Share

Cinderella and Her Boots
Cinderella and Her Boots
Penulis: Rosangelynz

Chapter 1 : Hadiah dan Masalah

Stephanie Cassen atau Stefie merasa hidupnya menjadi sangat kacau setelah ulang tahunnya yang ke-17. Kesialan-kesialan itu seolah datang bertubi-tubi membuatnya hampir frustasi. Berawal dari sepatu boot hadiah ulang tahun dari ayahnya, lalu jalanan yang licin dan semuanya terjadi begitu saja.

Lelaki itu, berandalan sekaligus playboy di sekolah menengah atas tempatnya memulai lembaran masa remaja, Jason Butler, dengan mata kepalanya sendiri, Stefie, melihat betapa mengerikannya luka di pelipis Jason, semengerikan sumpah serapah yang Jason ucapkan pada pemilik sepatu boot yang tak lain adalah dirinya sendiri.

# HADIAH DAN MASALAH

"Apa kau suka hadiahmu?"

Aku tidak dapat menyembunyikan sorot mata takjubku saat menatap sepatu boot pemberian Rob. Ini benar-benar... "Wow," kata itu keluar begitu saja, ini adalah hadiah terkeren yang pernah Rob berikan padaku. "ini... luar biasa."

Rob berdeham sebelum menimpali ucapanku.

"Aku kira kau tak akan menyukainya."

Aku mengangkat kepala dan menatapnya dengan sebelah alis terangkat.

"Apa yang membuatmu berpikir aku tak akan menyukai hadiah darimu?"

Rob mengangkat bahunya.

"Hanya kecemasan seorang ayah, takut tidak bisa memberikan hadiah yang disukai gadis umur 17 tahun."

Aku menyimpan sepatu bootku ke kolong meja. "Kau terlalu berlebihan, Dad. Apapun hadiah darimu, aku pasti menyukainya, tak peduli barang apa itu, yang kulihat adalah perhatianmu dengan memberikanku hadiah. Sekali lagi terima kasih untuk hadiahnya," kataku tulus seraya tersenyum pada Rob yang mulai menikmati bacon dan omeletnya.

Meskipun Rob hanya berdeham sebagai respon, bagiku itu sudah cukup. Aku menyukai Rob dan sifat tak banyak bicaranya. Meskipun pendiam dan terlihat tak peduli, sebenarnya Rob adalah ayah yang baik.

Sepuluh menit berlalu, kami sarapan dalam diam, tak ada yang berusaha untuk memulai obrolan. Kami memang terbiasa dengan situasi seperti ini. Hening, hanya suara dentingan alat makan yang beradu dengan piring yang terdengar. Begitu aku selesai menghabiskan sarapanku, aku langsung mencuci piring kotor. Sementara Rob kini terlihat sibuk dengan koran paginya.

"Tadi malam salju mulai turun, Jalanan pasti sangat licin." Aku melirik Rob melalui ekor mataku, dia masih sibuk dengan koran paginya. "Apa kau mau ku kuantar ke sekolah?" ia mengalihkan pandangan ke arahku.

Aku berbalik untuk menatapnya setelah menaruh piring-piring bersih di rak dan mengeringkan tanganku. "Aku bisa berangkat sendiri. Lebih baik kau segera bergegas ke bengkel, karena kurasa Jack lebih membutuhkanmu," kataku.

"Kau benar, dia pasti sibuk dengan rongsokan-rongsokan itu." Rob membenarkan perkataanku.

Dia melipat korannya, kemudian bergegas mengambil mantel dan kunci mobil pick up tuanya yang tergeletak di atas kulkas. Aku sendiri juga bergegas untuk berangkat, meraih mantel dan memakai sepatu boot yang kutaruh di kolong meja makan. Sebelum menyusul Rob yang yang sudah keluar terlebih dulu, aku menyempatkan diri menyimpan kotak sepatuku di rak sepatu.

"Oh ya, Stefie." Rob berbalik menatapku yang baru keluar rumah, tangannya sudah memegang gagang pintu mobil pick up nya.

Aku diam menunggu Rob melanjutkan perkataannya.

"Hari ini ini kau tak perlu memasak makan malam," dia menjeda sebelum melanjutkan perkataannya, " keluarga Wood mengundang kita ke pesta kelulusan putra sulungnya."

Aku mengerutkan kening.

"Setahuku keluarga Wood hanya memiliki seorang putra, Jack. Dia masih semester satu, bukan?"

"Alex, putra sulung keluarga Wood kuliah di luar negeri, wajar jika kau tak tahu."

Aku bergumam pelan sambil melangkah menuju Corolla-ku. Rob masih berdiri di samping pick upnya dan menatapku.

"Jadi... bagaimana? Kau mau bergabung?"

"Aku tidak bisa, malam ini aku harus tetap di rumah untuk mengerjakan essayku."

"Oh, sayang sekali."

"Sampaikan permohonan maafku pada keluarga Wood."

Rob mengangguk, dia tersenyum sekilas padaku sebelum masuk ke dalam mobil pick upnya.

"Semoga harimu menyenangkan. Kupastikan akan ada di rumah sebelum pukul sepuluh." Dia melongokkan kepalanya ke luar jendela untuk berbicara padaku.

"Bersenang-senanglah, Dad! Jangan terlalu mencemaskanku. Aku akan baik-baik saja!" Aku berteriak padanya ketika ia dan pick upnya mulai berjalan meninggalkan pekarangan rumah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status