Share

Bab 6

Seorang lelaki yang paruh baya sedang duduk di kursi empuk sambil meneliti beberapa laporan yang masuk. Ia hembuskan nafas. Banyak sekali pengeluaran yang menurutnya janggal dan tak perlu. Pekerjaannya memang direktur tapi bukan berarti 

tak turun tangan atau sampai tak teliti. Ah usianya sudah memasuki angka 70 tahun. Harusnya ia pensiun lalu istirahat, bermain dengan anak cucu tapi sayangnya anak lelaki satu-satunya meninggal dan menyisakan satu cucu lelakinya saja. 

Tok...tokk...tok.

"Masuk." Panggilnya tegas, lalu seorang perempuan cantik memakai blazer hitam, kemeja putih dan juga rok pendek senada berjalan masuk. Memperdengarkan ketukan sepatu hak tingginya yang amat runcing hingga terlihat tubuh proposionalnya yang nampak begitu seksi serta berlekuk indah. 

"Pak, Ada Tuan Hermawan Adhitama di luar. Ingin bertemu dengan anda." Mau apa ponakan mendiang istrinya kemari. Mengingat mereka jarang bertemu, walau pertemuan keluarga sekalipun. 

"Suruh dia masuk." Sekretarisnya yang bernama Irina lalu pamit keluar untuk mempersilakan tamu atasannya masuk

"Selamat siang Om." Wisnu bangkit lalu memeluk ringan tubuh keponakannya.

"Om sehat-sehat aja kan?" 

"Kamu bisa lihat sendiri, Om sehat. Masih bisa jalan dengan baik dan juga masih bisa punya istri muda." Hermawan tertawa mendengar ocehan Omnya itu. Walau menduda cukup lama namun Wisnu layaknya biksu yang tak menikah lagi ketika sang istri meninggal 20 tahun lalu. Bukan masalah kesetiaan namun Wisnu berpikir praktis. Ia tak mau membagi kekayaannya dengan siapapun. Walau Hermawan pernah dengar Wisnu sempat menjalin hubungan dengan beberapa artis muda nan cantik. 

"Ah Om bisa aja. Rahasianya apa bisa sehat terus?" 

"Sering cek kesehatan ke dokter, makan makanan sehat, olahraga juga walau jarang. Yah sehat itu tergantung isi dompet, bohong kalau semua fasilitas penunjang kesehatan itu gak mahal." Hermawan tergelak lagi. Ia hapal betul perangai suami saudara ibunya ini. Suka membuat kelakar tapi kalau sudah serius, saham perusahaan lawan bisa saja turun drastis. 

"Hahahaha Om ini tapi tetap aja dengan uang, nyawa gak bisa balik kan?" Yah mana ada yang bisa merubah takdir Tuhan. 

"Kamu kesini ada urusan apa? Gak mungkin kamu jauh-jauh datang kemari kalau tidak ada urusan penting." 

"Kita duduk dulu Om." Hermawan tak langsung menjawab. Ia memilih duduk terlebih dulu walau yang punya ruangan belum mempersilahkannya. "Saya sudah ketemu sama Helen dan putrinya." 

Bola mata Wisnu yang sudah sedikit berubah abu itu membola. Ia jelas kaget. Hermawan bertemu dengan mantan menantu dan juga mantan cucunya. Wisnu meremas pergelangan tangannya yang di hiasi jam Rolex perak, ia panik. Jangan sampai cucu laki-lakinya tahu kalau keluarganya masih ada yang selamat saat kecelakaan naas itu terjadi.

"Lantas?" 

Hermawan menahan senyum, tua bangka ini sudah mulai risau. Hubungan Prasetya dan Helen dari awal memang tak di restui. Alasannya klasik, si miskin dan kaya tak akan pernah punya tempat yang sama. "Seperti janji saya dengan almarhum Prasetya, saya akan menjodohkan anak saya dengan putrinya Prasetya." 

Wisnu yang semula tegang, kini mengerutkan dahinya yang di hiasi alis putih itu lalu tersenyum pongah. "Kamu pintar ternyata." 

"Maksud Om?" 

"Saya tahu di pikiran kamu isinya hanya bisnis dan kalkulasi untung-rugi. Apa manfaatnya menikahkan putra tunggal seorang pengusaha kaya dengan putri seorang biasa. Saya tahu saham Prasetya di perusahaan kamu belum berpindah tangan atau di balik nama. Saham itu hak dari anak-anak Prasetya. Intinya kalau putri Helen jadi menantu kamu maka saham itu tidak berpindah tempat."

Hermawan menggeleng-gelengkan kepala. Si tua tak berkurang kadar kepintarannya sehingga tahu arah pemikiran Hermawan mau ke mana. 

"Bukan cuma itu Om. Senja cukup pintar. Saya bisa andalkan dia buat menjaga perusahaan. Terus terang saya ragu dengan putra saya sendiri." 

"Senja?" eja Wisnu lirih. 

"Itu nama anak perempuan Prasetya Om. Dia juga cucu Om kan?" 

"Saya hanya punya Troy sebagai cucu saya." Wisnu menggeram menahan marah. Teringat Senja pastilah teringat kelakuan Helen. Perempuan kelas rendahan itu memisahkan dia dan Prasetya. Membuat hubungan mereka buruk. 

"Iya saya hanya memberitahu Om saja. Gimana kabar Troy, Om? "

"Sangat baik. Troy tumbuh jadi apa yang saya inginkan. Anak itu begitu kuat, pintar dan selalu jadi pemenang." Hermawan menunduk menatap sepatunya yang belum ia sempat semir tadi pagi. Jadi ingat kan dengan si Saga. Tadi pagi anak itu sudah membuat ulah dengan melompati pagar rumahnya sendiri. Saga tak bisa di andalkan dan mengecewakan.

"Lalu bagaimana dengan putra kamu?" 

"Juga baik tapi agak susah di atur." Bukan agak lagi tapi kebangetan bandelnya. Namun Hermawan enggan bercerita panjang lebar. Apa bagusnya membicarakan kebodohan anaknya sendiri. 

"Namanya juga anak muda. Biasa Nakal sedikit, jadi berandal. Tapi kasihan juga cucu saya dapatnya laki-laki seperti anakmu itu." ujarnya datar. Sepertinya Wisnu benar-benar tak peduli dengan Senja tapi tanpa sadar kakek tua itu menyebut Senja juga cucunya. 

"Apa Om gak ada niatan buat menjodohkan Troy?" Wisnu berpikir sebentar. Menjodohkan Troy, ide itu bagus juga. Mengingat ayah Troy salah langkah. Jangan sampai cucunya juga. 

"Boleh juga. Kebetulan anak perempuan teman saya banyak yang masih singgel. Eh kamu jangan pernah bilang ke Troy kalau ibu dan adiknya masih hidup." 

"Kenapa Om? Bukannya Troy akan senang kalau tahu keluarganya ada yang masih hidup." ucapan Hermawan mendapat pelototan tajam dari direktur PT. Global Media itu. 

"Jangan pernah mengatakan kepada cucu saya kalo ibunya dan adiknya masih hidup. Saya tidak mau perempuan rendahan itu membuat saya kehilangan untuk kedua kalinya. Troy sudah saya bentuk jadi pewaris yang dingin dan kuat, kemunculan Helen hanya akan membuatnya lemah," ucap laki-laki paruh baya itu dengan sekali nafas, tampak ketegasan dan ancaman dibalik setiap kata-katanya.

"Baik, saya akan turuti kemauan Om." Tak ada untungnya juga kalau Troy tahu. Bisa-bisa perjodohan Saga dan Senja batal. 

**********

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status