Share

Bab 7

Bab 7

Pembelaaan Dijebak

"Benar-benar memalukan," ucap Bu Laila, ibunya Razmi. Matanya menyalang murka ke arah menantunya. Kabar itu sudah menyebar ke mana-mana. Bahkan ke keluarga besar juga. Cukup membuat syok.

Ya, Anton belum mau pergi dari rumah Razmi. Dia berusaha bertahan. Karena sebenarnya dia bingung mau ke mana. Karena dia sendiri juga sebenarnya merasa bersalah. Malu juga mau keluar dari rumah istrinya.

Razmi masih di kamar. Dia belum mau keluar. Karena dia sudah tak mau memandang wajah suaminya lagi. Jijik dan kecewa jadi satu, itu yang Razmi rasakan.

"Aku dijebak, Bu!" ucap Anton. Bu Laila menyeringai kecut. Tak percaya begitu saja.

"Dijebak? Pandai kamu berkelit ya? Sudah banyak saksi mata, sudah kepergok secara langsung, masih bisa-bisanya kamu berkelit. Kalau si Arsilla yang kamu jebak itu mungkin. Tapi kalau kamu dijebak, itu konyol," jawab Bu Laila. Dari dalam Razmi mendengarnya.

Razmi memejamkan mata sejenak, untuk menenangkan hati dan pikirannya. Air mata masih bergulir. Karena rasa sakit benar-benar diberikan oleh Anton. Lelaki yang dulu mati-matian ia pertahankan demi bisa menikah dengannya. Tapi sekarang seperti ini balasan dia.

Anton menghela napas panjang. Mengusap wajahnya kasar. Hatinya bergemuruh hebat. Dia masih mikir keras, bagaimana agar mertua dan istrinya bisa percaya lagi dengannya.

"Memang faktanya seperti itu, Bu! aku memang dijebak!" ucap Anton. Seolah merasa tedzolimi.

"Sudah kepergok dan ketangkap basah, masih juga berkelit. Hebat banget kamu!" balas Bu Laila. Anton menelan ludah yang terasa susah.

Razmi di dalam kamar terus menenangkan hati. Mendengar suaminya ngomong seperti itu dia sebenarnya semakin emosi.

"Assalamualaikum!" tiba-tiba terdengar suara salam. Seketika Bu Laila dan Anton menoleh ke arah suara salam itu.

"Waalaikum salam!" Bu Laila yang menjawab salam.

"Owh, Pak RT, silahkan masuk, Pak!" pinta Bu Laila. Pak RT menanggapi dengan anggukan dan sedikit senyum tipis. Senyum hanya untuk pantas-pantas saja. Kemudian tanpa diminta untuk kedua kalinya, Pak RT masuk ke rumah Razmi.

"Silahkan duduk, Pak!" Bu Laila mempersilahkan Pak RT itu duduk.

"Iya, Bu!" jawab Pak RT lirih dan dengan nada sopan. Melihat kedatangan Pak RT, cukup membuat Anton deg-degan. Hatinya sangat cemas.

Tiba-tiba keringat dingin keluar dari tubuh Anton. Tangannya pun ia rasakan dingin. Hatinya pokoknya sangat berkemelut hebat.

"Gila! Ngapain Pak RT ke sini?! Jangan-jangan mau di sidang lagi? Atau mau ngusir aku dari sini? Duh ... nggak! Nggak! Nggak! Tenang! Tenang! Tenang!" ucap Anton dalam hati. Bingung sendiri.

"Maaf, Pak, ke sini ada keperluan apa, ya?" tanya Bu Laila sopan. Pak RT masih sedikit memaksakan senyum.

"Emm, maaf ganggu waktunya sebentar. Kedatangan saya ke sini, mau mengundang Pak Anton dan istri beserta keluarga untuk datang ke balai desa," jawab Pak RT.

Mendengar jawaban itu, Bu Laila melipat kening sejenak. Kemudian dia menghela napas panjang. Pun Razmi di dalam kamar. Ia terkejut. Hingga ia tekan dadanya, agar sedikit kuat menghadapi masalah yang sedang menimpa rumah tanggannya.

"Ya Allah ... astagfirullah ... astagfirullah ... astagfirullah ...." ucap Razmi lirih. Hatinya semakin sakit dan hancur berkeping-keping. Rasa malu semakin menjadi. Air matanya bergulir lagi dan lagi. Hatinya semakin ia rasakan panas.

Dengan tangan gemetar Razmi mengusap pipinya. Mengusap air mata yang tanpa bisa dia tahan itu.

"Kuat Razmi! Kuat! Allah sangat sayang sama kamu! Makanya sudah Allah tunjukan perselingkuhan suamimu!" ucap Razmi lirih. Berusaha menguatkan diri sendiri.

Razmi kemudian menguat diri untuk beranjak. Kemudian dia segera melangkah keluar dari kamarnya. Siap untuk menemui Pak RT yang ingin mengundangnya datang ke balai desa. Siap nggak siap, dia harus siap. Malu tak malu dia harus menerima itu.

