Senja mengoreksi coretan-coretan yang dosennya buat. Ia perlu revisi beberapa kali. Ia memang pintar tapi kan gak bisa juga skripsi di susun dalam sebulan.
"Lo lagi apa?" "Biasa revisi." Perkenalkan Faradilla Gunawan, sahabat Senja semenjak semester awal. Yang katanya gak niat kuliah di jurusan teknik kimia tapi akhirnya ke sini karena desakan orang tua. Fara benci di bandingkan kakaknya yang seorang asisten dosen di ITB. Otak kan beda bentuk, beda isi. Kenapa orang tuanya tak terima saja Fara apa adanya, otaknya uang cetek harap di maklumi. Kalau boleh, ia mau pindah jurusan saja. "Gue kapan ya skripsinya?" "La lo siapnya kapan?" "Gue gak pernah siap lahir batin kalau dosen pembimbingnya itu Pak Johan." Senja hanya tersenyum kecil, Fara hanya malas tapi kalau berusaha juga bisa. "Lo minta dosen lain dong." Fara menggeleng. "Gue mahasiswa kesayangan Pak Johan." Karena ia pernah mengempiskan ban motor dosennya itu. Hingga pria yang hanya botak di ubun-ubun itu dendam kesumat padanya. "Eh ntar malam nginep dong di kos gue. Gue udah upload k-drama baru loh." "Drama Korea aja yang lo pikirin." "Habis sinetron udah gak asik lagi. Seruan nonton drakor." "Tapi say sorry. Ntar malam, gue udah janjian ama nyokap buat makan malam ama temennya." Senja tersenyum puas sambil meletakkan telapak tangan di depan dada. "Ah gak asik lo." "Lo pulang gih ke Bandung. Ortu lo pasti kangen." Senja tahu Faradilla sangat merindukan keluarganya namun gadis itu memilih menyingkir. Entahlah ia tak paham saja, Fara selalu minder jika dekat dengan sang kakak perempuan. "Kangen ngomelin gue. Mak lampir juga pulang soalnya. Kalau gue balik, gue pasti di anggap kartu mati. Giliran ada hajatan pasti ujung-ujungnya nyari gue. Kapan sih tuh lampir nikah. Biar gue bebas." Fara ngedumel panjang lebar sedang Senja malah fokus menatap layar laptop. Fara sebal, tapi lebih kesal lagi ketika mendengar suara motor di gas kencang di depan kampus. "Woy... tuh anak Snippers gak tahu diri. Genk gak bermutu, tukang balapan, tawuran." Fara mencak-mencak. Ia sampai berdiri. Untunglah Senja sudah menariknya untuk segera pergi. Genk motor snipers sedikit anarkis. Mereka senang menunjukkan diri, dengan bergaya naik motor freestyle di jalan depan kampus. Di larang pun percuma, karena rata-rata dari mereka adalah anak penyandang dana terbesar kampus. "Udah kita pergi aja. Ngadem ke cafe katanya di sana lagi ada promo. Ntar gue traktir deh." Fara langsung teralihkan jika membahas makanan. Semoga anak yang tengah ugal-ugalan mengendarai motor itu jatuh lalu masuk got atau minim jontor itu mulutnya.🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒🐒
"Saga, akhirnya kamu dateng juga sayang. Duduk sini nak di samping mamah." Hermawan melihat tidak suka ke arah anak lelakinya ini, kelihatan sekali Saga itu anak mamah yang akan membuat para gadis terserang ilfeel. "Mamah dah pesenin kesukaaan kamu." Helen melongo melihat bagaimana interaksi antara anak dan ibu itu sedang Senja merasa tak asing dengan jaket yang Saga kenakan. "Oh ya saya belum memperkenalkan diri, saya Saga Adhitama." Untunglah setidaknya Saga tak melupakan adab kesopanan. "Kenapa kamu baru sampai Saga?" "Biasa pah, Jakarta macet." Sebenarnya ia tadi tidak berniat datang. Saga kesal kemaren papahnya mendadak akan menikahkan dirinya dengan gadis yang tidak ia kenal tapi teman-temannya Gio dan Angga membujuknya untuk datang yah daripada nanti uang saku dan credit cardnya diblokir. "Yah berhubung semuanya sudah hadir, saya akan mengatakan apa tujuan dinner ini di adakan," ujar Hermawan membuka suara.
