Share

Bab 6

Bab 6

"Kamu ngusir aku?" tanya Anton seolah tak percaya, kalau istri yang selama ini selalu bersikap lembut, detik ini bisa mengusirnya. 

"Apakah kurang jelas? Ok aku perjelas lagi. Itu pintu utama rumah ini dan silahkan keluar dari rumah ini!" jelas Razmi seraya menunjuk pintu rumahnya. Anton menganga sejenak, kemudian dia menelan ludah yang terasa susah. 

"Aku ini suamimu, dosa besar istri ngusir suami! Kamu tahu itu kan? Nggak takut dosa kamu!?" sungut Anton. Razmi seketika membelalak mendengarnya. 

"Dosa? Hah? Kamu masih bisa ngomong dosa? Nggak malu kamu ngomong seperti itum Kamu tertangkap basah dengan istri orang, apa itu tak dosa? Hah? Owh ... berduaan sama istri orang, apa itu pahala mamanya? Iya? Ck ck ck ck," balas Razmi. Anton menarik napasnya kuat-kuat, mengembuskan dengan kasar. 

"Itu tak seperti yang kamu pikirkan! Aku di fitnah, aku di jebak! Percaya sama aku!" ucap Anton, berusaha ingin meyakinkan istrinya. 

Mendengar itu, Razmi menyeringai kecut. Dia sungguh tak habis pikir dengan suaminya itu. Ia Hela lagi napasnya. Ingin tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, tapi dia lihat dengan mata kepalanya sendiri. 

"Dijebak? Yakin?" tanya Razmi dengan tatapan tajam. Anton segera menganggukkan kepalanya dengan cepat. Bola mata mereka saling beradu pandang.

"Iya, percaya padaku, aku benar-benar di jebak! Makanya dengarkan dulu penjelasanku! Aku memang benar-benar dijebak! Aku bisa menjelaskan semuanya!" jawab Anton. Razmi mengusap wajanya pelan. Hatinya semakin berkemelut hebat. Justru semakin ia rasakan sesak.  

"Pasang telingamu baik-baik! Aku tak butuh lagi penjelasanmu! Karena aku sudah tak percaya lagi denganmu! Tak percaya lagi dengan apa pun yang kamu katakan! Silahkan keluar dari rumah ini, tanpa membawa apa pun kecuali apa yang menempel di badanmu!" ucap Razmi. Hatinya semakin geram karena suaminya tetap kekeuh, tak mau mengakui kesalahannya, padahal sudah jelas-jelas tertangkap basah. 

"Tapi, Dek ...."

"Gendang telingamu masih berfungsi kan? Kamu masih bisa mendengar kan? Kamu nggak bud*g kan?" potong Razmi. Anton memejamkan mata sejenak. Dia masih terus berusaha untuk mengambil simpati dari Razmi. 

"Kamu tahu kan, anak kita sudah dua. Kalau aku pergi bagaimana dengan anak-anak?" Anton masih terus berusaha mencari simpati. 

"Hah? Apa aku nggak salah dengar? Kamu yakin mau bahas anak? Nggak malu? Atau syaraf malumu itu sudah putus? Hah?" sindir Razmi. Anton menghela napas sejenak. Anton semakin bingung bagaimana mau menjelaskan, agar Razmi percaya lagi dengannya. 

"Iya, memang kita punya dua anak kan? Kamu nggak kasihan dengan mereka? Mereka itu tetap butuh sosok laki-laki!" jelas Anton. Razmi menyeringai kecut menjatuhkan. 

"Kalau kamu bahas anak sekarang, kenapa saat kamu selingkuh, kamu tak memikirkan mereka? Hah? Giliran ketahuan saja baru bahas anak! Anak-anak pun juga sudah besar, mereka pasti akan tahu mana yang yang benar dan mana yang salah," balas Razmi dengan nada menjatuhkan seolah tak habis pikir dengan Anton. 

"Kenapa kamu jadi keras kepala seperti ini?" tanya Anton. Cukup membuat Razmi terkejut mendengarnya. 

