“Itu tugas saya. Sedangkan kamu lakukan tugasmu!”“Tugasku adalah memastikan rumah bersih, mengurus Dek Denim dan juga Tuan. Saya belum selesai bertugas karena belum melihat Tuan makan malam ini.”Aksara terkesima. Dari ekspresi wajah dan cara bicara Celine, gadis itu terlihat sangat tulus. “Saya masak soto ayam tadi, tuan mau makan sekarag? Biar saya hangatkan dulu.”Aksara memang lapar, lagi-lagi tumpukan pekerjaan membuat jam makannya berantakan. Rencananya sampai rumah mau bikin mie instan sebelum tidur seperti biasa. Tapi, ia melupakan mengisi perut ketika mendapati Celine tidur di ruang tamu.“Baiklah. Temani saya makan.”“Baik, Tuan.”Gadis itu mengucek matanya yang bulat, meningkatkan cahaya penglihatannya yang hanya tinggal 5 watt. Disisirnya rambut panjang itu dengan jari-jarinya, lalu dikuncir atas layaknya pungguk onta. Ia berjalan menuju dapur dan memanaskan kuah sayur yang dimasaknya sore tadi. Ia juga membuat teh hangat untuk peneman makan malamnya. Di sisi lain, Aksa
Celine meringis. Dengan ragu ia mengambil ponselnya dan mendekatkan benda itu ke telinganya.“Tuan.”“Iya. Apa yang kamu bicarakan dengan anak saya?”“Gak ada, Tuan.”“Gak ada? Yang kamu bilang tadi? Yang galak seperti macan itu siapa?”“E ... Itu ....” Celine berpikir dengan keras. “Itu saya, Tuan.”“Kamu galak seperti macan?”“Iya, Tuan.”“Babysitter galak nggak boleh mengasuh anak saya. Takut anak saya jadi korban kekerasan.”“Bukan, bukan, Tuan. Bukan seperti itu.”“Lalu?”“Maaf, Tuan. Celine hanya bercanda. Saya gak bermaksud apa-apa.”“Jangan kotori pikiran anak saya dengan yang tidak-tidak.”“iya, Tuan. Saya minta maaf.”Denim mulai merebut ponsel yang Celine pegang. Hingga akhirnya gadis itu mengalah, memberikannya benda pintar itu dengan mengubahnya menjadi video call dan mengarahkan kamera depannya. Kini wajah Denim yang dipangkunya masuk ke dalam kamera.“Papa, papa,” ucap lelaki kecil itu.“Papa, waung,” ucap Denim menirukan babysitternya tadi.Celine meringis. Ia lupa ten
“Di ... situ, Tuan?” tanya Celine sambil menunjuk ranjang besar tuannya.“Iya, kamu dengarkan perintah saya?”“E ... tapi ... E ...,” tanya Celine kebingungan.Aksara mendekat ke arah Celine, menarik lengan gadis itu untuk duduk di bibir ranjang miliknya. Ia sedikit berjongkok, menyetarakan tubuh gadis di depannya.“Tuan, ada apa?” tanya Celine yang semakin gugup. Hari mulai malam, sedangkan rumah begitu sepi. Dia dan lawan jenis berada dalam satu kamar.“Tuan, Celine ....”“Diamlah! Biarkan saya berbicara.”Gadis itu terkejut mendengar nada sedikit meninggi. Ditutupnya kedua telinganya dengan mata yang terpejam.“Maaf, Celine. Maaf. Saya tidak bermaksud menakutimu.”Dada gadis berambut panjang itu bagai gemuruh. Jantungnya kembali berdetak dengan cepat, aliran darahnya berdesir lebih kencang membawa pikiran buruk menghantui isi kepalanya. Ia menundukkan pandangan, di mana rambut panjangnya menutupi sebagian wajahnya. Ia tak berani menatap manik mata Tuannya.Dengan mengumpulkan tekad
“Ya, kalau kamu punya sawah, saya tidak akan kenal kamu.”“Dek Denim malah diurus babysitter yang profesional tuan. Babysitternya juga gak akan ngerepotin mulu seperti saya.”“Tapi saya sukanya kamu. Bukan yang lain.”“Apa, Tuan?”“Tidak, tidak, tidak, jangan salah fikir dulu. Maksud saya, saya suka kinerja kamu,”Celine tersenyum, “Iya, Tuan. Saya juga tidak mengarah ke sana.”“Memangnya kalau mengarah ke sana kenapa?”“Tidak mungkin, Tuan. Saya ini seorang pengasuh, kasarannya tuh babu, mana mungkin berfikir akan dicintai majikannya. Itu tidak mungkin. Dalam angan pun tidak pernah.”“Tapi kalau kenyataannya iya bagaimana?” tanya Aksara lirih. Lelaki itu ingin mengungkapkan rasanya tapi masih maju mundur.“Apa, Tuan? Celine tidak cukup mendengar.”“Lupakan saja!”“Baik, Tuan.”Aksara terus melajukan kendaraannya, mulai memasuki jalan untuk masuk desanya Celine. Di sebuah perkampungan dengan gang-gang sempit itu, roda kendaraan terus melaju. Anak-anak mulai bersorak tatkala melihat mo