Saga duduk di atas sofa sambil mengutak-atik isi ponsel. Ia jadi penasaran dengan perempuan bernama Senja semalam. Wajahnya familiar tapi ia pernah lihat dimana ya. Tanpa di komando, tangan Saga meluncur membuka I*******m. Jemarinya mengarah ke kolom pencarian, mengetikkan nama Senja Haula. Kata ayahnya sih itu nama panjangnya. Karena sibuk sendiri, ia jadi melupakan sepeda motor yang ia bongkar tadi. Angga dan Gio, yang notabene adalah sahabat Saga sekaligus karyawan di bengkelnya menatap temannya dengan curiga. Tak biasanya kawannya ini bermain ponsel sangat lama dan tidak menggubris kehadiran mereka yang sangat berisik karena beberapa kali melempar obeng serta kunci Inggris. Anak itu sedang apa coba. Bukannya membantu malah sibuk sendiri. Dengan pandangan penasaran, keduanya melangkah mengendap-endap menuju arah belakang sofa yang diduduki Saga. Secepat kilat Gio merebut ponsel berlayar datar itu hingga berpindah ke tangannya. "Hayoo,,,loe stalkerin siapa
Senja masih setia duduk di halte bis. Menunggu angkotnya datang. Ia duduk sembari menangis dan air matanya tanpa sengaja membasahi pipi. Bekas tamparan mamahnya sudah tak sakit namun meninggalkan luka yang amat dalam di hatinya. Senja tak mengerti, kenapa mamanya begitu ngotot ingin ia menikah. Apa sebegitu bebankah Senja bagi ibu tunggal itu? Kemarin benar-benar malam yang melelahkan untuknya. Perjodohan? Senja tidak pernah sekalipun berpikir untuk menikah saat masih di bangku kuliah walau akan selesai skripsi. Apalagi membina rumah tangga dengan orang yang sama sekali ia tidak kenal. Air matanya kian deras seperti terperas. Mamanya sudah menjanda selama hampir 15 tahun. Apa sebegitu kesepiannya sampai menikah lagi, sampai harus menyingkirkannya? Biasanya selalu ada Faradilla, sahabat setianya yang siap mendengar keluh kesahnya tapi gadis itu mendadak pulang ke Bandung. Pim....pim....pim Siapa gerangan yang menyalakan mobil. Senja buru-buru menghapus
Seorang lelaki yang paruh baya sedang duduk di kursi empuk sambil meneliti beberapa laporan yang masuk. Ia hembuskan nafas. Banyak sekali pengeluaran yang menurutnya janggal dan tak perlu. Pekerjaannya memang direktur tapi bukan berartitak turun tangan atau sampai tak teliti. Ah usianya sudah memasuki angka 70 tahun. Harusnya ia pensiun lalu istirahat, bermain dengan anak cucu tapi sayangnya anak lelaki satu-satunya meninggal dan menyisakan satu cucu lelakinya saja. Tok...tokk...tok. "Masuk." Panggilnya tegas, lalu seorang perempuan cantik memakai blazer hitam, kemeja putih dan juga rok pendek senada berjalan masuk. Memperdengarkan ketukan sepatu hak tingginya yang amat runcing hingga terlihat tubuh proposionalnya yang nampak begitu seksi serta berlekuk indah. "Pak, Ada Tuan Hermawan Adhitama di luar. Ingin bertemu dengan anda." Mau apa ponakan mendiang istrinya kemari. Mengingat mereka jarang bertemu, walau pertemuan keluarg
