"Jal*ng! Jauhi tunanganku!"
Makian kasar yang diikuti dengan sebuah tamparan keras membuat sosok wanita berparas cantik itu terhuyung beberapa langkah ke belakang. Rasa sakit yang menjalar serta tatapan terkejut dari orang-orang yang berada dalam kafe tersebut membuat pikirannya sedikit kosong, ekspresinya pun sedikit lepas kendali.
Dengan usaha menahan emosi yang menggulung dalam dada, wanita berbalut gaun putih gading sederhana itu mengangkat kepalanya, menusuk lawan bicaranya dengan netra hitamnya. "Calon suami ...?" Ucapannya terdengar bergetar, ada sedikit air mata yang tampak berkumpul di pelupuknya. "Apa hakmu mengatakan itu? Dia suamiku!"
Balasan yang mengandung kenyataan mengejutkan itu membuat lawan bicara sang wanita membeku, ekspresi yang tadi diselimuti kepercayaan diri mulai bergetar. Jari-jari lentik milik wanita di hadapan terangkat menutup setengah wajah, lalu sebuah kekehan pun terdengar. "He he."
"Cut! Cut! Cut!" Seruan penuh emosi tidak puas itu membuat dua wanita yang berada di tengah kerumunan orang dan sorotan kamera itu menoleh. Seorang pria dengan gulungan skrip di tangannya terlihat memasang ekspresi frustrasi. "Sella, ada apa denganmu? Kenapa malah tertawa?!" tegurnya.
Wanita bertubuh molek yang mengenakan gaun merah itu melambaikan tangan dengan wajah sedikit tak berdaya. "Maaf, Pak Sutradara. Ekspresi yang ditampakkan Elea begitu lucu, jadi aku tidak bisa tahan," balasnya santai.
Mendengar hal itu, sang sutradara pun melirik Elea, wanita yang memiliki peran sebagai istri yang diselingkuhi itu. "Elea! Kendalikan ekspresimu dengan lebih baik! Sudah satu tahun di dunia peran, masa begitu saja nggak bisa?!" bentaknya.
Teguran sang sutradara membuat Elea membungkuk dan meminta maaf dengan cepat. "Maaf, Pak Sutradara. Aku akan usahakan untuk take berikutnya," balasnya dengan wajah kesulitan.
Jelas-jelas Sella yang tidak mampu mengendalikan emosinya ketika syuting sedang berjalan, kenapa jadi dirinya yang terkena teguran? Tidak hanya itu, tamparan tadi ... tidakkah ada orang yang sadar bahwa tamparan itu nyata dilakukan dengan begitu keras?
"Jangan minta maaf sama saya! Minta maaf sama seluruh kru, semua orang akan lembur hari ini karena kamu!" balas sang sutradara sembari menggeram rendah.
Elea mengepalkan tangannya, merasa sangat tidak berdaya. Namun, dia pun membalikkan tubuh dan membungkuk ke arah semua kru. "Maafkan aku, semuanya."
"Astaga, dia lagi, dia lagi. Dari tadi selalu dia yang salah."
"Kalau nggak becus akting mending jangan akting, ya ampun. Nyusahin orang aja."
"Siapa sih yang pilih dia jadi pemeran sampingan?! Heran, kayak nggak ada yang lebih bagus dan lebih cantik aja."
Berbagai macam sindiran dan teguran bisa Elea dengar. Kala dia menegapkan tubuhnya, pandangan sinis pun juga terarah padanya dari beberapa sisi, membuat tubuh gadis muda itu sedikit bergetar. Namun, dia harus bertahan. Walau tidak pernah mendapatkan peran besar, tapi dia sudah bergelut di bidang ini untuk satu tahun, dia tidak bisa menyerah!
"Oke, kita mulai lagi!" titah sang sutradara.
Elea pun kembali berhadapan dengan lawan mainnya, dan dia sadar jelas bahwa senyuman tipis yang terpasang di wajah wanita di hadapannya adalah senyuman kebahagiaan. "Yang sabar, ya. Siapa suruh kamu datang di hari aku lagi kesal," ucap Sella dengan suara yang hanya bisa didengar Elea.
