Share

Bab 4

Bab 4

Memalukan

"Sabar dong!" ucap Arsilla saat tangan kekasihnya sudah mulai beraksi. 

"Udah nggak tahan!" jawab Anton. 

"Segitunya," balas Arsilla. Kedua insan memang sedang dilanda asmara. 

"Cepetan! Jangan lama-lama juga nanti Razmi curiga," ucap Anton. Napasnya semakin memburu. Dadanya semakin naik turun. Nafsunya sudah memuncak. Sudah tak sabar ingin dia luapkan. 

"Iya tahu ... di rumah juga ada Mas Tamam," balas Arsilla. Tangan masih berusaha melepas bajunya. Sama saja Arsilla sendiri juga demikian. Mereka sama-sama mencari kepuasan diri. 

"Makanya!" ucap Anton kemudian segera memainkan aksinya. Sedangkan Arsilla sudah mulai pasrah dan menikmati.

Ya tubuh dua insan yang sedang di mabok asmara ini, sudah menempel layaknya perangko. Menikmati sentuhan demi sentuhan. Tanpa memikirkan apa-apa lagi, kecuali mencapai klimaks. Mereka tak tahu, jika aksi mereka sudah mulai tercium pasangan masing-masing. 

**********************************

"Tenang Tamam! Tenang! Yakin di dalam rumah kosong itu, tak ada istrimu di sana! Yakin istrimu sekarang ada di rumah, menunggumu untuk menjadi imam sholat magribnya!" ucap Tamam dalam hati. Masih berharap, dia tak menemukan istrinya di rumah itu.

Tamam melangkah mendekati rumah kosong itu. Tiba-tiba ia menghentikan langkahnya. Ia semakin fokus memasang telinganya. 

Deg! 

Jantung Tamam seolah berhenti berdetak, saat telinganya mendengar suara d*sahan dari dalam rumah kosong itu. Tangannya seketika mengepal. Amarahnya seketika naik ke ubun-ubun. 

Gendang telinganya tahu betul, bagaimana suara istrinya. Dia tahu betul bagaimana des*han istrinya. 

Nabilla yang memang sudah berjalan menuju ke rumahnya, ia juga ikut menghentikan langkahnya. Menoleh ke arah papanya. 

"Aku ke rumah Nathan saja kalau gitu, mau kasih tahu dia, kalau papanya sedang sama mamaku di rumah kosong itu. Awas saja kamu Nathan! Awas saja kalau sampai papamu ngapa-ngapain mamaku, habis di sekolahan kamu aku bikin!" ucap Nabilla geram, tanpa mikir panjang lagi, Nabilla berlari cepat menuju ke rumah teman sekelasnya, yang memang rumah mereka masih satu lorong. 

Saat Nabilla bergegas ke rumah Nathan, Tamam terus melangkah menuju ke rumah kosong itu. Rumah kosong yang tak jauh dari rumahnya sendiri. Ia tak tahu jika anaknya tak jadi pulang ke rumah. 

Tamam memang sudah tak memperhatikan Nabilla lagi. Yang ia tahu pokoknya Nabilla sudah pulang ke rumahnya. Karena dia berpikiran Nabilla adalah anak yang nurut.

Suara d*sahan istrinya semakin terdengar jelas di gendang telinganya. Cukup membakar hatinya, yang kini benar-benar tersulut emosi. 

Langkah kakinya semakin dekat. Ia berada di ambang pintu rumah kosong itu. Telinganya semakin terasa panas, saat des*han kedua insan yang sedang di bercinta itu, semakin memanas. 

Bukan hanya telinga saja yang panas, tapi hati juga tak kalah panas. Napasnya memburu hebat. Tangannya pun semakin mengepal kuat. Dadanya naik turun kayak role coaster. 

Tangannya kemudian meraih handle, membukanya dengan napas yang semakin memburu hebat. 

Brakkk! 

Dengan penuh amarah, pintu itu terbuka dengan mudahnya. Karena memang tak dikunci. 

Dua insan yang sedang meluapkan nafsunya, bahkan belum mecapai klimaks, seketika terkejut bukan main. Seketika menoleh bersamaan ke arah pintu terbuka itu. Meraka sama-sama terkejut, sama-sama sedang bersatu. 

"Mas Tamam?" ucap Arsilla, matanya seketika membelalak. Pun Anton tak kalah membelalak. 

Anton dengan cepat menarik badannya yang memang sudah menindih istri tetangganya itu. Dia kebingungan ingin mencari bajunya. Dalam keadaan bingung, mencari apa bajunya terasa kebingungan.

Melihat Anton masih kebingungan, Tamam segera mendekat dengan langkah kasar. Tangannya semakin mengepal kuat, matanya menyalang merah. 

"L*knat! Baj*ngan!" sungut Tamam dengan langkah terus bergegas. 

Bugh! Bugh! Bugh!

Tanpa ampun Tamam menghajar tetangganya itu. Karena seolah tak siap, maka Anton pun tak melawan dia hanya bisa mengelak saja. 

Karena keadaan semakin gelap, Arsilla sendiri kebingungan dan gelagapan mencari bajunya. Karena mereka memang sudah melepas apa yang mereka kenakan sebelumnya. 

"Istri lakn*t!" sungut Tamam murka. Tanpa bisa ia kendalikan, ia segera mendekati istrinya dengan napas yang masih memburu hebat. 

