Senja memegang pisau dan garpu dengan erat seperti hendak meremukkannya. Kini ia makan malam dengan sangat ibu dan juga Adam, selaku calon ayah tirinya. Rasanya ia muak, mengamati keduanya yang sedang bertukar makanan dengan mesra. Senja bukannya iri namun ia geli saja, Adam pemain peran yang apik.
"Senja kok makanannya gak kamu makan?" Adam berlagak sok perhatian. Menunjukkan gelagat sebagai calon ayah yang baik."Sebelum ke sini Senja udah makan tadi." "Harusnya kamu tadi pesen desert aja." Senja terpaksa tersenyum, sedang sang ibu yang tengah berbahagia. Menyesap anggur mahal yang mungkin mereka tak pernah konsumsi. "Mamah mau ngasih tahu kalau mungkin dua bulan lahir kita akan menikah." Senja tak kaget, hanya saja ia berharap skripsinya akan segera usai. Kan ia bisa pergi, dengan alasan mendapat pekerjaan di luar kota. "Selamat ya Mah. Semoga kalian bahagia selalu." "Lalu Senja, kapan kamu wisudanya?" "Mungkin akhir tahun, bulan Desember nanti kalau bisa." Adam tersenyum sedikit, ah calon anak tirinya begitu cantik dan cerdas tapi sayang sudah punya pacar. Mana pacar Senja itu galaknya kayak preman. "Oh ya aku belum cerita. Om Hermawan tetap akan melanjutkan perjodohan kamu sama anaknya!" Dahi Senja menukik tajam, ia geram. Penolakan kerasnya tidak di anggap sama sekali. "Kalau itu terserah mamah." "Perjodohan apa? Ada yang aku lewatkan?" Tentu saja adam. Yang notabene adalah orang asing mana bisa di sangkut pautkan dengan pembicaraan mereka. Helen menggenggam tangannya lalu mencoba menjelaskan. "Begini, Senja akan di jodohkan dengan anak Almarhum suamiku." Singkatnya begitu. "Perjodohan?" Adam malah tertawa konyol, "ini jaman apa? Kenapa masih ada sistem seperti itu?" Untuk kali ini, Senja setuju dengan Adam. "Ada alasan kuat kenapa aku ngelakuin ini. Semua berhubungan dengan masa depan Senja." "Jangan bilang kalau temen Almarhum ayah Senja itu kaya?" Helen diam, karena merasa tak enak. "Jangan apa-apa selalu kamu ukur dengan uang." Karena memang segalanya butuh uang. "Banyak alasan kenapa aku jodohin Senja. Aku gak mau munafik keluarga Mas Herman kaya, Senja bisa hidup lebih baik, punya masa depan lebih cerah." Adam menggidikkan bahu. Lalu matanya melirik ke arah calon anak tirinya yang menghela nafas panjang. Siapa pun tak akan mau di pilihkan masa depannya. Apalagi menyangkut pasangan. Karena bagi Senja menikah itu hanya sekali seumur hidup. Lalu bagaimana jika pernikahannya nanti hanya sekedar uji coba atau trial? Senja tak mau jika pada akhirnya dirinya hanya akan jadi janda seperti sang mamah.🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Di saat pikiran penat, kalut dan juga sedang mengalami mood buruk. Senja selalu main ke tempat kos temannya Faradilla. Penat sungguh bisa membunuhnya perlahan. Hembusan angin rindang pohon mangga tak bisa menyejukkan sanu bari. Ah Senja rasa jika kabur bisa ia lakukan. Pastilah ia memilih jalan itu.