“Tidak, saya tidak mengijinkan itu,” ucap Aksara dengan raut muka yang memerah. Bagaimana pun Celine itu miliknya dan tak ingin ada orang lain yang mengambil.“Anda itu majikannya. Tidak lebih. Anda tidak punya hak atas diri Celine. Celine itu keponakan saya. Saya tahu yang terbaik untuk keponakan saya.”Bude Celine tampak emosi. Terlihat sekali sikap arogan dari wanita bertubuh gemuk itu.“Saya bisa melaporkan Anda atas pemaksaan pernikahan dini. Saya tidak main-main dengan ucapan saya,” ucap Aksara yang tersulut emosi.“Tuan, sudah, Tuan,” ucap Celine ketakutan yang memegang lengan majikannya.Aksara menoleh ke arah gadis itu, “Berapa warisan hutang orang tuamu?“Tiga puluh juta,” ucap bude Celine yang menyaut. “Berapa nomor rekening, Anda? Akan saya kirim sekarang!”Usai pengiriman uang tersebut, Bude Celine pamit pulang begitu saja.***“Tuan, maaf ya, saya selalu merepotkan, Tuan. Saya berjanji akan membayar hutang bapak saya,” ucap gadis itu dengan lirih. Sudut matanya mengembu
“Celine, minumnya sudah cukup,” ucap Aksara yang menyadarkan lamunan gadis itu.“Eh, iya, Tuan, maaf.”“Kamu nggak pengen ikut renang?”“Mbak Celine nggak bisa renang, Tuan,” ucap Bima yang menyaut. Kedua lelaki kecil itu berenang mendekat ke arah kakak perempuannya.“Mbak Celine, kami juga minta minumnya dong,” ucap adiknya itu.“Iya, sini, sekalian makan cemilannya,” ucap gadis berambut panjang sambil mengangkat tas kresek yang berisi makanan.“Segede ini nggak bisa renang?” tanya Aksara.“Dulunya bisa, Tuan. Tapi mbak Celine pernah tenggelam jadinya trauma.” Lagi-lagi adik Celine lah yang menyaut.“Kata orang tua jaman dulu, nyawa Mbak Celine tuh kayak kucing, sudah mati balik lagi,” imbuh Baim.“Hust, kalian!”Kedua adiknya tersenyum. Mereka turut duduk di pinggir kolam sambil memakan jajan yang mereka bawa. Cukup lama mereka di sana, hingga akhirnya mereka keluar dari kolam dan mengganti pakaian kering. Aksara juga mengajak babysitter dan adik-adiknya itu mampir di resto yang
Usai dari kamar Aksara, Celine menuju kamar anak asuhnya. Lelaki kecil itu membuka matanya sambil tersenyum sumringah menatap babysitternya.“Selamat pagi, Dek Denim? Semalam mimpi indah ya?” tanya Celine yang mendekat. Ia membuka gorden kamar, sehingga sinar mentari yang baru beranjak itu pun masuk ke ruangan. Lalu duduk di bibir ranjang bersprei superhero dan mencium dahi anak asuhnya.“Ganteng banget muka bantalnya. Masih wangi pula.”“Ate, main,” ucap Denim sambil menunjuk permainannya yang tersimpan rapi di rak.Celine menggeleng, "Enggak sekarang ya! Kita mandi dulu. Lalu mamam. Habis itu main. Ok.”Denim terdiam, mengikuti perintah babysitternya. Turut menurut dengan apa yang diperintah.“Angkat tangannya,” ucap Celine dengan nada tegas bak seorang komandan kepada bawahannya. Denim menurut dan gadis itu mulai mengenakan pakaiannya. Di detik berikutnya mereka saling tertawa.Hal yang biasa dilakukan ketika hendak mandi dan ganti baju, terasa membahagiakan untuk anak seumuran Den
“Me-ni-kah, Tuan?” tanya Celine tergagap. Ia tidak menyangka mendapatkan pernyataan seperti itu.“Iya, kenapa? Kamu tidak berkenan?”“Apa ini perintah?”“Maksudmu?”“Apa ini perintah untuk menebus semua hutang-hutangku kepada tuan, seperti yang dilakukan juragan tanah itu?” tanya Celine polos.“Tidak. Bukan seperti itu, Celine. Aku ingin menikahimu karena punya rasa sama kamu. A-aku mencintaimu," ucap Aksara dengan mengkukuhkan segala keberanian. Ia tak menyangka mengucapkan rasa itu begitu susah. Lidah terasa kaku, tidak bisa diajak berkompromi. Celine terkekeh, ditutupnya tawa kikuk itu dengan telapak tangan.“Apa ada yang lucu, Celine? Kamu mentertawakan saya?”“Bukan seperti itu, Tuan.”“Apa jawaban kamu atas semua perasaan saya? Kamu pasti beranggapan saya tua-tua tidak tahu diri.”“Saya juga tidak berfikiran seperti itu.”“Lalu? Apa jawaban untuk pertanyaan saya?”“Pertanyaan yang mana dulu, Tuan? Pertanyaan untuk menikah dengan tuan atau pernyataan cinta tuan.”“Memang jawaban