berusaha melepas bajunya. Sama saja Arsilla sendiri juga demikian. Mereka sama-sama mencari kepuasan diri."Makanya!" ucap Anton kemudian segera memainkan aksinya. Sedangkan Arsilla sudah mulai pasrah dan menikmati.Ya tubuh dua insan yang sedang di mabok asmara ini, sudah menempel layaknya perangko. Menikmati sentuhan demi sentuhan. Tanpa memikirkan apa-apa lagi, kecua
Bab 5Mencoba Menjelaskan"Mas, maafkan aku, aku bisa menjelaskan semuanya!" ucap Arsilla. Perempuan yang masih setengah telanjang itu, ingin mencoba menjelaskan kepada suaminya.Tamam mendorong tubuh istrinya itu, disaat Arsilla berniat ingin mendekat. Dadanya naik turun dan napasnya semakin memburu."Jangan dekat-dekat! Aku jijik sama kamu!" sungut Tamam dengan nada suara yang sangat terdengar kasar di telinga Arsilla. Karena selama ini, dia memang tak pernah di perlakukan seperti itu dengan Tamam. Selama ini Tamam berusaha berkata lembut, berusaha untuk selalu menjaga perasaan istrinya.Tapi kali ini Tamam benar-benar murka. Dia benar-benar kecewa yang sangat mendalam."Aoowww ...." lirih Arsilla. Dia kesakitan karena badannya baru saja membentur tembok rumahnya. Tapi Tamam tak perduli. Rasa sakit di hatinya sangatlah kuat.
Bab 6"Kamu ngusir aku?" tanya Anton seolah tak percaya, kalau istri yang selama ini selalu bersikap lembut, detik ini bisa mengusirnya. "Apakah kurang jelas? Ok aku perjelas lagi. Itu pintu utama rumah ini dan silahkan keluar dari rumah ini!" jelas Razmi seraya menunjuk pintu rumahnya. Anton menganga sejenak, kemudian dia menelan ludah yang terasa susah. "Aku ini suamimu, dosa besar istri ngusir suami! Kamu tahu itu kan? Nggak takut dosa kamu!?" sungut Anton. Razmi seketika membelalak mendengarnya. "Dosa? Hah? Kamu masih bisa ngomong dosa? Nggak malu kamu ngomong seperti itum Kamu tertangkap basah dengan istri orang, apa itu tak dosa? Hah? Owh ... berduaan sama istri orang, apa itu pahala mamanya? Iya? Ck ck ck ck," balas Razmi. Anton menarik napasnya kuat-kuat, mengembuskan dengan kasar. "Itu tak seperti yang kamu pikirkan! Aku di fitnah, aku di jebak! Percaya sama aku!" ucap Anton, berusaha ingin meyakinkan istrinya. Mendengar itu, Razmi menyeringai kecut. Dia sungguh tak habi
Bab 7Pembelaaan Dijebak"Benar-benar memalukan," ucap Bu Laila, ibunya Razmi. Matanya menyalang murka ke arah menantunya. Kabar itu sudah menyebar ke mana-mana. Bahkan ke keluarga besar juga. Cukup membuat syok.Ya, Anton belum mau pergi dari rumah Razmi. Dia berusaha bertahan. Karena sebenarnya dia bingung mau ke mana. Karena dia sendiri juga sebenarnya merasa bersalah. Malu juga mau keluar dari rumah istrinya.Razmi masih di kamar. Dia belum mau keluar. Karena dia sudah tak mau memandang wajah suaminya lagi. Jijik dan kecewa jadi satu, itu yang Razmi rasakan."Aku dijebak, Bu!" ucap Anton. Bu Laila menyeringai kecut. Tak percaya begitu saja."Dijebak? Pandai kamu berkelit ya? Sudah banyak saksi mata, sudah kepergok secara langsung, masih bisa-bisanya kamu berkelit. Kalau si Arsilla yang kamu jebak itu mungkin. Tapi kalau kamu dijebak, itu konyol," jawab Bu Laila. Dari dalam Razmi mendengarnya.Razmi memejamkan mata sejenak, untuk menenangkan hati dan pikirannya. Air mata masih berg
