Senja setia menatap layar laptopnya. Ia tersenyum senang ketika mengingat peristiwa tadi siang. Skripsinya sudah masuk ke bab dua, bibirnya tak berhenti mengulum senyum bahagia, tak sabar menunggu mamahnya pulang untuk mengabari berita bahagia ini. Senja sejak kecil sudah mandiri karena mamahnya sibuk bekerja. Senja anak yatim, ayahnya meninggal ketika ia berusia lima tahun.
Terdengar suara mobil memasuki halaman rumah. Gadis berambut lurus itu mengintip dari tirai jendela kamar. Nampaknya Mamanya Helen di antar lagi oleh Om Adam. Helen begitu gembira ketika keluar mobil, Senyum Helen tak surut walau mobil Adam sudah berjalan pergi. Senja tak menyukai Adam, menurutnya pria paruh baya itu Cuma pura-pura baik. Namun ia juga bingung, hendak melarang hubungan sang mamah rasanya seperti menghalangi mamahnya untuk mendapatkan kehidupan baru. Setelah papahnya meninggal, mamahnya sibuk mencari nafkah dan mengurusinya. Rasanya egois jika membiarkan Helen terus sendirian tanpa suami hingga tua.
Senja cukup tahu bagaimana susahnya Helen membesarkannya, maka dari itu ia belajar dengan giat agar dapat membanggakan Helen. Kini pun Senja yang mengambil alih tugas rumah karena tak mau mamahnya kelelahan. Bahkan ia ikut kelas akselerasi ketika SMU, agar sekolahnya tidak memakan biaya. Senja menuju pintu, membukakannya lalu menyambut mamanya yang pulang. Helen bekerja di perusahaan ekspedisi pengiriman barang. Jabatan ibunya sudah menanjak naik, karena Helen termasuk senior dan telah bekerja lama.
"Mau aku bikinin teh mah?" tawarnya manis. Helen yang sedang memeijit lehernya, mengangguk sembari tersenyum. Senja memang anak yang berbakti.
"Iya sayang,” jawab Helen lalu merebahkan tubuh ke sofa. Seharian banyak data yang harus ia masukkan.
Senja datang tak lama kemudian dengan membawakan secangkir teh."Mamah dah makan belum? Aku angetin masakannya.” Ia selalu duduk di samping mamanya lalu mengambil kaki beliau untuk di pijat. Benar-benar anak berbakti. Kadang Helen merasa bersalah karena tak bisa memberi putrinya kehidupan yang layak.
"Mamah dah makan tadi sama Om adam. Kamu masak apa hari ini?"
"Gulai ayam mah. Tapi gulainya bisa di angetin buat sarapan besok pagi," jawab Senja kecewa.
Suatu saat ia harus membiasakan diri untuk merepotkan sang mamah. Mamanya dan Om Adam pasti akan menikah pada akhirnya. Mamahnya akan punya tanggung jawab baru dan Senja bukan prioritasnya lagi.
"Oh ya mamah punya dua kabar bagus buat kamu."
"Tapi Senja juga punya kabar bagus."
"Mamah dulu yang ngasih tahu." Mata Helen berbinar indah. Ia meraih tangan putrinya sembari menarik nafas. "Mamah dilamar om Adam." ungkap Helen dengan semangat sambil menunjukkan cincin dengan berlian kecil di jari manisnya. Hari itu ternyata datangnya kecepetan. Senja jelas murung tapi ia mati-matian tutupi dengan tersenyum palsu. Kabar baik bagi Helen seperti berita vonis hukuman untuknya.
"Selamat ya Ma."
"Kenapa sayang? Kamu kayak gak senang denger kabar ini?"
Sejujurnya Senja tak setuju. Adam itu menurut penglihatannya adalah tipe pria genit. Tapi sudahlah mana mau mamanya mendengar pendapatnya kalau sedang di mabuk asmara. Yang penting mamahnya bahagia, masalah perangai Adam yang menurutnya buruk bisa dipikirkannya nanti.
"Siapa yang bilang? Senja seneng kok kalau mamah seneng. Berita keduanya apa mah?" Karena bagi Senja berita pertama itu termasuk berita buruk. Mungkin yang kedua bisa mengobati rasa kecewanya.
"Tadi mamah ketemu Om Hermawan. Temen lama papah kamu. Dia sekarang udah jadi pengusaha sukses." Mata Senja berbinar cerah ketika nama ayahnya disinggung. Kenangan papahnya hanya berupa foto. Setelah kecelakaan yang merenggut nyawa papahnya, Senja kehilangan ingatannya jadi kenangannya dengan sang papah ikut hilang juga. "Dia ngajakin kita makan malam sama keluarganya. Dia mau berterima kasih karena bantuan dari papah kamu. Dia bisa sukses." Setidaknya berita ini lumayan baik dari yang pertama.
"Makan malam aja kan?"