Dengan usaha keras, Elea memaksakan sebuah senyuman. "Aku tidak apa-apa, Sella." Berapa kali pun dirinya menerima tamparan, Elea tidak akan jatuh. 'Lagi pula, aku memiliki mimpi yang harus dicapai.'
***
"Bagus! Syuting hari ini selesai!" Sang sutradara menepuk pundak Sella pelan, tersenyum. "Kamu sudah bekerja keras," pujinya. Dia melirik sebentar sosok Elea yang masih menunggu titah berikutnya, lalu ekspresinya berubah dingin. "Tugasmu sudah selesai, kamu bisa pulang."
Elea pun membungkuk sopan dan berlari kecil ke pojok ruangan untuk mengambil tasnya. Dari dalam toilet yang dekat dengan lokasinya berdiri, gadis muda itu bisa mendengar percakapan beberapa orang.
"Ya ampun, lembur sampai jam segini karena Sella berulah lagi," gerutu sebuah suara yang jelas merupakan milik salah satu kru wanita.
Sebuah suara lain menyahut, "Ya, tapi siapa yang berani omelin dia? Dia 'kan anak aktris ternama." Helaan napas berat terdengar. "Kamu nggak lihat tadi Pak Sutradara malah ngomelin pemeran sampingan itu? Kasihan sih ...."
Wanita pertama membalas, "Ya, gimana ya? Namanya juga pemeran sampingan, nggak punya backing-an. Dari keluarga biasa, agency biasa, nggak ada koneksi sama sekali. Jelas jadi kambing hitamlah."
Mendengar percakapan dua orang itu, Elea hanya terdiam dengan kepala tertunduk. Bodoh kalau dia tidak tahu bahwa itulah yang baru saja terjadi beberapa saat lalu. Namun, sesuai yang wanita pertama bilang, dia hanyalah seorang aktris kecil tanpa sokongan maupun koneksi apa pun. Yang dia miliki hanya kemampuannya dalam berakting, itu saja.
"Elea." Sebuah suara dalam yang memanggil membuat Elea menoleh. Netra hitamnya mendarat pada sosok pria rupawan berbalut kemeja putih dan celana hitam panjang, penampilan profesional khas seorang manajer.
"Kak Will!" balas Elea dengan mata berbinar. Dia berlari kecil untuk menghampiri pria yang baru saja memasuki kafe tersebut dengan sebuah botol air di tangan.
Pria bernama Will itu menyodorkan sebotol air kepada Elea. "Sudah selesai?" Pria itu memandang aktris muda itu dengan saksama, melihat bekas merah di wajahnya. "Apa ini?"
Ekspresi Will membuat Elea menjawab terbata-bata, "B-bukan apa-apa." Dia pun mengalihkan topik dengan berkata, "Sutradara bilang aku sudah bisa pulang karena bagianku sudah selesai semua."
Alis Will tertaut erat, lalu dia melihat sosok Sella yang duduk di kursi santainya dengan ekspresi tenang. Pria itu pun beralih pada Elea, lalu mengusap kepalanya. "Kamu sudah bekerja keras."
Setelah seharian menerima perlakuan buruk dari berbagai orang, Elea akhirnya bisa merasa diperhatikan. Memang hanya kelembutan Will, manajer yang telah menaunginya selama satu tahun belakangan ini, yang menjadi salah satu alasan dirinya bertahan. Suara dan sentuhan lembut milik pria itu selalu berhasil menyembuhkan luka dan mengembalikan semangatnya.
Di mobil, Elea bercerita tentang segala hal yang dia lakukan hari ini, mengesampingkan kejadian buruk dengan Sella tentunya. Setelah sekian lama bercerita, wanita itu pun menyadari bahwa Will hanya terdiam tanpa membalas ucapannya sedikit pun. Alhasil, Elea pun menatap pria itu bingung.
"Ada apa?"
Pertanyaan Elea membuat Will melirik gadis tersebut untuk sesaat, lalu dia pun menghela napas. Satu tangan pria itu menggenggam tangan Elea dengan erat.
