“Eh, maaf,”ucap Aksara melepas pegangan tangannya. Dari sentuhan dua kulit itu menghadirkan sengatan yang menjalar di semua organ tubuhnya.“Gak papa, Tuan. Ada perlu apa Tuan dengan saya?”“Orang tuamu di mana? Kenapa diusiamu yang sedini ini sudah bekerja? Kamu gak melanjutkan sekolah?”tanya Aksara dengan rentetan kalimat bak kereta api.“Maaf, Tuan.Boleh pertanyaannya satu-satu saja? Saya bingung harus menjawab yang mana dulu.”Gadis itu menggeser letak teh hangatnya. Tangannya menumpuk di depan meja seperti siswa yang hendak mendengarkan pelajaran dari gurunya. Ia terlihat begitu sopan.“Orang tuamu di mana?”“Mereka sudah meninggal semenjak saya masih sekolah dasar, Tuan.”“Maaf.”“Gak apa, Tuan.”“Kamu punya saudara? Kakak?”“Saya hanya punya adik, Tuan. Saat ini mereka sedang duduk di bangku sekolah dasar.”“Mereka?”“Iya, Tuan. Adik saya dua. Mereka kembar.”“Selama ini kalian tinggal dengan siapa?”“Kami tinggal di rumah peninggalan ayah dan ibu, Tuan. Kami bertiga."“Untuk ma
Ini kali pertama Celine menampakkan kaki di lantai mall. Ia dibuat takjub dengan bangunan besar dan isinya. Manik matanya di manjakan oleh semua barang belanjaan yang kumplit. Dari sayur, buah, ikan dan perdagingan. Celine menggendong Denim, yang sesekali lelaki kecil itu berjalan digandengnya dan terkadang ikut masuk di kereta dorong. Sedangkan Aksara terus mendorong keranjang belanjaan sambil mengambil berbagai macam bahan yang disebutkan oleh Celine.“Ini apa sayur bayamnya,” ucap gadis berambut panjang itu sambil mengambil sayur yang dimaksud. Sedangkan Denim kini tengah duduk di keranjang belanja yang tengah didorong Aksara. Celine memutar sayur yang dipegang, mencari bandrol harga yang tertera, hingga di detik kemudian manik mata hitamnya membulat secara sempurna.“Kenapa gak dimasukkan ke sini?” tanya Aksara menyadarkannya. Celine meneguk salivanya sendiri, “Ini harganya gak salah, Tuan? Seikat ini dua belas ribu.”Aksara mengambil sayur dari tangannya Celine, memperhatikan no
“Ambillah!Atau mau saya pecat,” ucap Aksara yang memegang tangan kanan Celine. Diletakkannya ponsel tersebut ke tangan gadis itu.“Tapi, Tuan ....” Tangan Celine yang gemetar membuat Aksara terkekeh. Baru kali ini, ia mendapati gadis lugu seperti Celine. Gadis yang diam-diam mencuri hatinya.“Maaf saya hanya bercanda.”Celine menghela nafas panjang sambil memegang dadanya yang bergemuruh, “Syukurlah, Tuan. Saya kira, saya beneran dipecat.”Aksara tersenyum kecil. Ia seperti kembali menemukan kehidupannya yang berwarna. Hari-hari yang dilalui dengan suram itu mendadak seperti mendapatkan secercah sinar. Senyum semu yang biasa ia tampakkan kini menjelma menjadi senyum nyata kebahagiaan.“Tidak, tidak, saya hanya simpati saja dengan gadis itu, ini bukan perasaan seorang lelaki dewasa kepada wanita,” batin Aksara yang terus menutupi perasaannya. Ia masih belum bisa menerima kalau hatinya tertambat dengan wanita yang lebih macam dipanggil gadis bau kencur.“Tuan, maaf, kenapa tidak segera
“Saya hanya salah bicara. Maksud saya kalau kamu pulang,” ucap Aksara yang mulai tak jujur dengan hatinya. Hati dan pikiran tak sinkron. Ia tak mengakui rasa yang mulai tumbuh di hatinya.“Mungkin saya hanya merasa kalau Celine seperti istri saya. Dia yang baik, santun dan terlihat sangat sayang anak kecil. Tidak, tidak, tidak, tak mungkin Celine dan Istri saya sama. Mereka dua orang yang berbeda dan saya sangat mencintai istri saya,” batin Aksara yang mulai kacau.“Dek Denim, kita makan sama-sama yuk!”“Maemm, maem,” ucap lelaki kecil yang tengah memegang sendok di tangannya. “Berdoa dulu ya, Dek! Gimana, Dek, caranya? Angkat tangannya, lalu baca doa,” ucap Celine sambil melakukan hal yang sama. Gadis kecil itu mengadahkan tangan yang diikuti dengan tangan-tangan kecil Denim yang terangkat. Lalu perlahan, Celine baca doa perkata, yang diikuti oleh bibir Denim. Meskipun hanya huruf vocal belakangnya saja. Tapi setidaknya, lelaki kecil itu sudah antusias dan menurut. Aksara tersenyum