Helen menegang. Tentu saja bukan hanya makan malam biasa. Mereka akan membahas hal penting demi kesejahteraan dua keluarga. Namun itu tetap akan menjadi rahasia samapai makan malam dilaksanakan.
"Tentu, sekaligus menyambung silaturahmi. Kan kita dah lama gak ketemu."
Senja menyanggupi tapi kenapa perasaannya jadi tak enak. Ah memang apa yang perlu di khawatirkan. Dulu mungkin ada beberapa pria beristri yang modus pada sang bunda tapi kini kan lain. Helen sudah punya Adam dan Hermawan hanya berstatus sebagai teman lama. Kedua kabar buruk dan baik itu melupakan kabar yang akan disampaikannya.
*********
Senja mengoreksi coretan-coretan yang dosennya buat. Ia perlu revisi beberapa kali. Ia memang pintar tapi kan gak bisa juga skripsi di susun dalam sebulan. "Lo lagi apa?" "Biasa revisi." Perkenalkan Faradilla Gunawan, sahabat Senja semenjak semester awal. Yang katanya gak niat kuliah di jurusan teknik kimia tapi akhirnya ke sini karena desakan orang tua. Fara benci di bandingkan kakaknya yang seorang asisten dosen di ITB. Otak kan beda bentuk, beda isi. Kenapa orang tuanya tak terima saja Fara apa adanya, otaknya uang cetek harap di maklumi. Kalau boleh, ia mau pindah jurusan saja. "Gue kapan ya skripsinya?" "La lo siapnya kapan?" "Gue gak pernah siap lahir batin kalau dosen pembimbingnya itu Pak Johan."Senja hanya tersenyum kecil, Fara hanya malas tapi kalau berusaha juga bisa. "Lo minta dosen lain dong." 
"Saga, akhirnya kamu dateng juga sayang. Duduk sini nak di samping mamah." Hermawan melihat tidak suka ke arah anak lelakinya ini, kelihatan sekali Saga itu anak mamah yang akan membuat para gadis terserang ilfeel. "Mamah dah pesenin kesukaaan kamu." Helen melongo melihat bagaimana interaksi antara anak dan ibu itu sedang Senja merasa tak asing dengan jaket yang Saga kenakan. "Oh ya saya belum memperkenalkan diri, saya Saga Adhitama." Untunglah setidaknya Saga tak melupakan adab kesopanan. "Kenapa kamu baru sampai Saga?" "Biasa pah, Jakarta macet." Sebenarnya ia tadi tidak berniat datang. Saga kesal kemaren papahnya mendadak akan menikahkan dirinya dengan gadis yang tidak ia kenal tapi teman-temannya Gio dan Angga membujuknya untuk datang yah daripada nanti uang saku dan credit cardnya diblokir. "Yah berhubung semuanya sudah hadir, saya akan mengatakan apa tujuan dinner ini di adakan," ujar Hermawan membuka suara.
Saga duduk di atas sofa sambil mengutak-atik isi ponsel. Ia jadi penasaran dengan perempuan bernama Senja semalam. Wajahnya familiar tapi ia pernah lihat dimana ya. Tanpa di komando, tangan Saga meluncur membuka I*******m. Jemarinya mengarah ke kolom pencarian, mengetikkan nama Senja Haula. Kata ayahnya sih itu nama panjangnya. Karena sibuk sendiri, ia jadi melupakan sepeda motor yang ia bongkar tadi. Angga dan Gio, yang notabene adalah sahabat Saga sekaligus karyawan di bengkelnya menatap temannya dengan curiga. Tak biasanya kawannya ini bermain ponsel sangat lama dan tidak menggubris kehadiran mereka yang sangat berisik karena beberapa kali melempar obeng serta kunci Inggris. Anak itu sedang apa coba. Bukannya membantu malah sibuk sendiri. Dengan pandangan penasaran, keduanya melangkah mengendap-endap menuju arah belakang sofa yang diduduki Saga. Secepat kilat Gio merebut ponsel berlayar datar itu hingga berpindah ke tangannya. "Hayoo,,,loe stalkerin siapa
Senja masih setia duduk di halte bis. Menunggu angkotnya datang. Ia duduk sembari menangis dan air matanya tanpa sengaja membasahi pipi. Bekas tamparan mamahnya sudah tak sakit namun meninggalkan luka yang amat dalam di hatinya. Senja tak mengerti, kenapa mamanya begitu ngotot ingin ia menikah. Apa sebegitu bebankah Senja bagi ibu tunggal itu? Kemarin benar-benar malam yang melelahkan untuknya. Perjodohan? Senja tidak pernah sekalipun berpikir untuk menikah saat masih di bangku kuliah walau akan selesai skripsi. Apalagi membina rumah tangga dengan orang yang sama sekali ia tidak kenal. Air matanya kian deras seperti terperas. Mamanya sudah menjanda selama hampir 15 tahun. Apa sebegitu kesepiannya sampai menikah lagi, sampai harus menyingkirkannya? Biasanya selalu ada Faradilla, sahabat setianya yang siap mendengar keluh kesahnya tapi gadis itu mendadak pulang ke Bandung. Pim....pim....pim Siapa gerangan yang menyalakan mobil. Senja buru-buru menghapus