"Maaf, Elea," ujar Will dengan wajah bersalah. Pria itu melanjutkan, "Aku tidak berhasil mendapatkan tawaran lagi untukmu, dan hal itu membuat Direktur marah besar."
Mendengar ucapan Will, Elea terkejut. Gadis itu menjatuhkan pandangan, merasa sangat kebingungan dan bersalah. Apa ini semua terjadi karena dirinya begitu tidak menarik? Tidak berkemampuan? Apa dia benar-benar tidak bisa menjadi seorang aktris yang baik? Tidak hanya itu, Will bahkan terkena marah karena dirinya.
"Kalau terus seperti ini, aku khawatir perusahaan akan memutus kontrak dan membuatmu membayar penalti."
"Apa ... apa sungguh tidak ada yang bisa kita lakukan?" tanya Elea dengan alis tertaut, merasa hari ini sungguh hari terburuknya.
Pertanyaan Elea membuat Will menghela napas. Pria itu pun melepaskan genggamannya pada tangan gadis itu dan beralih menutup setengah wajahnya, tampak berusaha menutupi ekspresinya yang terlihat frustrasi.
"Sebenarnya ... ada," jawab Will dengan sedikit ragu. "Tapi—"
"Aku akan melakukannya!" potong Elea.
Will melirik Elea dengan kaget. Dia mengusap kepala gadis itu dan berkata, "Aku bahkan belum mengatakan apa hal yang perlu kamu lakukan itu, Elea."
"Apa pun itu, aku bersedia melakukannya, Will. Menjadi aktris adalah mimpiku," tegas Elea dengan wajah serius. Di dalam hati, dia juga berbisik, 'Dan, itu satu-satunya cara agar bisa tetap di sisimu.'
Mendengar jawaban Elea, Will pun tersenyum semakin lebar. Kala sampai di apartemen gadis itu, pria tersebut pun menghentikan mobil.
Sebelum Elea keluar, Will berkata, "Kalau begitu, aku akan siapkan semuanya. Tugasmu ada dua, gunakanlah pakaian terbaikmu dan berdandanlah secantik mungkin." Melihat wanita di hadapan terlihat bingung, pria itu menjelaskan, "Aku akan mengajakmu ke pesta para petinggi entertainment."
Hello, peeps! Selamat datang lagi di karya LuciferAter! Berbeda dari karya author yang lain a.k.a Gairah Cinta sang Pewaris, karya kali ini akan menyelami dunia showbiz atau entertainment. Sekali lagi, diingatkan bahwa ini adalah karya fiksi, ketidaksesuaian dengan dunia nyata mohon dimaafkan~ Karena ini adalah ... Nusantara Universe!!
"Kamu baik-baik saja?"Pertanyaan tersebut membuat Elea yang gelisah mengangkat pandangan, menatap sosok Will yang memperlihatkan ekspresi khawatir. Dua tangan yang mencengkeram gaun merah panjangnya pun merenggang.Elea tersenyum tipis, lalu berkata, "Tidak apa-apa, Kak. Hanya gugup saja."Bagaimana tidak? Sebagai seseorang yang tumbuh besar di panti asuhan pinggir kota, seumur-umur Elea belum pernah menghadiri pesta sebesar ini. Walau dirinya adalah seorang aktris, tapi dia hanya aktris kecil yang hanya muncul untuk sepersekian detik dalam satu scene dari keseluruhan film!Tiba-tiba, Elea merasa sesuatu menyentuh kepalanya. Dia pun menyadari bahwa Will tengah mengusap rambutnya, cara biasa pria itu menenangkan dirinya."Tenanglah, kamu terlihat luar biasa hari ini. Kalau ada sutradara atau produser yang melihatmu, mereka pasti akan tertarik bekerja sama denganmu," jelas pria itu, membuat wajah Elea merona. "Yang terpenting, jangan sia-siakan kesempatan ini. Tidak mudah bagiku untuk