Senja memegang pisau dan garpu dengan erat seperti hendak meremukkannya. Kini ia makan malam dengan sangat ibu dan juga Adam, selaku calon ayah tirinya. Rasanya ia muak, mengamati keduanya yang sedang bertukar makanan dengan mesra. Senja bukannya iri namun ia geli saja, Adam pemain peran yang apik. "Senja kok makanannya gak kamu makan?" Adam berlagak sok perhatian. Menunjukkan gelagat sebagai calon ayah yang baik."Sebelum ke sini Senja udah makan tadi." "Harusnya kamu tadi pesen desert aja." Senja terpaksa tersenyum, sedang sang ibu yang tengah berbahagia. Menyesap anggur mahal yang mungkin mereka tak pernah konsumsi. "Mamah mau ngasih tahu kalau mungkin dua bulan lahir kita akan menikah." Senja tak kaget, hanya saja ia berharap skripsinya akan segera usai. Kan ia bisa pergi, dengan alasan mendapat pekerjaan di luar kota. "Selamat ya Mah. Semoga kalian bahagia selalu." "Lalu S
Bremmm...bremmm.....bremmm Suara motor balap yang sedang di setel gasnya memekakkan telinga. Asap yang keluar dari knalpot memenuhi udara di arena balap liar. Senja bisa kehabisan nafas kalau terlalu lama di sini sedang Fara malah manggut-manggut karena suara berisik motor bercampur musik pop serta rap yang enak di nikmati telinga “Ra, kita pulang yuk. Di sini banyak anak cowok.” Senja tak terbiasa di kelilingi laki-laki apalagi laki-laki yang memakai jaket kulit dan juga menyalakan rokok. “Tunggu, gue belum lihat balapannya. Jagoan gue malam ini mau terjun langsung di arena balap.” Jagoan Fara juga siapa? Di sini laki-laki hampir bermuka sama, sama-sama muka berandal. “Ituh... itu jagoan gue. Troy.... ya ampun cakep banget sih.” Senja memutar leher, matanya melihat seorang pria berhidung mancung, berwajah tampan dan juga tingginya hampir 180an. Itu yang namanya Troy, pemuda yang tampang dan perawakan tubuhnya begitu menonjol di banding yang lain. “Tr
"SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA SENJA HAULA BINTI PRASETYA DHARMA DENGAN MAS KAWIN TERSEBUT DIBAYAR TUNAI,” ucap Saga mantap dengan satu helaan nafas. "Saksi sah?...sah?.." "SAH". terdengar kata sah diucapkan serempak oleh para tamu. Kemudian doa pernikahan mulai di lantunkan. Sekarang Saga dan Senja sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Pernikahan mereka hanya di hadiri dan kerabat terdekat saja. Flashback seminggu lalu "Ini terakhir kali papah ke sini dan jadi penjamin kamu!!" Ancaman Hermawan hanya di jadikan dengusan lirih. Saga tak merasa bersalah sama sekali. Ayahnya berkata seperti itu dulu dan kini buktinya ayahnya juga kemari. "Oke pah. Temen-temen Saga juga jangan lupa." Hermawan menggeleng pelan sambil menahan wajahnya yang bewarna merah padam. Ia tentu marah sekali dan sikap Saga yang suka tawuran, membuatnya pusing tujuh keliling. "Boleh. Temen-t
Saga ternyata semalam tidak pulang. Senja sedikit merasa khawatir. Khawatir kalau suaminya ketahuan Devi. Pada saat malam pertama mereka, Saga malah pergi ke arena balap. Mendengar suara motor Senja menajamkan telinganya. Ia bergegas turun ke bawah untuk menyambut suaminya. Bagaimanapun juga Saga itu suaminya walau belum ada rasa tapi dia punya kewajiban untuk berlaku baik. Senja kira Saga akan lewat ruang tamu, nyatanya pria itu malah lewat pintu samping garasi yang melewati area dapur. "Mau makan?" sapanya tiba-tiba, yang membuat jantung Saga merosot terjun. Perempuan yang baru ia nikahi sehari sukses membuatnya kaget. "Loe ngagetin gue. Gue kira gue ketahuan mamah." Senja memejamkan mata sejenak. Ingat kata mamah atau ibu mertua. Membuatnya miris, memang benar adanya ibu mertua itu layaknya ibu tiri. Untunglah Devi kini pergi keluar. "Mamah arisan." &