Share

2 - Terungkap Rahasia Rasa

Pikiran Aline semakin penuh. Sosok Darmo Vandara terus terbayang di dalam benaknya. Atasan yang sekaligus juga dianggap sebagai teman cukup dekat, berbuat hal yang tidak pantas. Simpulan tersebut muncul di kepala.

Aline pun masih belum bisa percaya akan perlakuan tak menyenangkan ia dapatkan dari Darmo Vandara. Seperti buah mimpi buruk. Tetapi, kenyataan tak menyenangkan ini memang sedang terjadi kepada dirinya.

Cumbuan kasar Darmo Vandara kian tidak terkendali. Mulutnya terpaksa harus dibuka.

Ruang gerak pun tambah terbatas. Namun, pantang untuk menyerah begitu saja.

Perlawanan sudah terus ditunjukkan. Namun, tenaga yang telah dikerahkan dengan sepenuhnya, tak dapat membuahkan hasil apa pun. Tenaga kalah jauh dari Darmo Vandara. Pria itu berhasil menguasai.

Semakin dirinya mencoba menunjukkan pemberontakan, maka Darmo Vandara juga memerlihatkan kekuatan besar juga dalam menghalangi. Ia tidak akan pernah menang.

Pada akhirnya, Aline membiarkan saja pria itu melakukan kehendaknya. Ia hanya akan menunggu. Tak ada pilihan lain, Aline memasrahkan diri. Namun, kekecewaan mendalam sudah mulai dirasakannya.

Lumatan pada bibirnya dihentikan sekitar 30 detik kemudian oleh Darmo Vandara. Aline langsung mendorong tubuh pria itu. Dilanjutkan dengan bangun dari sofa. Lantas, Aline melangkah cepat menjauh.

"Berengsek kau!" umpatnya dalam amarah yang besar. Diserukan dengan suara cukup lantang.

"Aku memang berengsek!"

"Kau tidak suka jika aku yang menciummu? Bukan Fantino? Sesuai harapanmu?

"Bisa kau berhenti membahas dia di depanku? Kau selalu bahagia saat membicarakan pria itu di de—"

PLAK!

Aline melayangkan tamparan keras ke pipi kiri Darmo Vandara. Sebab, habis sudah rasa sabarnya. Mendapatkan perlakuan yang tak baik dan sikap arogan pria itu membuatnya semakin emosi. 

Aline tidak akan bisa untuk mendapatkan perlakuan buruk, disaat tak melakukan kesalahan apa pun yang fatal. Ia pun merasa direndahkan oleh ciuman pria itu. Aline menjaga harga dirinya, tentu saja.

"Kau sangat kurang ajar!"

Tatapannya semakin nyalang diarahkan ke sosok Darmo Vandara yang tengah menatap balik dengan sorot terluka. Ya, pria itu pasti tak akan menyangka bahwa ia akan dapat bermain fisik untuk melampiaskan emosi dan amarah. 

Namun, Aline tidak peduli. Ia memang harus memberikan pelajaran yang setimpal atas perlakuan seenaknya pria itu lakukan.

"Kau, berengsek! Kau kurang ajar!" Aline pun kembali mengumpat. Intonasi meninggi.

"Aku tidak peduli jika kau bos di kantor. Kau cepatlah meminta maaf karena berlaku kasar kepadaku tadi. Ciuman yang kau beri itu menjijikan untuk aku terima!" Aline pun kembali menumpahkan kemarahannya.

"Ckck. Kau bilang menjijikan? Jadi, ciuman dari siapa yang kau harapkan? Apakah pria bawahanku itu di kantor? Orang yang kau sukai? Ckck. Kau begitu menyukainya?"

Aline segera mengangguk. Tanpa sedikit pun keraguan dalam menggerakkan kepalanya beberapa kali. "Iya, aku memang sangatlah menyukai dia. Apa jadi masalah untukmu?"

"Jelas menjadi sangat masalah bagiku! Aku menyukaimu! Tidakkah kau bisa paham?"

Aline kali ini diam. Napasnya masih tidak stabil, dada pun naik-turun. Dan, walaupun Darmo Vandara berjalan mendekat ke arah dirinya, Aline tak menunjukkan sikap yang menghindar. Ia tetap berdiri dengan tegap serta juga memandang lekat sosok pria itu.

Dan mengenai perasaan sang atasan, ia tak bisa memutuskan. Kejadian yang dialaminya hari ini sangat memengaruhi. Aline tidak akan mampu menerima perasaan pria itu. Ia bahkan tak menyangka bahwa sang atasan menyukainya. Bak mimpi saja bagi Aline.

"Kau mencintaiku? Bagaimana denganku yang tidak memiliki perasaan apa pun untuk kau, Mr. Vandara?" tanyanya dengan suara terkesan menantang. Tatapan menajam.

"Tidak masalah jika kau tidak menyukaiku sekarang. Aku tidak akan peduli. Aku pasti bisa memilikimu. Kau tidak perlu bersusah payah agar perasaanku mati kepadamu." Darmo Vandara melontarkan kalimat-kalimatnya dengan tegas.

"Kau tidak akan punya pilihan lain. Hanya menjadi milikku seorang. Tidak ada pria mana pun yang akan bersamamu, selain diriku." Darmo Vandara pun melanjutkan. Intonasi meninggi.

Cengkraman pada kedua bahu Aline semakin diperkuat. Ia bahkan juga melakukan gerakan sedikit menarik agar wanita itu mendekat. Mereka masih saling bersitatap.

Dapat pula dilihatnya semakin jelas bagaimana sorot kebencian pada wanita itu yang memang tengah ditujukan untuk dirinya.  Namun, ia enggan memedulikan. Tujuan sudah ditetapkan, maka ia akan mencapai apa pun yang terjadi nantinya. Risiko apa pun merintang bukan masalah.

"Aku tidak akan main-main membuktikan semua ucapanku hari ini di hadapanmu."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status