Seorang lelaki yang paruh baya sedang duduk di kursi empuk sambil meneliti beberapa laporan yang masuk. Ia hembuskan nafas. Banyak sekali pengeluaran yang menurutnya janggal dan tak perlu. Pekerjaannya memang direktur tapi bukan berartitak turun tangan atau sampai tak teliti. Ah usianya sudah memasuki angka 70 tahun. Harusnya ia pensiun lalu istirahat, bermain dengan anak cucu tapi sayangnya anak lelaki satu-satunya meninggal dan menyisakan satu cucu lelakinya saja. Tok...tokk...tok. "Masuk." Panggilnya tegas, lalu seorang perempuan cantik memakai blazer hitam, kemeja putih dan juga rok pendek senada berjalan masuk. Memperdengarkan ketukan sepatu hak tingginya yang amat runcing hingga terlihat tubuh proposionalnya yang nampak begitu seksi serta berlekuk indah. "Pak, Ada Tuan Hermawan Adhitama di luar. Ingin bertemu dengan anda." Mau apa ponakan mendiang istrinya kemari. Mengingat mereka jarang bertemu, walau pertemuan keluarg
Senja memegang pisau dan garpu dengan erat seperti hendak meremukkannya. Kini ia makan malam dengan sangat ibu dan juga Adam, selaku calon ayah tirinya. Rasanya ia muak, mengamati keduanya yang sedang bertukar makanan dengan mesra. Senja bukannya iri namun ia geli saja, Adam pemain peran yang apik. "Senja kok makanannya gak kamu makan?" Adam berlagak sok perhatian. Menunjukkan gelagat sebagai calon ayah yang baik."Sebelum ke sini Senja udah makan tadi." "Harusnya kamu tadi pesen desert aja." Senja terpaksa tersenyum, sedang sang ibu yang tengah berbahagia. Menyesap anggur mahal yang mungkin mereka tak pernah konsumsi. "Mamah mau ngasih tahu kalau mungkin dua bulan lahir kita akan menikah." Senja tak kaget, hanya saja ia berharap skripsinya akan segera usai. Kan ia bisa pergi, dengan alasan mendapat pekerjaan di luar kota. "Selamat ya Mah. Semoga kalian bahagia selalu." "Lalu S
Bremmm...bremmm.....bremmm Suara motor balap yang sedang di setel gasnya memekakkan telinga. Asap yang keluar dari knalpot memenuhi udara di arena balap liar. Senja bisa kehabisan nafas kalau terlalu lama di sini sedang Fara malah manggut-manggut karena suara berisik motor bercampur musik pop serta rap yang enak di nikmati telinga “Ra, kita pulang yuk. Di sini banyak anak cowok.” Senja tak terbiasa di kelilingi laki-laki apalagi laki-laki yang memakai jaket kulit dan juga menyalakan rokok. “Tunggu, gue belum lihat balapannya. Jagoan gue malam ini mau terjun langsung di arena balap.” Jagoan Fara juga siapa? Di sini laki-laki hampir bermuka sama, sama-sama muka berandal. “Ituh... itu jagoan gue. Troy.... ya ampun cakep banget sih.” Senja memutar leher, matanya melihat seorang pria berhidung mancung, berwajah tampan dan juga tingginya hampir 180an. Itu yang namanya Troy, pemuda yang tampang dan perawakan tubuhnya begitu menonjol di banding yang lain. “Tr
"SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA SENJA HAULA BINTI PRASETYA DHARMA DENGAN MAS KAWIN TERSEBUT DIBAYAR TUNAI,” ucap Saga mantap dengan satu helaan nafas. "Saksi sah?...sah?.." "SAH". terdengar kata sah diucapkan serempak oleh para tamu. Kemudian doa pernikahan mulai di lantunkan. Sekarang Saga dan Senja sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Pernikahan mereka hanya di hadiri dan kerabat terdekat saja. Flashback seminggu lalu "Ini terakhir kali papah ke sini dan jadi penjamin kamu!!" Ancaman Hermawan hanya di jadikan dengusan lirih. Saga tak merasa bersalah sama sekali. Ayahnya berkata seperti itu dulu dan kini buktinya ayahnya juga kemari. "Oke pah. Temen-temen Saga juga jangan lupa." Hermawan menggeleng pelan sambil menahan wajahnya yang bewarna merah padam. Ia tentu marah sekali dan sikap Saga yang suka tawuran, membuatnya pusing tujuh keliling. "Boleh. Temen-t