Share

10 - Sakit Hati

Aline tidak bisa mencegah air mata untuk keluar semakin deras, sejak masuk ke dalam mobil. Ditumpahkan dengan isakan cukup kencang. Namun, tidak takut jika akan ada orang yang mendengar. Mustahil rasanya.

Dada turut sesak dikarenakan kekecewaan mendalam. Ingin Aline tidak memercayai semua yang baru dilihatnya. Bahkan, ia juga hendak menganggap pengakuan Fantino tak pernah didengar. Tetapi, harapan kontras akan kenyataan yang sudah dirinya terima.

Setiap wanita pasti merasakan hal seperti tengah ia alami. Patah hati yang hanya bisa ditumpahkan dengan tangisan deras. Tidak ada pilihan lain. Tak mungkin bagi dirinya untuk marah di depan Fantino. Aline masih menjaga harkat dan juga martabatnya.

"Kau payah! Kau menyedihkan, Miss Whitney."

Darmo Vandara menyeringai lebih lebar, walaupun belum memperoleh perhatian dari Aline. Terus saja ditatap wanita itu. Ia tahu Aline masih menangis. Kedua bahu bergetar tertangkap jelas oleh matanya. Jika nanti Aline mengelak, dirinya tak bisa percaya.

"Bersikaplah yang kuat. Kau tidak malu terlihat lemah hanya demi pria itu? Sungguh menyedihkan."

Kedua tangan yang menutupi wajah cepat saja dilepaskan oleh Aline, pasca mendengar suara seseorang. Sangat familier untuknya. Kepala pun ditolehkan segera ke kanan guna memastikan keberadaan orang itu, Darmo Vandara. Tak mungkin ia berhalusinasi. Belum cukup gila melakukannya.

"Aku tidak suka melihatmu begini, Miss Whitney. Dia tidak pantas kau tangisi. Dia pria bajingan."

"Tutup mulutmu! Berhentilah berkomentar." Aline pun berseru kencang. Penuh akan kemurkaan.

Tepat setelah pembalasan sengit lanjutan terlontar, maka Darmo Vandara tampak memalingkan wajah. Respons yang diharapkannya. Walaupun demikian, tak mampu dengan mudah mengatasi amarah yang telah terkobarkan karena kalimat-kalimat Darmo.

"Mau apa kau ke sini? Kau mengikuti sejak tadi? Benar?" Aline meluncurkan tuduhan dengan nada yang semakin dingin. Ada tuduhan di dalamnya. 

Diberikan jeda untuk beberapa saat. Ia masih coba berbaik hati menunggu jawaban sekiranya hendak diloloskan Darmo Vandara. Walau, ia sendiri tidak yakin akan bisa menerima. Apa pun yang pria itu katakan, tidak dapat dipercayainya. Mustahil saja, setelah hubungan di antara mereka memburuk.

"Cepat jawab! Kau mengikutiku? Apa tujuan yang kau sedang incar dan inginkan?" Aline meninggikan intonasi suara secara spontan. Emosi membuncah.

"Bisakah kau jangan menuduhku dengan dugaan negatif? Aku justru berniat baik datang kemari."

Aline menajamkan tatapan sembari mengarahkan jari telunjuk ke sang atasan. "Kau lupakah dengan kata-katamu tadi? Kau menghinaku, Mr. Vandara."

"Ckck." Aline berdecak sinis. "Apa yang kau katakan? Kau punya niatan baik? Apa aku tidak salah mendengar? Kau itu busuk, Mr. Vandara."

"Aku busuk? Kau benar. Aku akan terima cacian apa pun darimu. Kau bebas katakan makian kepadaku jika bisa membuatmu lebih baik. Jangan kau tahan. Katakan semua di depanku sekarang. Aku siap menerima apa pun kau ingin katakan."

"Aku pria yang busuk! Bajingan! Sialan!"

Darmo Vandara mengatur napas sejenak agar bisa kembali menetralkan, selepas mengeluarkan seruan keras kepada dirinya sendiri dengan nada kesal. Ia akan melakukan segala hal diminta oleh Aline. Tak ada istilah pelit berkorban baginya demi wanita itu.

"Kau memang pantas mendapat makian begitu, Mr. Vandara. Kau tidak jauh berbeda dengan Fantino."

"Kau busuk! Kau kurang ajar! Kau seorang bajingan! Kau egois! Aku muak denganmu. Aku ingin membencimu!" seru Aline begitu marah.

Deru napas Aline semakin tak stabil. Dada naik dan turun. Emosinya tentu mengalami peningkatan lagi. Amarah pun semakin siap ia ledakan di hadapan Darmo Vandara.

Dan, tak akan memikirkan risiko apa pun yang terjadi esok hari jika sampai dilakukanya perlawanan sengit kepada pria itu sekarang. Tidak terasa matanya berkaca-kaca.

"Mr. Vandara …," Aline memanggil lemah.

"Ada apa, Miss Whitney? Katakan saja apa maumu. Jika kau ingin aku memberi pelajaran padanya, aku akan lakukan. Aku bersedia menolongmu."

Aline menggeleng segera. "Bukan dia yang aku ingin beri pelajaran. Tapi, kau, Mr. Vandara!"

"Jika aku tidak berhenti ikut campur urusanku, kau akan menyesal. Aku akan membuat perhitungan."

Darmo menyeringai sembari meraih cepat wajah Aline. Tangan kanan memegang dagu wanita itu dengan cukup erat. "Kau mau mengancamku?"

"Kau pasti kalah, Miss Whitney. Aku yang akan menang. Kau akan menjadi milikku. Tubuh dan hati yang kau punya hanya aku bisa menikmatinya."

Darmo menarik Aline. Tangan sudah berpindah ke tengkuk wanita itu. "Tidak akan lama lagi waktunya tiba. Aku harap kau mempersiapkan diri. Kau tidak akan pernah bisa lepas dariku," bisiknya sinis.


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status