Senja masih setia duduk di halte bis. Menunggu angkotnya datang. Ia duduk sembari menangis dan air matanya tanpa sengaja membasahi pipi. Bekas tamparan mamahnya sudah tak sakit namun meninggalkan luka yang amat dalam di hatinya. Senja tak mengerti, kenapa mamanya begitu ngotot ingin ia menikah. Apa sebegitu bebankah Senja bagi ibu tunggal itu?
Kemarin benar-benar malam yang melelahkan untuknya. Perjodohan? Senja tidak pernah sekalipun berpikir untuk menikah saat masih di bangku kuliah walau akan selesai skripsi. Apalagi membina rumah tangga dengan orang yang sama sekali ia tidak kenal. Air matanya kian deras seperti terperas. Mamanya sudah menjanda selama hampir 15 tahun. Apa sebegitu kesepiannya sampai menikah lagi, sampai harus menyingkirkannya?
Biasanya selalu ada Faradilla, sahabat setianya yang siap mendengar keluh kesahnya tapi gadis itu mendadak pulang ke Bandung.
Pim....pim....pim
Siapa gerangan yang menyalakan mobil. Senja buru-buru menghapus air matanya baru kemudian mendongak untuk mencari tahu. Terlihat Seorang pria paruh baya turun dari mobil Honda civic. Lelaki itu mengenakan kemeja kantoran, sepatu mengilat, serta kaca mata hitam.
"Hai Senja."
"Om Adam?" Dahi Senja berkerut membentuk lipatan. Kenapa di saat sedang terpuruk Adam malah datang dengan senyum cemerlang. Senja muak hingga mau berdiri pergi.
"Mau kemana Senja?" Adam dengan berani menghadang jalannya. "Pulang bareng Om. Mamah kamu nyuruh Om buat jemput kamu." Tak mungkin, mereka marahan sejak semalam. Ibunya tak tahu jadwal kuliahnya. Jelas laki-laki ini berbohong.
"Enggak, terima kasih. Aku bisa pulang sendiri." Sebelum Senja melangkah semakin jauh. Adam mencekal satu tangannya agak keras.
"Ayolah Senja, jangan keras kepala. Mending kamu pulang bareng Om dari pada naik angkutan umum. Bau keringat orang," ucap sambil Adam mengunci pandangan nakalnya kepada calon anak tirinya. Lebih baik kan berbaur dengan banyak orang di angkot dari pada hanya berdua dengan Om Adam di dalam mobil
"Bisa gak lepasin tangan aku!! Aku gak mau pulang bareng Om!!" Senja yang merasa risih, meronta namun Adam malah semakin mengeratkan genggaman.
"Bareng Om aja. Udah... Ayo!!" Adam malah dengan kasar menyeret Senja.
"Aku bilang gak mau, ya gak mau," ujar Senja keras. Harusnya calon bapak tirinya ini mengerti namun sepertinya Adam tuli. Pokoknya ia harus membawa gadis ini naik mobil dengannya.
"Kuping Om budeg ya?" Peringatkan seseorang yang kini melepas helm dan juga menyetrandatkan motor sport hitamnya. "Dia gak mau do ajak pergi!!"
"Kamu siapa? Saya cuma mau ngajak anak saya naik ke mobil saya. Dia ngotot mau kabur sama pacarnya." Senja menggeleng keras. Apa yang Adam ucap tentu saja bohong.
"Om jangan ngibul deh, Senja bapaknya udah meninggal. Apa Om bangkit lagi dari kubur?" jawabnya terkikik geli.
"Senja, kamu kenal pemuda berandalan ini?"
"Ya jelas kenal. Saya kan pacarnya Om, calon suaminya. Jadi sekarang bisa kan Om lepas tangan cewek saya sebelum tangan Om yang saya potong!!" Adam kaget lantas menjauhkan diri dari Senja. Adam ngeri saja kalau sampai di hajar anak muda yang berdiri di depannya ini. Dengan tergesa-gesa ia pergi, setelah mobilnya berlalu dengan kecepatan tinggi. Saga malah mengacungkan jari tengahnya.
"Makasih ya."
"Siapa bapak-bapak tadi? Berani banget sampai seret kamu?"
"Itu tadi Om Adam, calon papah tiri aku". Mulut Saga tampak menganga tak percaya. Yang memaksa Senja tadi calon mertuanya. Moga-moga saja Om-Om tadi gagal nikah. Saga tak bisa membayangkan kalau Senja akan punya bapak tiri yang genit seperti itu. Ngomong-ngomong soal calon mertua, Saga kan tidak akan menikah dengan Senja. Saga mengamati tubuh Senja yang bergetar samar. Ia paham kalau gadis ini tengah di landa ketakutan.
"Sekarang lo mau kemana?"
"Pulang."
"Kalau gituh gue anterin deh."
"Eh gak usah."