'Kenapa ... belum sampai-sampai?' batin Elea dengan kening berkerut.Sudah sekitar dua menit berlalu sejak Elea meninggalkan ruang pesta dengan Eric. Kakinya sudah mulai sakit dan tubuhnya pun mulai terasa panas, tapi entah kenapa setelah melalui lorong yang begitu panjang, dirinya masih belum mencapai tempat tujuan. Namun, karena tidak enak bila menggerutu kepada Eric hanya karena hal kecil seperti ini, Elea pun hanya terdiam.Beruntung tidak lama setelah dirinya memikirkan hal tersebut, mereka mencapai sebuah ruangan di ujung lorong dan Eric pun menghentikan langkahnya. Saat melihat pria paruh baya itu membuka pintu ruangan dengan kartu khusus. 'Wah, memang orang-orang kalangan atas berbeda. Bahkan hotel saja sudah memberikan mereka kartu spesial,' batin Elea dengan kagum, mencoba mempertahankan pandangannya yang anehnya mulai sulit fokus."Silakan, Elea," undang Eric dengan sebuah senyuman, mempersilakan gadis tersebut untuk masuk terlebih dahulu.Elea pun memaksakan sebuah senyuma
'Lucian ... Grey?' Elea mengulangi nama itu dalam hatinya. Tidak perlu menjadi orang penting di dunia entertainment untuk tahu tentang nama itu. Lucian Grey merupakan seorang sutradara, produser, dan juga presiden direktur dari Greymore entertainment, perusahaan entertainment nomor satu di Capitol! Dengan ayah yang merupakan seorang ternama di dunia bisnis, juga dengan kakek yang merupakan seorang petinggi di bidang politik, pria itu disebut orang-orang sebagai Raja Dunia Entertainment. Hanya dengan satu jentikkan jari, dia bisa mengunci nasib seseorang di bidang itu! Menyadari hal tersebut, tubuh Eric pun langsung bergetar. Ketakutannya pada Lucian bukan sekadar karena pria itu memiliki kuasa di dunia entertainment Capitol, tapi karena keluarganya memiliki hubungan kuat dengan dunia bawah—dunia para mafia. Itulah kenapa selain panggilan Raja Dunia Entertainment, Lucian juga sering dipanggil ... Raja Iblis Entertainment! "T-Tuan Lucian," panggil Eric dengan suara rendah, jauh lebih
"Dasar pria hidung belang!" maki Elea dengan tatapan mata nyalang. Mendengar makian gadis itu, netra hijau Lucian terarah lurus kepada Elea. Sekilas, tatapan pria tersebut seakan ingin memancarkan aura membunuh yang membuat tubuh aktris tingkat rendah itu bergetar hebat. Namun, kemudian dia melihat sebuah seringai tersungging di wajah Lucian. "Hidung belang?" ulang Lucian dengan alis kanan meninggi, seakan mempertanyakan ucapan Elea. Sempat menjauh, Lucian mengurung sosok gadis itu lagi. "Kamu sedang membicarakan diriku?" Dengan usaha untuk tetap terlihat berani, Elea membalas, "Ya!" Dia mengepalkan tangan kuat. "Kamu sama saja dengan Eric Tan! Hidung belang yang memanfaatkan wanita!" Baru saja kalimat itu terlontar dari mulut Elea, tangan Lucian langsung mencengkeram wajah mungil gadis itu. Wajah pria itu mendekat, terlalu dekat sampai Elea bisa mencium wangi mint menenangkan yang bercampur dengan wangi maskulin dari tubuh raja entertainment itu. Netra zamrud Lucian terpaku lurus
"Mari kita lihat, kamu akan lebih dahulu tenar dengan usahamu atau aku yang terlebih dahulu menguasaimu." Teringat kalimat yang terlontar dari bibir Lucian membuat Elea, yang sekarang telah kembali terbaring di atas tempat tidur apartemen sederhananya, memasang wajah jelek. Gadis tersebut menggigit bibirnya dengan gemas, merasa kesal setiap kali otaknya memunculkan seringai Lucian ketika mengucapkan tantangan tersebut padanya. Emosi yang menggulung pada saat itu membuat Elea bertindak nekat, dia mendorong pria itu menjauh untuk kemudian melayangkan sebuah tamparan keras di wajah raja entertainment itu. "Bermainlah sendiri, dasar orang gila!" Kemudian, dia pun berlari pergi meninggalkan hotel. Mengingat hal tersebut, Elea langsung berteriak frustrasi, "Ahh! Aku yang sudah gila!" Dengan ekspresi panik dan penuh ketidakpercayaan, gadis itu memaki dirinya sendiri, "Bodoh! Bodoh! Apakah kamu sadar yang kamu tampar itu adalah si Raja Entertainment, Lucian Grey?!" Elea mengusap wajahnya
