Share

9 - Pencarian Bukti

"Aku berharap dia tidak ada di dalam," ujar Aline dengan kesungguhan sangat besar.

Tarikan napas panjang diambil. Dibuangnya secara cepat dan kasar. Hal tersebut wanita itu lakukan untuk menetralkan detak dari jantungnya semakin mengencang saja.

Bukan karena perasaan yang muncul ketika sedang berada di hadapan pria disukainya. Melainkan, menahan emosi dan kekecewaan bersamaan. Memang masih menyangkut satu pria. Benar, tentang Fantino Creo.

"Aku harus memastikan supaya aku dapat mengambil kesimpulan akan bagaimana."

Tepat setelah menyelesaikan ucapan, Aline pun bergegas keluar dari kendaraan roda empatnya. Ditutup pintu tak sabaran. Cukup kencang. Walau demikian, Aline kembali berhenti sejenak. Menyenderkan punggung di mobil mininya yang berwarna hitam.

Kedua mata ditutup juga. Hanya sebentar saja. Tidak sampai satu menit. Kemudian, ia berdiri tegap kembali. Arah pandang sudah dipusatkan ke arah bar yang hendak dirinya datangi. Banyak orang keluar dan masuk.

Kembali, penarikan napas dilakukannya. Ia embuskan dengan perlahan-lahan, kali ini. Sedangkan, kedua kaki telah digerakkannya dengan langkah yang tidak cukup panjang. Perlahan melangkah. Enggan buru-buru.

"Kau 'kah Miss Whitney? Aku sedang tidak salah untuk mengenali orang bukan? Aku tidak minum yang banyak tadi di dalam."

Ketegangan seketika melanda diri Aline. Ia bahkan merasa susah bernapas juga setelah menyadari bahwa sosok pria berdiri lima meter di depannya seraya merangkul mesra seorang wanita adalah benar Fantino. Tidak akan pernah salah tertangkap matanya.

Dan, ketika pria itu kian berjalan mendekat, maka Aline spontan melangkahkan kedua kaki bergantian mundur hingga bagian punggung yang menabrak mobilnya. Tidak ada pergerakan dapat dilakukan lagi. Hanya dapat berdiri dengan keadaan yang tegang.

"Hai, Miss Whitney. Selamat malam."

Aline mengangguk cepat, walaupun kepala kaku. "Iya, Mr. Creo. Selamat malam juga."

"Ternyata aku tidak salah orang. Kau benar Miss Whitney yang sudah aku kenal. Hmm, kau sedang apa di sini? Kau akan minum?"

Kembali, dilakukan anggukan segera oleh Aline. "Iya, minum bersama dengan tem--"

"Siapa dia, Sayang? Kalian tampak akrab. Apa hubungan terjadi di antara kalian berdua?"

Aline langsung mengalihkan pandangan pada sosok wanita yang tengah berada di samping Fantino. Ia lebih melekatkan tatapan guna memastikan jika wanita itu memang benar dilihatnya pada foto-foto panas bersama Fantino diberi Darmo sebagai bukti. Dan, tidak diketahui olehnya nama wanita itu. Tak sempat ditanyakan kepada sang atasan soal ini.

Mengenai reaksi dari wanita yang diyakinnya kuat menjadi kekasih Fantino, didapatkan tatapan biasa saja. Tak dianggap dirinya sebagai ancaman. Sorot mata yang bahkan bersahabat. Dan, hal tersebut tak bisa membuatnya menunjukkan sikap negatif.

"Ini Miss Aline Whitney. Kami satu kantor. Sudah aku anggap Miss Whitney sebagai teman baikku. Kau harus percaya padaku, Marina. Kami tidak memiliki hubungan spesial atau berkencan."

Respons pertama ditunjukkan oleh Aline, tatkala Fantino menyelesaikan jawaban adalah menambah lagi senyuman ke arah wanita yang baru diketahui bernama Marina. 

Aline bersikap sebiasa mungkin agar tak menimbulkan curiga. Walaupun, di dalam hati, rasa sakit luar biasa sedang terjadi. Reaksi wajar saat mendengar penyanggahan dari pria kita sukai.

"Benar kata, Mr. Creo. Kami tidak punya hubungan apa pun yang istimewa seperti berkencan." Aline pun menegaskan kembali dengan suara mantap.

"Ah, oke. Aku percaya kalian hanya teman biasa."

Aline membalas dengan anggukan pelan. Tak ada kata-kata hendak diucapkan. Sudah cukup baginya menjelaskan. Dirasakannya juga Marina sudah bisa percaya. Hal tersebut membuatnya lebih lega. Tidak ingin saja sampai menimbulkan masalah baru.

"Ah, siapa namamu tadi? Aline Whitney, ya? Aku seperti pernah dengar. Seseorang menyebutnya."

Aline membelalakan mata. "Benarkah? Siapa?" tanyanya dengan penasaran.

Tiba-tiba saja, terbayang sosok sang atasan. Dan, kemungkinan besar orang yang tengah dimaksudkan oleh teman dekat Fantino itu adalah Darmo Vandara. Ia sangat yakin.

Walau, belum ditanyakan secara langsung pada atasannya. Dan, tidak ada niatan untuk melakukan. Tak akan mengubah apa-apa.

"Seorang pria. Tapi, aku tidak ingat namanya. Dia mengatakan bukan padaku, ke bawahannya. Dia meminta kau selalu diawasi agar kau aman."

Aline hanya menanggapi dengan anggukan pelan. Senyuman sedikit dilebarkan, ketika matanya dan Fantino bersirobok. Ia enggan untuk lama-lama bersitatap. 

Dipalingkannya cepat ke arah lain. Namun, hanya sebentar. Tah kembali ditatap sosok Fantino serta Marina. "Aku harus pergi."

Tanpa menunggu reaksi keduanya, Aline pun melangkah menjauh dengan cepat. Ia menuju ke mobilnya. Air mata yang sejak tadi hendak keluar, akhirnya tumpah.

Sesak di dalam dada semakin kuat. Perasaan terus berkecamuk. Pikiran juga disita oleh berbagai hal. Dirinya benar-benar sedang kacau. Malam ini jadi salah satu terburuk.


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status