"Gue gak terima penolakan. Siapa tahu entar kalau gue tinggal. Ada Om lain yang dateng." Kali ini Senja tak bisa menolak. Saga langsung menyodorkan helm cadangan yang ia kaitkan pada jok belakang. "Udah pakai aja."
Senja menerimanya lalu naik ke atas motor Saga yang joknya tinggi. Niatnya sih tak pegangan tapi karena Saga bawa motornya ngebut jadi ia terpaksa pegangan pada pundak. Saga memang telah jadi pahlawannya hari ini tapi bukan berarti Senja akan setuju dengan perjodohan mereka.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Seorang lelaki yang paruh baya sedang duduk di kursi empuk sambil meneliti beberapa laporan yang masuk. Ia hembuskan nafas. Banyak sekali pengeluaran yang menurutnya janggal dan tak perlu. Pekerjaannya memang direktur tapi bukan berartitak turun tangan atau sampai tak teliti. Ah usianya sudah memasuki angka 70 tahun. Harusnya ia pensiun lalu istirahat, bermain dengan anak cucu tapi sayangnya anak lelaki satu-satunya meninggal dan menyisakan satu cucu lelakinya saja. Tok...tokk...tok. "Masuk." Panggilnya tegas, lalu seorang perempuan cantik memakai blazer hitam, kemeja putih dan juga rok pendek senada berjalan masuk. Memperdengarkan ketukan sepatu hak tingginya yang amat runcing hingga terlihat tubuh proposionalnya yang nampak begitu seksi serta berlekuk indah. "Pak, Ada Tuan Hermawan Adhitama di luar. Ingin bertemu dengan anda." Mau apa ponakan mendiang istrinya kemari. Mengingat mereka jarang bertemu, walau pertemuan keluarg
Senja memegang pisau dan garpu dengan erat seperti hendak meremukkannya. Kini ia makan malam dengan sangat ibu dan juga Adam, selaku calon ayah tirinya. Rasanya ia muak, mengamati keduanya yang sedang bertukar makanan dengan mesra. Senja bukannya iri namun ia geli saja, Adam pemain peran yang apik. "Senja kok makanannya gak kamu makan?" Adam berlagak sok perhatian. Menunjukkan gelagat sebagai calon ayah yang baik."Sebelum ke sini Senja udah makan tadi." "Harusnya kamu tadi pesen desert aja." Senja terpaksa tersenyum, sedang sang ibu yang tengah berbahagia. Menyesap anggur mahal yang mungkin mereka tak pernah konsumsi. "Mamah mau ngasih tahu kalau mungkin dua bulan lahir kita akan menikah." Senja tak kaget, hanya saja ia berharap skripsinya akan segera usai. Kan ia bisa pergi, dengan alasan mendapat pekerjaan di luar kota. "Selamat ya Mah. Semoga kalian bahagia selalu." "Lalu S
Bremmm...bremmm.....bremmm Suara motor balap yang sedang di setel gasnya memekakkan telinga. Asap yang keluar dari knalpot memenuhi udara di arena balap liar. Senja bisa kehabisan nafas kalau terlalu lama di sini sedang Fara malah manggut-manggut karena suara berisik motor bercampur musik pop serta rap yang enak di nikmati telinga “Ra, kita pulang yuk. Di sini banyak anak cowok.” Senja tak terbiasa di kelilingi laki-laki apalagi laki-laki yang memakai jaket kulit dan juga menyalakan rokok. “Tunggu, gue belum lihat balapannya. Jagoan gue malam ini mau terjun langsung di arena balap.” Jagoan Fara juga siapa? Di sini laki-laki hampir bermuka sama, sama-sama muka berandal. “Ituh... itu jagoan gue. Troy.... ya ampun cakep banget sih.” Senja memutar leher, matanya melihat seorang pria berhidung mancung, berwajah tampan dan juga tingginya hampir 180an. Itu yang namanya Troy, pemuda yang tampang dan perawakan tubuhnya begitu menonjol di banding yang lain. “Tr
"SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA SENJA HAULA BINTI PRASETYA DHARMA DENGAN MAS KAWIN TERSEBUT DIBAYAR TUNAI,” ucap Saga mantap dengan satu helaan nafas. "Saksi sah?...sah?.." "SAH". terdengar kata sah diucapkan serempak oleh para tamu. Kemudian doa pernikahan mulai di lantunkan. Sekarang Saga dan Senja sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Pernikahan mereka hanya di hadiri dan kerabat terdekat saja. Flashback seminggu lalu "Ini terakhir kali papah ke sini dan jadi penjamin kamu!!" Ancaman Hermawan hanya di jadikan dengusan lirih. Saga tak merasa bersalah sama sekali. Ayahnya berkata seperti itu dulu dan kini buktinya ayahnya juga kemari. "Oke pah. Temen-temen Saga juga jangan lupa." Hermawan menggeleng pelan sambil menahan wajahnya yang bewarna merah padam. Ia tentu marah sekali dan sikap Saga yang suka tawuran, membuatnya pusing tujuh keliling. "Boleh. Temen-t