“Mamah gue nikah. Perjodohan gue tetap di lanjut!” Fara menajamkan telinga. Di jodohkan di saat mereka akan keluar dari zona mahasiswa. Rasanya begitu menyebalkan. Kita mau lulus terus kerja, tiba-tiba di sodorkan undangan pernikahan. “Kenapa lo gak nolak?” tanyanya sambil mengucek pakaian yang kini berbusa banyak. “Nyokap mau nikah, gue lebih baik keluar dari rumah. Mungkin dengan cara nikah.” Fara membanting sikat cucian karena tak suka nada bicara temannya yang terdengar putus asa. “Loe itu gak jelek, loe pinter, lo punya masa depan yang gue bisa jamin bakalan indah. Berhenti lo mikirin bakal nikah. Semoga aja cowok yang di jodohin sama lo nolak!!” “Semoga aja. Btw gue suntuk, ntar malam keluar cari angin. Gue bosan di rumah terus. Pinginnya sih jalan-jalan tapi lo malah nyuci pakaian.” Fara mendapat hadiah potongan uang saku karena nilainya jeblok. Jadinya ia hemat nyuci baju sendiri, gak pakai jasa binatu atau laundri kiloan. “Lo salah ngajak gue. Gue mau jalan-jalan tapi gak ngeluarin uang banyak. Lo tahu gue bokek. Ortu gue tega banget. Apa gue anak angkat ya sebenarnya?” Fara selalu begitu, yah salah orang tuanya juga selaku saja memperlakukan tak adil. Kakak Fara yang pintar selalu di unggulan sedang Fara selalu di nomer duakan. “Jalan-jalan tapi gak ngabisin duit itu kemana?” Fara memutar otak mulai mengurutkan tempat nongkrong yang asik tapi minim dana jamannya. Dia jadi pingin ke suatu tempat, untuk melihat seseorang. “Gue tahu tempat nongkrong asyik tapi hemat.” “Kemana?” “Ah udah ngikut aja!!” Fara akan mengajak Senja ke suatu tempat yang sahabatnya tak akan duga. Tempat banyak berkumpulnya anak laki-laki yang mengendarai motor dan melakukan balapan liar🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷💐💐🌷🌷🌷
Bremmm...bremmm.....bremmm Suara motor balap yang sedang di setel gasnya memekakkan telinga. Asap yang keluar dari knalpot memenuhi udara di arena balap liar. Senja bisa kehabisan nafas kalau terlalu lama di sini sedang Fara malah manggut-manggut karena suara berisik motor bercampur musik pop serta rap yang enak di nikmati telinga “Ra, kita pulang yuk. Di sini banyak anak cowok.” Senja tak terbiasa di kelilingi laki-laki apalagi laki-laki yang memakai jaket kulit dan juga menyalakan rokok. “Tunggu, gue belum lihat balapannya. Jagoan gue malam ini mau terjun langsung di arena balap.” Jagoan Fara juga siapa? Di sini laki-laki hampir bermuka sama, sama-sama muka berandal. “Ituh... itu jagoan gue. Troy.... ya ampun cakep banget sih.” Senja memutar leher, matanya melihat seorang pria berhidung mancung, berwajah tampan dan juga tingginya hampir 180an. Itu yang namanya Troy, pemuda yang tampang dan perawakan tubuhnya begitu menonjol di banding yang lain. “Tr
"SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA SENJA HAULA BINTI PRASETYA DHARMA DENGAN MAS KAWIN TERSEBUT DIBAYAR TUNAI,” ucap Saga mantap dengan satu helaan nafas. "Saksi sah?...sah?.." "SAH". terdengar kata sah diucapkan serempak oleh para tamu. Kemudian doa pernikahan mulai di lantunkan. Sekarang Saga dan Senja sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Pernikahan mereka hanya di hadiri dan kerabat terdekat saja. Flashback seminggu lalu "Ini terakhir kali papah ke sini dan jadi penjamin kamu!!" Ancaman Hermawan hanya di jadikan dengusan lirih. Saga tak merasa bersalah sama sekali. Ayahnya berkata seperti itu dulu dan kini buktinya ayahnya juga kemari. "Oke pah. Temen-temen Saga juga jangan lupa." Hermawan menggeleng pelan sambil menahan wajahnya yang bewarna merah padam. Ia tentu marah sekali dan sikap Saga yang suka tawuran, membuatnya pusing tujuh keliling. "Boleh. Temen-t
Saga ternyata semalam tidak pulang. Senja sedikit merasa khawatir. Khawatir kalau suaminya ketahuan Devi. Pada saat malam pertama mereka, Saga malah pergi ke arena balap. Mendengar suara motor Senja menajamkan telinganya. Ia bergegas turun ke bawah untuk menyambut suaminya. Bagaimanapun juga Saga itu suaminya walau belum ada rasa tapi dia punya kewajiban untuk berlaku baik. Senja kira Saga akan lewat ruang tamu, nyatanya pria itu malah lewat pintu samping garasi yang melewati area dapur. "Mau makan?" sapanya tiba-tiba, yang membuat jantung Saga merosot terjun. Perempuan yang baru ia nikahi sehari sukses membuatnya kaget. "Loe ngagetin gue. Gue kira gue ketahuan mamah." Senja memejamkan mata sejenak. Ingat kata mamah atau ibu mertua. Membuatnya miris, memang benar adanya ibu mertua itu layaknya ibu tiri. Untunglah Devi kini pergi keluar. "Mamah arisan." &
Atroya meneguk minuman beralkohol, ia mabuk. Setiap titik terendahnya ia selalu melampiaskan pada minuman keras. Kakeknya menginginkan Troy tampil sempurna tanpa cacat. Troy si pintar, Troy yang tak boleh kalah atau melakukan kesalahan, Troy yang terbaik. Jujur ia lelah, ia butuh sandaran. Dia juga hanya seorang manusia, butuh kasih sayang dan pelukan hangat seorang wanita. Harapan di peluk seorang wanita yang ia cinta Seketika musnah Ketika sang kakek berniat akan menjodohkannya, dengan Vivian m. Anak rekan bisnis kakek. bukannya Troy tak kenal Vivi ... kenal baik malah. Vivian hanya gadis manja yang hobi belanja dan clubbing. Tak cocok dengan cara pandang hidup yang dijalani Troy. Vivian jauh dari kata istri idaman Di saat ia sedih seperti ini,. Troy langsung ingat ibunya,,,, dan sangat merindukan sang adik Lala."Kenapa kalian tinggalin aku sendiri, Harusnya kalian juga bawa aku." Racau Troy sambil menangis memandangi foto usang milik keluarg
Jam baru menunjukkan pukul 5 pagi saat Saga membuka sedikit matanya. Ia menepuk ranjang sebelah, eh kok kosong. Senja ke mana? Matanya membuka sempurna, ia mencari sosok istrinya. Mata sayu Saga menangkap pemandangan yang indah. Seorang perempuan itu tengah bersujud sambil mengenakan mukena. Hati Saga bergetar hebat, ia si brengsek yang tak pernah ibadah bahkan lupa surat al fatehah. Mendapatkan istri solehah. Apa pantas? Saat Senja selesai menunaikan shalat subuh, Saga sudah duduk bersila di sampingnya. "Kok shalat gak ngajak ngajak? Gue kan pingin jadi imam!" "Besok aku bangunin kamu, habis aku gak pernah lihat kamu shalat." Sindir Senja telak. Saga juga lupa kapan terakhir dia shalat wajib. Eh Jumat kemarin ia juga shalat berjamaah di masjid kampus. "Balik tidur yuk, masih pagi juga." Jadi Saga enak, dia kan anak emas mamah Devi. Lah Senja cuma anak mantu, di sini statusnya cuma numpang idup. Gak boleh berbuat seenaknya.