"Untuk apa aku mempersilakanmu masuk setelah kamu berusaha untuk menjualku kepada sutradara itu?" Mata Elea mulai berkaca-kaca, masih merasa begitu sakit hati dengan apa yang terjadi di malam yang lalu. Tidak pernah dia sangka bahwa orang yang dia suka bisa bersikap begitu kejam. Akan tetapi, dia tidak akan menangis! Tidak layak dia menjatuhkan air mata untuk pria seperti itu! "Menjualmu?" Will memasang wajah terluka kala mendengar ucapan Elea, seakan tak mengerti apa ucapan gadis tersebut. "Elea, aku hanya membantumu untuk terhubung dengan Pak Eric agar–!" "Pergi," ucap Elea dengan tegas. "Aku berhenti menjadi bagian dari agensi kotormu itu!" Elea pun mendorong pintu, ingin menutupnya. Akan tetapi, tangan Will mendadak menampar daun pintu dan menahannya, mengejutkan gadis itu. "Pergi?" Will mengulang ucapan Elea. "Berhenti?" Netra cokelatnya menampakkan kilatan berbahaya yang membuat tubuh gadis itu bergetar. "Setelah merusak hubungan perusahaan dengan salah seorang senio
"Gadis itu telah menjadi hak milik sang raja entertainment! Jangan biarkan siapa pun menyentuhnya dan bawa dia kemari!" Ucapan sang direktur di telepon membuat Will sedikit mengerutkan keningnya. 'Aku tidak mengerti, apa maksud Direktur?' batinnya, merasa bingung karena tidak sempat mendapatkan penjelasan lengkap lantaran sang direktur langsung memerintahkannya untuk ke kantor bersama Elea. Ketika melihat lampu merah, Will pun menghentikan mobilnya dan menarik rem tangan. Mata pria tersebut terarah pada sosok Elea, memperhatikan penampilan gadis tersebut. Rambut bergelombang milik aktris kelas D itu memiliki warna cokelat kemerahan yang mencolok, sedikit kontras dengan manik hitamnya. Selain itu, wajah mungil dengan bibir merah mudanya terlihat mempesona, sangat menggoda untuk ditindas. 'Tidak heran Eric Tan sangat kesal ketika dia gagal mendapatkan Elea, memang cukup disayangkan,' batin Will. Dia pun menyadari sudut bibir Elea masih mengarah ke bawah—murung. 'Kalau dia masih sepert
*Beberapa saat yang lalu* "Elea Brown, usia 23 tahun, lulusan Akademi Film Capitol peringkat satu. Telah memasuki lingkaran entertainment sejak satu tahun yang lalu." Seorang wanita berambut pirang terlihat tengah menjabarkan informasi perihal latar belakang aktris kelas D itu. Ekspresinya tampak datar, terlatih secara profesional untuk tidak menunjukkan opini. Terduduk di sofa kantornya, seorang pria tampak dengan santai menopang sisi kepalanya dengan satu tangan. Tangan kekarnya yang lain sibuk memegang satu dokumen di depan wajah, menyembunyikan parasnya. "Lulusan peringkat satu akademi terbaik perfilman Capitol, tapi tidak memiliki nama setelah satu tahun dan hanya berada di bawah agensi kecil?" Suara dalam menggoda milik pria tersebut terdengar melontarkan sebuah pertanyaan, mengajukan kecurigaannya. Tangannya menggeser dokumen di depan wajah, memamerkan sepasang manik berwarna hijau yang indah. "Apa alasannya?" Mereka yang lulus dari Akademi Perfilman Capitol adalah orang