“Babysitter untukTuan Denim sudah ada, Pak. Besok pagi akan saya jemput.”“Apa, Tuan? Saya mau dipecat?” tanya Celine ketakutan. Ia tak menyangka, karena kantuknya itu membuat ia kehilangan pekerjaan.“Hust,” ucap Aksara dengan jari trlunjuk yang didekatkan di bibir. Ada Denim dalam gendongannya yang tengah tertidur.Celine menunduk. Ia merasa bersalah. Turut mengekori Tuannya yang kini masuk ke dalam kamar.Celine menata bantal dan guling Denim, lalu lelaki berumur matang itu menidurkan anaknya dikasur. Diangkatnya selimut bergambar superhero kesayangan anaknya, ditutupkan hingga ke dada.Aksara melirik kearah babysitter anaknya. Wajahnya tampak gusar, beberapa kali dia melihat Celine memilin ujung pakaiannya. Terlihat tampak ketakutan.Di sisi lain, Celine ingin kembali menanyakan pertanyaan yang belum dijawab. Tapi, ia masih takut dengan Tuannya. Rasanya tak sopan.“Apa Tuan Aksara menraktir saya makan untuk itu? Terus yang dibahas pun tentang pulang kampung. Apa beliau akan meruma
“Maaf ya, Tuan.” Gadis itu mendekat, lalu mulai memijat tengkuk leher Tuannya. Baru saja satu pijatan mengenai tubuhnya, Aksara langsung menghindar. Ia merasa aneh pada dirinya. Suatu sengatan yang tak diinginkan kembali hadir. Padahal, ia kerapkali melakukan pijat di tempat massage.“Maaf, Tuan, apa ada yang salah?” tanya Celine terkaget.“Ada. Kamu salah, diam-diam mencuri hati saya,” batin Aksara. “Saya takut kamu meminta imbalan,” ucap Aksara yang terkesan dingin dan berlalu begitu saja. Celine mematung. Ia masih bingung dengan tuannya yang selalu berubah sikap dengan cepat. Terkadang hangat dan terkadang galak seperti macan. Seperti ini tadi, bukankah tuannya yang meminta? Lalu imbalan, bukankah Celine tak pernah memintanya? Andai pun iya, sudah pasti Aksara sanggup membayarnya, karena hartanya yang berlimpah.Gadis itu menggeleng. Ia mengambil cangkir kotor bekas Tuannya. Membersihkan benda tersebut dan kemudian masuk ke dalam kamarnya. ***Celine menyiapkan sarapan lebih aw
Aksara menggeleng. Seumur hidupnya baru kali ini ia disuguhi ikan asin. “Masakan orang desa tuh enak, Pak.” Perkataan dari Baskoro tempo lalu membuatnya sedikit penasaran. Dilihatnya makanan di depannya sambil sedikit bergidik. Tangannya mulai memegang sendok, lalu menyuapkan lauk itu ke mulutnya. Seketika wajahnya menampakkan ekspresi yang aneh.Pintu terketuk, dan tak lama kemudian supir yang telah menemaninya beberapa tahun ini mulai masuk, “Maaf, Pak, anda kenapa?” tanya Baskoro kaget. Dilihatnya majikannya yang menampakkan ekspresi lain dari biasanya.“Tuh, katamu makanan ndeso itu enak. Tapi kenyataannya?” tanya Aksara sambil menunjuk makanan di depannya. Baskoro memang terlihat akrab dengan bosnya, karena ia lah satu-satunya orang yang paling lama dan paling paham tentang Aksara. Ia juga teman sekolah Aksara saat di SMA dulu. Sayangnya, nasibnya tak sebagus lelaki yang dipanggil pak.“Pak Aksara makan ikan asin?” tanya Baskoro terkejut. Ia menahan tawa dengan menutup mulutnya
“Itu tugas saya. Sedangkan kamu lakukan tugasmu!”“Tugasku adalah memastikan rumah bersih, mengurus Dek Denim dan juga Tuan. Saya belum selesai bertugas karena belum melihat Tuan makan malam ini.”Aksara terkesima. Dari ekspresi wajah dan cara bicara Celine, gadis itu terlihat sangat tulus. “Saya masak soto ayam tadi, tuan mau makan sekarag? Biar saya hangatkan dulu.”Aksara memang lapar, lagi-lagi tumpukan pekerjaan membuat jam makannya berantakan. Rencananya sampai rumah mau bikin mie instan sebelum tidur seperti biasa. Tapi, ia melupakan mengisi perut ketika mendapati Celine tidur di ruang tamu.“Baiklah. Temani saya makan.”“Baik, Tuan.”Gadis itu mengucek matanya yang bulat, meningkatkan cahaya penglihatannya yang hanya tinggal 5 watt. Disisirnya rambut panjang itu dengan jari-jarinya, lalu dikuncir atas layaknya pungguk onta. Ia berjalan menuju dapur dan memanaskan kuah sayur yang dimasaknya sore tadi. Ia juga membuat teh hangat untuk peneman makan malamnya. Di sisi lain, Aksa