Saga masih menemani Senja duduk di bangku pinggir jalan. Ia tak tega bila meninggalkannya dalam keadaan kalut seperti ini. Baru saja Saga menemaninya untuk mengambil motor tapi kabar tak sedap harus didengar oleh istrinya. Ibunya, Helen akan menikah dengan om-om mesum bernama Adam dua minggu lagi. "Mereka akan nikah sebentar lagi!! Aku gak suka apa aku mesti hancurin kebahagiaan mamah??" Gumamnya lirih tatapannya tertuju ke jalan kosong. Dalam benaknya pasti tak setuju tapi Senja hanya punya seorang ibu, ia ingin ibunya juga Bahagia. "Gimana ya stel, gue gak tahu tapi jujur lebih baik." Jawaban yang Benar meski kejujuran itu pahit harus kita ungkap. "Kamu, kalau mau kuliah,, kuliah aja. Aku gak apa-apa kok." Saga memang berat meninggalkan Senja di dalam keadaan kalut tapi mau gimana, ia juga punya urusan. "Gue tinggal, kalau ada apa-apa hubungin gue." Dia pamit pergi dan bergegas menaiki motor sportnya menuju bengkel. Karena ha
Bukan pandangan khawatir yang didapat Senja saat pulang atau sedikit keterkejutan mengingat keadaannya yang tak baik-baik saja tapi sebuah cibiran bahkan sindiran dari Devi, ibu mertuanya. Wanita itu bersedekap sambil Mengamati penampilan Senja dari ujung kaki sampai kepala."Dari mana kamu? Pulang kok bawa tongkat gini!! Kamu kenapa??" Tanyanya acuh tak acuh sambil mengikir kuku jarinya yang mulai memanjang. "Senja habis jatuh dari motor." Jawabnya tanpa berani menatap ibu mertuanya. "Hah?? Makanya Jangan sok-sokan mandiri naik motor kalau luka gini yang ngurus siapa?? Oh.... kamu mau bikin suami sama anak saya khawatir. Biar kamu dapet perhatian dari mereka. Lagian kamu kecelakaan naik motor siapa? Perasaan kamu tadi berangkat aja bareng Saga." "Saya ambil motor Di rumah mamah." Ucapnya lirih. Sebenarnya ia ingin Segera pergi dari pada mendengar ucapan mertuanya yang menusuk hati tapi merasa tak sopan kalau tib
“Mau pesan apa mas?” tanyanya pada seorang pelanggan laki-laki yang masih menutupi wajahnya dengan buku menu. “Senja?” Mata indah dan hitam Senja membesarkan pupil. Ia menatap penuh keterkejutan begitu melihat siapa laki-laki yang jadi pengunjung cafe, yang menempati meja 7. “Devano?” “Aku gak nyangka bisa ketemu kamu ,,, kamu kerja di sinj??” Devano mengamati mantan kekasihnya itu yang berpakaian putih hitam. Mirip pegawai yang baru di training.” Kebetulan banget aku langganan cafe ini!!” Kebetulan yang berubah jadi kesialan, umpat Senja dalam hati. “Mau pesan apa?” tanyanya ketus membuat senyum Devano yang mengembang lebar seketika sirna. Senja masih sama, bersikap tak ramah kepadanya. “Pesen, thai tea sama lava chocolate satu.” Gadis mantan kekasih Devano itu cepat cepat mencatat pesanannya. “Tunggu sebentar!!” "Nja, bisa kita Bicara dulu?” “Maaf, aku lagi kerja.” Begit