"Aku keras kepala? Kamu itu udah kepergok salah, tapi tetap tak mau mengakui kesalahanmu! Aneh!" balas Razmi. Anton masih berusaha meraih tangan Razmi, tapi Razmi dengan cepat menepis. 

"Stop! Jangan banyak drama! Silahkan keluar dari rumah ini! Kalau kamu masih punya malu dan harga diri, silahkan keluar dari rumah ini! Ini rumahku, ini rumah pemberian orang tuaku. Kamu sudah tak ada tempat di rumah ini!" ucap Razmi lantang. 

"Tapi ...."

"Kamu itu nikah sama aku, kere munggah bale dan sekarang memang sudah seharusnya kamu kembali ke asalmu lagi! Kamu memang nggak pantas ada di posisimu sekarang!" potong Razmi lagi. Karana memang tak menginginkan penjelasan apa pun lagi dari suaminya itu. 

Setelah ngomong seperti itu, Razmi segera membalikkan badannya. Menuju ke dalam kamar. Anton terus berusaha mengikuti Razmi. 

"Dek ... jangan kayak gini. Aku ini di jebak! Aku ini di fitnah!"

Brakkk!

Razmi membanting pintu kamarnya dengan kasar. Sangat kasar, cukup membuat Anton terkejut. Anton yang memang mengikuti langkah kaki Razmi, akhirnya terpaksa berhenti. Karena Razmi sudah mengunci pintu kamar itu dari dalam. 

Sesampai di kamar, tubuh Razmi lemas menyandar di daun pintu kamarnya. Hingga dia menjatuhkan badannya di lantai. Lunglai. Air matanya seketika tumpah begitu saja. Rasa sesak yang sangat luar biasa ia rasakan.

"Ya Allah ... kenapa Engkau memberiku cobaan seberat ini? Aku malu ya Allah ... aku malu!" ucap Razmi lirih sesenggukan. 

Ia tutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Air mata terus bergulir tanpa bisa dihentikan. Rasa malu menyeruak di dalam hati. Rasa malu semakin menjadi. 

******************************

"Bapak malu sama kamu Silla!" ucap bapak kandung Arsilla. 

Niat hati Nabilla mau ke rumah nenek kakeknya, tapi mereka keburu datang. Karena kabar itu telah sampai di telinga ke dua orang tua Arsilla. Tentu saja syok dan tentu saja terkejut. Rasa malu juga seketika menghampiri. 

Arsilla menundukkan pandang. Air matanya terus berjatuhan. Dalam hati terus memaki dirinya sendiri, karena kecerobohannya. Dia juga terus menerus menyalahkan Anton. Tak terima dengan masalah yang terjadi ini. 

"Ibu juga malu sama kamu Arsilla. Tapi Ibu juga kecewa dengan kamu Tamam!" sungut ibu kandung Arsilla. Mendengar ibu mertuanya ngomong seperti itu, tentu saja refleks Tamam menoleh ke arah ibu mertuanya. 

"Kecewa sama aku?" Tamam mengulang kata itu. Bingung dengan maksud ibu mertuanya. 

"Iya! Kabar yang beredar, kamu menjambak rambut Arsilla dengan pepaya Silla yang terlihat jelas! Memalukan! Membayangkannya saja Ibu malu, Tamam! Apa nggak bisa kamu menarik dia dengan lembut? Nunggu dia pakai baju dulu? Kelewat!" jelas ibu mertuanya dengan nada geram. 

Tamam menelan ludah sejenak. Dia paham maksud mertuanya. Tapi kala itu rasa emosi sudah menjalar begitu saja. Dia sudah benar-benar kalap. Hingga sudah tak bisa mikir panjang lagi. 

"Maaf, Bu, aku kalap hingga mata seolah tertutup. Aku memang tak menyadari kalau Silla belum pakai baju. Aku menyadari saat sudah sampai rumah," jelas Tamam apa adanya. Karena memang itu yang ia rasakan. 