Saga ternyata semalam tidak pulang. Senja sedikit merasa khawatir. Khawatir kalau suaminya ketahuan Devi. Pada saat malam pertama mereka, Saga malah pergi ke arena balap. Mendengar suara motor Senja menajamkan telinganya. Ia bergegas turun ke bawah untuk menyambut suaminya. Bagaimanapun juga Saga itu suaminya walau belum ada rasa tapi dia punya kewajiban untuk berlaku baik. Senja kira Saga akan lewat ruang tamu, nyatanya pria itu malah lewat pintu samping garasi yang melewati area dapur. "Mau makan?" sapanya tiba-tiba, yang membuat jantung Saga merosot terjun. Perempuan yang baru ia nikahi sehari sukses membuatnya kaget. "Loe ngagetin gue. Gue kira gue ketahuan mamah." Senja memejamkan mata sejenak. Ingat kata mamah atau ibu mertua. Membuatnya miris, memang benar adanya ibu mertua itu layaknya ibu tiri. Untunglah Devi kini pergi keluar. "Mamah arisan." &
Atroya meneguk minuman beralkohol, ia mabuk. Setiap titik terendahnya ia selalu melampiaskan pada minuman keras. Kakeknya menginginkan Troy tampil sempurna tanpa cacat. Troy si pintar, Troy yang tak boleh kalah atau melakukan kesalahan, Troy yang terbaik. Jujur ia lelah, ia butuh sandaran. Dia juga hanya seorang manusia, butuh kasih sayang dan pelukan hangat seorang wanita. Harapan di peluk seorang wanita yang ia cinta Seketika musnah Ketika sang kakek berniat akan menjodohkannya, dengan Vivian m. Anak rekan bisnis kakek. bukannya Troy tak kenal Vivi ... kenal baik malah. Vivian hanya gadis manja yang hobi belanja dan clubbing. Tak cocok dengan cara pandang hidup yang dijalani Troy. Vivian jauh dari kata istri idaman Di saat ia sedih seperti ini,. Troy langsung ingat ibunya,,,, dan sangat merindukan sang adik Lala."Kenapa kalian tinggalin aku sendiri, Harusnya kalian juga bawa aku." Racau Troy sambil menangis memandangi foto usang milik keluarg
Jam baru menunjukkan pukul 5 pagi saat Saga membuka sedikit matanya. Ia menepuk ranjang sebelah, eh kok kosong. Senja ke mana? Matanya membuka sempurna, ia mencari sosok istrinya. Mata sayu Saga menangkap pemandangan yang indah. Seorang perempuan itu tengah bersujud sambil mengenakan mukena. Hati Saga bergetar hebat, ia si brengsek yang tak pernah ibadah bahkan lupa surat al fatehah. Mendapatkan istri solehah. Apa pantas? Saat Senja selesai menunaikan shalat subuh, Saga sudah duduk bersila di sampingnya. "Kok shalat gak ngajak ngajak? Gue kan pingin jadi imam!" "Besok aku bangunin kamu, habis aku gak pernah lihat kamu shalat." Sindir Senja telak. Saga juga lupa kapan terakhir dia shalat wajib. Eh Jumat kemarin ia juga shalat berjamaah di masjid kampus. "Balik tidur yuk, masih pagi juga." Jadi Saga enak, dia kan anak emas mamah Devi. Lah Senja cuma anak mantu, di sini statusnya cuma numpang idup. Gak boleh berbuat seenaknya.
Saga masih menemani Senja duduk di bangku pinggir jalan. Ia tak tega bila meninggalkannya dalam keadaan kalut seperti ini. Baru saja Saga menemaninya untuk mengambil motor tapi kabar tak sedap harus didengar oleh istrinya. Ibunya, Helen akan menikah dengan om-om mesum bernama Adam dua minggu lagi. "Mereka akan nikah sebentar lagi!! Aku gak suka apa aku mesti hancurin kebahagiaan mamah??" Gumamnya lirih tatapannya tertuju ke jalan kosong. Dalam benaknya pasti tak setuju tapi Senja hanya punya seorang ibu, ia ingin ibunya juga Bahagia. "Gimana ya stel, gue gak tahu tapi jujur lebih baik." Jawaban yang Benar meski kejujuran itu pahit harus kita ungkap. "Kamu, kalau mau kuliah,, kuliah aja. Aku gak apa-apa kok." Saga memang berat meninggalkan Senja di dalam keadaan kalut tapi mau gimana, ia juga punya urusan. "Gue tinggal, kalau ada apa-apa hubungin gue." Dia pamit pergi dan bergegas menaiki motor sportnya menuju bengkel. Karena ha