Share

6 - Amarah Aline

Darmo Vandara pun langsung menyerahkan semua bukti yang sudah dikumpulkan oleh detektif sewaannya kepada Aline. Tentang kecurangan dan juga penggelapan dana dilakukan Fantino Creo di perusahaan.

Aline pun menjadi titik fokus utama dari pandangannya. Terus diperhatikan wanita itu yang sedang membaca satu demi satu dokumen dengan detail dan serius.

Ekspresi Aline pun tidak luput diamatinya. Tampak ketegangan sangat nyata. Beberapa detik lalu, bahkan Aline terlihat terkejut.

"Bagaimana menurutmu, Miss Whitney?"

Darmo Vandara tak bisa lagi lebih lama larut dalam kesunyian. Diputuskan melontarkan pertanyaan. Namun, Aline tak menjawab.

"Data-data yang sangat menakjubkan bukan? Aku tidak salah menilai. Instingku ternyata benar. Aku sudah menduga dia bukanlah orang baik seperti dugaanmu."

"Ataupun pantas menjadi pria idaman."

Setelah melontarkan kata demi katanya bernada sinis, Darmo Vandara langsung saja melemparkan kembali tatapan tajam ke arah Aline. Wanita itu tepat duduk di sebelah kiri, pada sofa empuk yang sama dengannya.

Darmo Vandara sangat ingin Aline segera balik menatap. Akan tetapi, wanita itu masih tetap menghindari kontak mata yang sudah dirinya bangun. Walau demikian, ia tak akan menyerah. Pada akhirnya, pasti menang.

Benar, Darmo Vandara sudah menyiapkan rangkaian kalimat lainnya untuk diucapkan agar dapat memancing minimal perhatian dari Aline. Kemudian, membuat wanita itu menanggapinya. Ia ingin tahu pendapat dari Aline. Menjadi hal yang paling dinantinya.

"Data diberikan oleh Mr. Wiser akurat dan sesuai dengan laporan diberikan asistenku. Kau tidak ingin memeriksa? Memastikan?"

Darmo Vandara mempertahankan seringai. Sedangkan, sorot mata kian menajam. Tak dipindahkan dari sosok Aline. Memandang wajah cantik wanita itu tak akan membuat dirinya merasakan kebosanan sama sekali.

Meski, ekspresi Aline sedikit menegang. Ia melihat secara nyata. Dan, dirinya meyakini bahwa yang menyebabkan adalah bahasan mereka dan dokumen-dokumen dibawanya.

"Kenapa kau hanya diam saja? Kau tidak ingin melihat hasil kinerja detektifku? Kau tidak memedulikan nasib pria kau sukai?"

Darmo Vandara menyeringai lebih lebar lagi karena Aline menunjukkan raut kekesalan yang bertambah. Amarah pada sepasang mata wanita itu juga tampak kian jelas. 

Suka akan reaksi Aline. Sudah sesuai akan diprediksinya. Walau, hati juga sakit. Siapa pun pasti merasakan demikian, saat wanita dicintainya mencemaskan pria lain.

"Aku yakin data-data yang kau kumpulkan memang valid. Kau memperkerjakan orang yang profesional. Tidak akan mungkin jika sampai salah atau mengada-ngada bukan?"

Aline menarik napas cukup panjang. Rasa muak dan amarahnya yang semakin tidak mampu dibendung di dalam dirinya karena ucapan sang atasan. Pengontrolan pun gagal dilakukan. Mustahil dapat diterapkan, ketika ia masih harus berhadapan dengan Darmo.

Ingin cepat berakhir urusannya dengan pria itu berakhir. Lalu, pergi. Namun, sepertinya tak akan mudah. Pembicaraan mereka pun memerlukan pembahasan yang cukup lama.

"Kau sudah tahu bagaimana sifatku, Miss Whitney. Aku memang tidak akan suka berbohong atau mengada-ngada. Aku tipe yang lebih suka berkata jujur, walau akan menyakiti."

Aline menggerakkan kepalanya naik dan juga turun, satu kali saja. "Aku sudah tahu bagaimana sifatmu. Kau memang jujur."

"Aku tidak pernah ragu kau akan melakukan apa pun untuk mendapatkan informasi yang kah butuhkan untuk memberi bukti nyata atas kecurigaan kau punya, Mr. Vandara."

Darmo Vandara mengangguk dengan santai, namun tatapan menajam. "Benar sekali."

"Aku tidak punya waktu untuk membuat data yang mengada-ngada atau palsu. Lebih baik aku mencari fakta yang tersembunyi."

Aline mengembuskan napas kembali dengan cukup panjang. Entah mengapa, sudah tidak bisa diberlakukan kesabaran menunggu. Ia ingin segera menyelesaikan semua. Tidak tahan harus berlama-lama dengan Darmo Vandara. Atmosfer kian tak mengenakan.

"Apakah kau ingin aku memujimu karena keberhasilan yang sudah kau lakukan untuk mendapatkan bukti-bukti tersebut?" Aline bertanya dengan nada sinis, suara datar.

"Tidak perlu, Miss Whitney. Aku hanya ingin kau memercayai bukti akan aku berikan."

"Dengan begitu aku bisa memberikan kau bukti tambahan bahwa Mr. Creo tidak pantas untukmu."

Aline hanya mengangguk kecil. Tak terlontar sepatah kata. Mata menatap sosok Darmo Vandara. Begitu pun sang atasan yang juga memandang dirinya dengan tatapan masih tajam. Namun, bukan sorot kebencian pada dirinya. 

Hanya kemarahan. Tidak mungkin salah ia dalam mengartikan pancaran mata pria itu. Perasaannya pun jadi campur aduk. Tentu, menyadarkannya akan suatu hal. Namun, masih saja enggan untuk diakui. Lagipula, dampak tak akan baik baginya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status