Share

3 - Kewaspadaan

"Terima kasih untuk pasta yang kau berikan ini. Enak sekali. Kau memang hebat dalam urusan memasak. Kau salah satu terbaik."

Aline cepat membalas dengan senyumannya walaupun terkesan dipaksakan. Ujung-ujung bibir terasa kaku untuk digerakkan ke atas.

Harusnya senang menerima pujian dari pria yang ia sukai. Namun, justru kecemasanlah melanda. Ketenangan terus terkikis.

Suasana hati masih belum mampu kembali seperti semula, sebab tidak bisa melupakan kejadian kemarin dengan sang atasan.

Ya, tentang pertengkarannya dengan Darmo Vandara, sahabat baik sekaligus juga atasan di kantor. Ancaman dan persyaratan yang diminta oleh pria itu masih diingatnya jelas.

Jelas ada kecemasan jika sang atasan akan benar-benar merealisasikan apa yang telah dikatakan. Sangat dipercayai pria itu dapat mewujudkan dengan berbagai cara.

"Kau kenapa, Aline? Apa yang sedang kau pikirkan sampai kau melamun?"

"Apa kau ada masalah? Kau tampak berbeda hari ini."

Aline mendengar semua kata yang baru saja diucapkan Fantino, akan tetapi tidak ingin ia jawab segera. Tak terpikirkan balasan yang akan diberikan. Kemampuan dalam berpikir tengah tidak bisa dilakukan dengan baik.

Aline memilih melebarkan senyum. Kepala lalu digelengkan. Mustahil baginya untuk menceritakan kepada Fantino masalah yang dihadapi, walau ia menyukai pria itu.

"Hmm. Tidak ada yang aku pikirkan," jawab Aline dengan bumbu kebohongannya.

"Mungkin aku hanya lelah saja. Jadi, sedikit kehilangan konsentrasi," jelas wanita itu.

"Begitukah? Okay, aku paham. Dan jika kau punya sesuatu yang membuat pikiranmu terbebani, kau bisa berbagi kepadaku."

Memang, Aline tidak akan mengungkapkan apa yang mengganggu pikirannya. Bukan menjadi suatu hal patut untuk diceritakan. Ia dan Fantino tidak memiliki hubungan dekat. Terlebih lagi, ucapan Darmo Vandara kemarin memiliki kaitan dengan pria itu.

Aline memilih cepat mengangguk, memberi tanggapan atas balasan diberikan Fantino. Ia tak merasakan pengurangan rasa cemas di dalam dada.

Justru semakin menjadi-jadi. Seperti muncul firasat. Akan ada peristiwa yang tidak mengenakan. Namun, Aline pun memilih mengabaikan. Ia harus bisa tetap tenang dan berpikiran yang logis.

Hanyalah bagian dari kekhawatirannya saja. Sehingga menciptakan pemikiran-pemikiran ke arah hal yang lebih negatif.

"Aline, aku akan mentraktirmu makan nanti malam. Apa kau mau menerima tawaranku ini? Kau boleh menentukan tempat di mana kita akan makan. Okay, apa kau setuju?"

Tak butuh waktu lama bagi Aline memberi respons berupa anggukan kepala kembali. Ia menambahkan kuluman senyum. "Tentu."

"Aku pasti akan menerima ajakanmu makan nanti. Masalah tempat. Aku tidak tahu di mana. Kau saja yang menentukan. Aku akan ikut." Aline berujar dalam suara lembutnya.

"Okay, akan aku yang menentukan. Apakah kau setuju kita makan pukul tuju--"

"Miss Whitney, Mr. Creo. Kalian sepertinya sedang menikmati pasta yang dimasak oleh Miss Whitney. Apakah masih ada sisa?"

Mendengar suara Darmo Vandara dengan nada dingin melontarkan kalimat tanya, sukses seketika menyebabkan Aline menjadi tegang. Napasnya bahkan sempat tertahan.

Tidak segera menolehkan kepalanya ke belakang guna memastikan sosok pria itu.

Namun, Aline merasa tidak perlu untuk melakukan. Darmo Vandara memang berada di dekatnya dan juga Fantino sekarang.

Aline memutuskan menghadapi sang atasan karena mengindar bukanlah pilihan yang terbaik. Ia enggan menjadi pengecut.

Aline memutar kepala bersamaan dengan badannya ke arah Darmo Vandara. Ekspresi semakin datar. Tatapan pun waspada.

Tak sampai hitungan tiga detik, matanya dan Darmo Vandara sudah saling menatap. Pria itu sinis memandang. Tatapan menusuk dan lekat. Namun, ia tak akan merasa gentar.

"Maaf, Mr. Vandara. Pasta buatanku tidak ada yang tersisa. Jika ingin, nanti akan aku masak lagi untukmu seperti yang kemarin."

Jawaban dilontarkannya hanyalah sebatas formalitas saja. Tak akan pernah dirinya lakukan. Mengingat, hubungan di antara mereka yang sudah berubah. Jadi, sangatlah mustahil ia bisa bersikap biasa saja. Tidak akan pernah dapat menganggap Darmo sebagai orang yang dipercayainya kembali.

"Aku dapat menagih janjimu akan membuat pasta bagiku, Miss Whitney? Aku suka dengan rasa masakanmu. Aku ingin makan lagi."

Aline menggeleng spontan. Gerakan yang pelan. "Maaf, aku tidak bisa berjanji. Harus aku lihat jadwalku karena pekerjaan kau beri kepadaku cukup banyak, Mr. Vandara."

"Akan aku atur agar pekerjaanmu tidak banyak, Miss Whitney. Aku punya kuasa dan bisa memberimu perintah apa pun kepadamu selama kau menjadi bawahanku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status