"Ke Balai Desa?" Bu Laila mengulang kata itu. Ia masih syok dan dia juga ingin tahu lebih detail. Pak RT menganggukan kepalanya pelan.

"Iya, Bu, ini atas permintaan warga. Jadi malam ini juga harus kita adakan sidang di balai desa. Pihak Bu Arsilla juga sudah saya kasih tahu. Jadi bisa langsung ketemuan di sana," jelas Pak RT.

Anton menelan ludah sejenak. Hatinya berkemelut hebat. Seketika dadanya naik turun.

"Sialan! Kenapa harus sidang segala? Arrgghh ...." ucap Anton dalam hati. Seketika tangannya mengepal. Pertanda dia sedang mengontrol emosinya.

"Sidang? Enak saja! Aku nggak mau!" ucap Anton dengan nada lantang. Pak RT dan Bu Laila seketika tersentak. Karena suara Anton memang terdengar sangat lantang dan garang.

Bukan hanya Pak RT dan Bu Laila yang tersentak, Razmi sendiri juga merasakan hal yang sama, dengar nada suara lantang suaminya.

"Tolong ikuti peraturan di desa ini, Pak!" ucap Pak RT. Masih berusaha sopan dan tetap menjawa wibawanya.

"Kalau saya nggak mau? Kenapa?" balas Anton dengan nada suara sok berani. Sok tak takut dengan siapa pun.

Pak RT menghela napas sejenak. Mengontrol dirinya sendiri. Agar bisa tenang menghadapi masalah ini. Tak terpancing emosi. Karena kalau terpancing emosi jelas akan ribut. Itu yang dipikirkan oleh Pak RT.

"Kenapa kamu nggak mau? Apa karena kamu takut semakin jelas tentang kebusukanmu itu? Walau sebenarnya tanpa di sidang pun sudah sangat jelas!" sahut Razmi. Sontak semua mata yang ada di ruang tamu menoleh ke arah Razmi.

Razmi memang sudah hancur berkeping-keping hatinya. Air mata juga terus bergulir, tapi saat benar-benar menghadapi situasi, ia usahakan air matanya tak terjatuh. Tapi tetap saja bola mata itu nampak berkaca-kaca.

"Dek," sapa Anton. Razmi membalas dengan menyeringai kecut. Kemudian dia membuang muka begitu saja.

"Ikuti perintah Pak RT!" pinta Razmi ketus. Tanpa memandang ke arah Anton.

"Ikuti? Kamu jangan ikutan konyol! Aku ini dijebak! Percayalah sama aku! Aku ini dijebak, Dek! Aku ini dijebak!" balas Anton untuk lebih meyakinkan istrinya. Dia memang enggan untuk datang ke sidang yang akan dilaksanakan di balai desa.

Lagi, Razmi menyeringai kecut. Pak RT hanya bisa nyengir dan geleng-geleng kepala. Pun dengan Bu Laila. Tak habis pikir dengan Anton. Karena menurut mereka memang tak masuk akal, apa yang Anton katakan.

"Dijebak? Apanya yang di jebak? Jelas-jelas dia menikmati jambu dan pepaya istri tetangganya. Kok bisanya dia bilang dijebak? Nggak sampai otakku mikirnya!" ucap Pak RT dalam hati.

"Anton! Kalau kamu merasa dijebak, kamu bisa jelaskan itu di balai desa. Jangan berkelit seperti ini di sini. Semakin kamu berkelit, itu semakin menunjukkan kalau kamu memang bersalah!" ucap Bu Laila. Anton memainkan bibirnya kasar. Matanya memandang sinis ke arah mertuanya.

"Sialan orang tua ini! Bukannya membela menantu, malah menjerumuskan! Mungkin dia senang anaknya jadi janda!" sungut Anton dalam hati. Geram sendiri. Emosi.

"Benar yang dikatakan oleh Ibu! Buktikan kalau kamu memang dijebak! Jelaskan di balai desa biar aku percaya!" balas Razmi. Anton membuang napasnya kasar.

"Nggak anak nggak emak, memang semuanya ngeselin! Kenapa mereka tak percaya denganku?! Arhhhh ...." sungut Anton dalam hati. Benar-benar tak puas dengan apa yang terjadi.

"Ok!" jawab Anton akhirnya, karena memang tak ada pilihan lain. Walau dadanya sangat naik turun.

"Alhamdulillah ... kalau gitu mari kita berangkat bersama ke balai desa, karena semua sudah menunggu di sana!" pinta Pak RT.

"Iya, Pak, mari!" balas Razmi cepat tanpa mikir panjang lagi. Kemudian mereka saling melangkah untuk segera menuju ke balai desa.

"Sialan! Apa yang harus aku katakan nanti di sana! Apa yang akan aku jelaskan? Aku nggak mau namaku semakin jelek. Aku juga tak mau kalau Razmi semakin membenciku, apalagi kalau dia sampai minta cerai! Ayo Anton mikir! Mikir! Mikir!" ucap Anton dalam hati. Kali ini dia benar-benar was-was.

***********************************

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status