Share

8 - Ketekadan Mr. Vandara

"Jika kau masih meragukan semua foto yang aku berikan ini. Aku akan memanggil ahli yang mahir dalam ilmu teknologi untuk memastikan jika aku tidak memanipulasi."

Darmo Vandara langsung saja membungkam mulutnya, setelah menyelesaikan ucapan. Tak ada lagi yang hendak diucapkan. Hanya menunggu reaksi akan diberikan oleh Aline Whitney atas ide cemerlangnya tadi.

Darmo Vandara tentu ingin mendapat cepat respons setuju wanita itu. Namun, tak bisa sesuai kehendaknya jika melihat bagaimana Aline masih menunjukkan pengabaian. Ia yakin tidak dilakukan sengaja, kali ini.

Darmo Vandara menduga bahwa wanita itu belum mampu menghilangkan keterkejutan atas sejumlah foto yang ditunjukkan olehnya beberapa menit lalu. Tampak sangat nyata di sepasang mata indah Aline yang masih saja membulat. Ia memerhatikan dengan teliti.

"Bagaimana menurutmu tentang rencanaku tadi? Kau setuju atau tidak? Bisakah kau memberikan aku jawaban secepatnya? A--"

"Aku memercayaimu. Kau berkata jujur dan tidak akan mungkin kau mau berbohong."

Aline menajamkan tatapannya. "Tidak akan mungkin kau memanipulasi foto-foto ini."

"Bukti seperti data-data penting berisikan riwayat korupsi Fantino pun kau bisa untuk peroleh dengan mudah. Apalagi, hanyalah foto-foto pria itu sedang bercinta bersama wanita lain." Aline menambahkan jawaban.

"Jadi, kau dapat memercayaiku?"

"Aku percaya dengan semua foto yang kau beri ini. Tidak ada yang kau manipulasi hanya untuk menjatuhkan Fantino," perjelas Aline dalam suara tak cukup keras. Namun, penekanan yang sudah jelas di setiap kata.

"Baguslah, Miss Whitney. Aku memang ingin kau percaya. Tujuanku bisa tercapai lebih mudah dan tidak memerlukan waktu lama."

Aline masih memandang tajam dan semakin lekat sosok sang atasan yang sudah tambah memperjelas seringaian mengejek di wajah. Mata mereka pun bersitatap. 

Kesinisan dari Darmo Vandara kian tampak memandang dirinya. Namun, ia tidak akan merasa takut atau gentar. Harus ditunjukkan perlawanan.

"Aku sudah menduga kau punya tujuan lain. Bukan ingin menyadar Fantino. Tapi, aku."

Darmo menaikkan lebih tinggi bagian sudut kanan bibirnya. Respons dengan spontan saja ia lakukan sebagai reaksi atas balasan yang dilontarkan oleh Aline. Sebenarnya tak cukup diduga wanita itu akan menanggapi biasa saja, tanpa emosi yang berlebihan.

"Ckck. Harus aku akui jika ucapanmu benar, Miss Whitney. Targetku jelas bukan Fantino dan wanita bernama Marlina yang sudah berulang kali tidur dengannya." Jawaban bernada sarkasme diloloskan Darmo santai.

"Memang kau yang menjadi sasaranku. Kau tahu aku bahkan rela mengeluarkan banyak uang untuk membeli foto-foto bercinta yang dikoleksi oleh Marlina."

"Video mereka lebih menjijikan, aku putuskan membatalkan membeli. Tapi, uangku tidak dikembalikan."

Dada Aline sungguh tambah memanas akan lontaran kalimat-kalimat pedas sang atasan yang begitu sengaja dilontarkan hanya demi menyindir dirinya. Ia merasa tidak pantas menerima kesalahan. Dan, tak akan mau.

"Setelah aku tahu semua fakta ini. Apakah tujuanmu, Mr. Vandara? Aku lebih merasa penasaran dengan rencanamu dibandingkan kenyataan jika Fantino tengah dekat dengan wanita lain. Katakan saja sekarang padaku. Jangan menunda lagi." Aline berujar dingin.

Darmo Vandara bereaksi dengan cepat. Ia melihat bagaimana seringaian puas pada wajah pria itu. Jelas saja, emosinya menjadi terpancing. 

Sisi lain dari sang atasan yang tak diketahui selama ini, perlahan muncul akibat rasa cinta tak bisa untuk dibalasnya. Darmo Vandara adalah pria egois. Ia harus bersikap waspada atas tindakan pria itu mulai sekarang agar tidak terjerumus dalam perangkap yang mungkin akan merugikan.

"Sabar, Sayang. Aku pasti memberitahukan semua apa aku inginkan darimu lagi. Kau harus sabar sedikit? Aku perlu berpikir."

"Aku tidak bisa berada di sini sepuas yang kau inginkan. Aku akan tambah muak jika berlama-lama ada di sini bersamamu." Aline kian bersikap sinis dan membalas tegas.

"Tolong jangan memanggilku lagi dengan sebutan yang kau mau seenaknya. Kau tahu namaku apa." Aline memperjelas kembali untuk sesuatu yang baginya mengganggu.

Antisipasi pun tak dilakukan dengan segera, walau Darmo Vandara melangkah mendekat ke arah dirinya. Ia justru masih menatap pria itu dalam tatapan sinisnya. 

Dan, dapat ia lihat secara jelas kobaran api amarah pada sepasang mata kelam sang atasan yang juga tak dipindahkan darinya semenjak tadi. 

Saat, Darmo Vandara berdiri di depannya dan mencengkram kedua bahu. Tetap tidak dilakukan perlawanan, membiarkan saja. Ia bukan pasrah. Hanya ingin menyaksikan akan sejauh apa pria itu berani bertindak.

"Semakin kau tidak menginginkanku, maka aku jamin kau tidak akan bisa mudah lepas dariku, Miss Whitney. Akan aku buktikan."


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status