Bab 8Bisik-bisik Tetangga"Aku harus cari cara! Ayo dong mikir! Aku nggak mau kalau sampai digugat cerai sama Razmi. Mau tinggal di mana aku?" ucap Anton dalam hati. Hati dan pikirannya sudah benar-benar resah. Mereka sudah menuju ke Balai Desa dengan mengendarai motor. Razmi sudah tak mau di bonceng oleh Anton. Dia benar-benar merasa jijik dengan lelaki yang masih bergelar suaminya itu. Lagian Razmi pun tahu kalau lelakinya itu belum mandi besar. Sekarang langsung menuju ke Balai Desa. Rasa perselingkuhan masih benar-benar ia rasakan. Sakit hatinya semakin dalam ia rasakan. Selama dalam perjalanan, Anton terus mencerna. Berusaha mencari jalan keluar. Masih memikirkan bagaimana caranya untuk bisa membuat semua percaya dengan apa yang akan dia katakan nanti. "Aku harus bisa membuat semua orang percaya padaku. Biar semua orang menyalahkan Arsilla saja. Aku tak mau kalau sampai di gugat cerai sama Razmi. Bisa jadi gembel aku pisah dari Razmi. Mau tinggal di mana aku? Selama ini aku k
Bab 9Siap-siap"Bikin jelek nama kampung saja!""Hooh, usir saja sudah!""Ya nggak segampang itu ngusir orang, Yu!""Kalau aku jadi Ibu Kepala Desa sudah aku usir dua orang itu! Nggak punya warga kayak mereka juga nggak rugi!""Ya masalahnya bukan kamu, Yu, yang jadi Bu Kades!""La iya ... kan aku bilang kalau aku jadi Bu Kepala Desa. Sayangnya nggak jadi Bu Kades! Bikin sepet mata aja!"Celutukan orang-orang yang hadir di balai desa, dari serius sampai bercandaan, cukup membuat keluarga yang hendak sidang, merasa semakin malu.Hanya diam dan mendengar apa-apa yang mereka katakan. Mau marah juga percuma, karena segitu banyaknya mulut orang, tak mungkin bisa dicegah untuk diam."Kenapa ramai sekali warga yang datang? Nggak punya kerjaan apa ya mereka ini?" gerutu Anton dalam hati. Melihat banyaknya warga yang datang, cukup membuatnya muak. Apalagi pembahasan mereka tentang dirinya dan Arsilla, cukup membuat hati dan pikiran menjadi panas.Bu Laila hanya bisa menahan rasa malu. Pun Raz
Bab 10Cinta Berduri"Tante, Mama sama Papa lama banget ya pulangnya?" tanya Nabilla kepada tetangga sebelah rumahnya. Tarfi'ah, biasa dipanggil Fiah.Bu Ana memang menitipkan cucunya dengan Fiah. Gadis yang sudah berumur. Berkali-kali menjalin hubungan, berkali-kali juga kandas. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk sendiri dulu. Tak mau mengejar dan tak mau juga mengenal. Pasrah dengan takdir yang akan Allah berikan.Fiah mengulas senyum tipis. Kemudian mengusap kepala Nabilla dengan lembut."Sabar ya, Sayang! Mungkin urusan mereka memang belum selesai!" jawab Fiah dengan nada lembut.Nabilla memainkan bibirnya. Hatinya tak tenang sebenarnya. Ingin sekali menyusul kedua orang tuanya. Penasaran dengan keadaan mereka.Tarfi'ah memperhatikan ekspresi Nabilla. Billa memang memainkan sepuluh jemarinya. Raut wajah tak nyaman memang terlihat di mata Tarfi'ah."Nabilla ngantuk?" tanya Tarfi'ah dengan nada pelan. Billa menggeleng pelan. Fiah melipat keningnya sejenak."Billa nampaknya tak nya