"Mas tenang, Mas! Aku bisa menjelaskan!" ucap Arsilla kebingungan. 

"Memalukan!" ucap Tamam dengan nada murka. Tanpa aba-aba lagi, Tamam menjambak rambut panjang istrinya itu. Menariknya keluar dari rumah kosong itu. 

Tapi Arsilla berusaha menolak. Tapi kekuatannya tentu saja kalah. Tamam sudah murka, Tamam sudah kalap. Sedangkan Anton masih meringis kesakitan dan masih sibuk meraih bajunya. Mengenakan sebisanya.  

"Ampun, Mas! Ampun! Aoowww ... sakit!" keluh Arsilla kesakitan. Tapi Tamam tak perduli. Dia benar-benar sudah gelap mata. Yang ada hanya rasa kecewa yang sangat luar biasa. 

"Ampun, Mas! Ampun!" Arsilla masih terus meminta ampun, karena ia merasakan sakit di area kepalanya. Karena memang sudah memakai perasaan lagi, Tamam menarik kasar rambut wanita yang masih sah menjadi istrinya itu.

Karena teriakan ampun Arsilla yang cukup kuat itu, akhirnya banyak tetangga yang mendengarnya. Karena memang Arsilla ini, tak begitu bisa menahan rasa sakit. 

Seolah dikomando, para tetangga terdekat pada berhambur keluar untuk benar-benar memastikan, apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Sedangkan Anton sendiri kebingungan. Karena keadaan semakin gelap saja. Sedangkan Arsilla di seret Tamam dalam keadaan yang hanya menutupi kemaluan bawahnya saja dengan lembaran kain baju yang sudah ia pegang. Sedangkan pepayanya terlihat jelas, tanpa sehelai benang. 

Tamam tak perduli. Yang ia pikir, pokoknya ingin sampai rumah dan ingin menghajarnya di rumah. Ya hanya itu yang ada di otaknya. Tak ingat juga, jika dia sudah meminta anaknya untuk pulang. 

"Astagfirullah ... Tamam? Kamu ini kenapa?"

"Ya Allah ... ada apa ini?"

"Loh ... kok itunya jelas banget ... bisa?"

"Loh ... kok ada Anton juga?" 

"Loh ... loh ... ya Allah ...."

Suara riuh seketika bersahutan. Hingga suara adzan magrib yang berkumandang sudah tak mereka dengar lagi. Karena memang saking riuhnya. Saking hebohnya suasana Magrib ini. 

Sedangkan Arsilla sendiri, ia sebenarnya malu, karena ia sadar dirinya belum memakai baju. Tapi ia juga tak bisa menutupi karena tangan kanannya berusaha melepas jambakan suaminya dan tangan kirinya berusaha menutupi kemaluan bawahnya, dengan baju yang sudah ia pegang, tapi memang belum sempat ia gunakan lagi. 

Disaat ia menarik istrinya seperti itu, ia tak tahu, kalau anaknya melihat kejadian ini. Yang ia pikirkan, ia ingin segera menarik istrinya itu sampai di rumahnya. 

Bahkan keadaan riuh dengan kerumunan orang, juga sudah tak ia perdulikan lagi. Rasa sakit, kecewa, menjadi satu. Ingin tak percaya tapi matanya sendiri yang melihat. Bukan lagi katanya. 

Ya, sorot mata tetangga melihat adegan memalukan itu. Termasuk anak kandungnya. Cukup membuat Nabilla menganga bingung. Melihat kedua orang tuannya seperti itu. 

Razmi memaksa dirinya untuk kuat. Ia terus mendekat, matanya terus mencari suaminya. Ia berusaha menerobos kerumunan orang ramai itu.

Saat berhasil menerobos, akhirnya matanya melihat suaminya, yang sudah meringis kesakitan. Tapi Anton sudah menggunakan baju. 

"Malu-maluin, diajak kelon kok di rumah kosong, nggak modal blas! Kalau aku ogah!"

"La iya ... selingkuh kok sama tetangga, ck ck ck."

"Nampaknya alim, tahunya ya ... amit-amit!"

"Ish ... mudah-mudahan desa kita nggak kena adzab!"

"Heh ... nanggung banget begituan kok magrib, ha ha ha."

Ya seketika mulut tetangga saling berkomentar sesukanya. 

"Kurang aj*r!" Plak! Plak! Plak! 

Teriak Razmi seraya menampar suaminya. Tangan Anton mengepal kuat, berusaha menutupi rasa malu, karena ia sebenarnya sangat malu. 

"Dek ... aku bisa jelaskan!" ucap Anton setelah istrinya selesai menamparnya. Lelaki berbadan tegap itu ingin meraih tangan Razmi, tapi seketika Razmi menolak. 

"Nggak ada yang perlu di jelaskan! Kamu sudah membuatku kecewa!" balas Razmi. Tanpa menunggu tanggapan lagi, Razmi membalikkan badan. Bergegas melangkah menuju ke rumahnya, dengan linangan air mata. 

Kecewa, malu, pokoknya jadi satu. 

"Awas kamu di sekolahan!" ancam Nabilla kepada Nathan, dengan telunjuk menunjuk tepat di wajah Nathan. Nathan hanya bisa nyengir bingung. 

Setelah ngomong dengan nada ancaman, Nabilla bergegas pulang. Begitu juga dengan Nathan. 

Tetangga justru yang masih belum beranjak. Masih menggunjing dan saling berkomentar. 

*****************************

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status