"Halah ... memang sudah niat saja kamu itu ingin mempermalukan Arsilla!" balas ibu mertuanya ketus. Rasa sesak semakin menyeruak. 

"Stop! Ibu kok malah nyalahin Tamam? Dia itu nggak salah, kalau Bapak yang ada di posisinya, pasti juga akan melakukan hal yang sama. Mana ada suami yang rela dan hanya tinggal diam, saat tahu bahkan di depan matanya sendiri, istrinya sedang bersama dan bercumbu dengan lelaki lain! Hah? Kok malah nyalahin Tamam!" sahut Bapak kandung Arsilla. Istrinya hanya menyeringai kecut. Tetap tak suka dengan cara Tamam memperlakukan Arsilla. 

"Halah ... bapak yang aneh, bukan belain anaknya malah belain mantu!" ucap ibunya Arsilla. Silla hanya bisa diam dengan kepala menunduk, dia tak berani memandang wajah suami dan kedua orang tuanya. 

"Bapak tak membela siapa-siapa. Bapak hanya bela yang benar!" balas bapak kandung Arsilla. Ibunya seketika memutar bola matanya. Tanda tak suka. 

"Assalamualaikum!" tiba-tiba terdengar suara salam laki-laki. Seketika semua menoleh ke arah pintu. Melihat siap yang datang bertamu. Memastikan. 

"Waalaikum salam," jawab mereka nyaris serentak. 

"Eh, Pak RT!" ucap Tamam kemudian beranjak. "Mari masuk!" pinta Tamam seraya mempersilahkan masuk. 

"Iya," balas Pak RT itu kemudian dia segera masuk ke dalam rumah Tamam. Dengan datangnya Pak RT, cukup membuat hati Arsilla menjadi tak nyaman. 

"Duh ... kok hatiku nggak enak banget ya? Ada apa Pak RT ke sini? Astaga ...." ucap Arsilla dalam hati. Dia sudah panik. 

"Maaf, Pak, ada apa ke sini?" tanya Tamam dengan nada sopan. Walau hatinya masih berkecamuk hebat, tapi dia tetap berusaha untuk bertanya dengan sopan. 

"Ini, Pak Tamam, karena banyak sekali aduan warga tentang kejadian yang baru saja terjadi, jadi malam ini juga warga meminta untuk adakan sidang kepada Bu Arsilla dan Pak Anton!" jawab Pak RT. Cukup membuat siapa saja menganga mendengarnya. 

"Hah? Sidang?" ucap Arsilla mengulang kata itu, dengan wajah terkejut dan mata membelalak. Ia seolah tak mau jika harus datang untuk sidang. 

"Iya, Bu, kalian harus cuci kampung! Karena memang seperti peraturannya," jelas Pak RT. Seketika semua hati yang mendengarnya, merasa sesak luar biasa. Seolah pernapasan terasa tersumbat. Itu yang mereka rasakan. 

Tamam menarik napasnya sejenak, agar tetap bisa mengontrol diri. Sedangkan Arsilla semakin panik dan menganga mendengarnya. 

"Astagfirullah! Benar-benar memalukan! Belum kamu membuat Bapak bangga, tapi justru kamu sudah membuat malu! Terasa wajah ini kamu lempar kotoran Arsilla!" ucap bapaknya Arsilla dengan mata menyalang murka, menatap murka ke arah anaknya. Ibunya Arsilla membuang muka kecut begitu saja. 

*****************************

Tinggalkan komentar ya, biar segera post Bab 7. Penasaran tidak, bagaimana sidangnya? Hi hi hi hi. 

Commentaires (3)
goodnovel comment avatar
Bang Marwan
masa alasan ny Anton mlah d jebak ato d fitnah s tlh k twu an..?biasa ny alsn k bnykn orng cm khilaf sj.
goodnovel comment avatar
Sri Gati
usir aja dr kampung sambil di arak
goodnovel comment avatar
Yana Nur Chasanah
lumayan bikin deg degan. hheee...
VOIR TOUS LES COMMENTAIRES

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status