“Kenapa diam saja, Sayang? Kenapa pernyataan cinta saya tidak dibalas.”“Memang wajib dijawab kah, Mas? Bukankah itu bukan pertanyaan.”“Ya terserah.” Aksara mengacak rambut istrinya. Mendaratkan kecupan di pipi tembem itu dan bergegas masuk ke kamar mandi. Tidak selang lamasuara nyanyian dengan suara fals terdengar di ruangan tersebut. Seakanmenyiratkan betapa bahagianya Aksara saat ini. Lirik-lirik nyanyian cinta keluar dari bibirnya dengan semangat.Sementara itu, Celine terus tersenyum kala mengingatmalamnya bersama suami. Ia seperti orang tidak waras yang kadang kala berbicarasendiri. Umur pernikahan yang tidak dibilang muda lagi, nyatanya tidakmengurangi kadar cinta keduanya. Celine menyiapkan pakaian untuk Aksarabekerja. Ia memilah puluhan pakaian yang menggantung di almari.“Ambil yang mana ya?’ tanyanya bermonolog sambil menyibaksatu persatu pakaian itu.Hingga tiba-tiba, ia dikejutkan dengan lengan yang melingkardi perutnya dari belakang. Aksara memeluknya dengan kepala yang
“Kenapa sayang? Sah-sah saja kan, sepasang suami istri beli baju dinas seperti itu?”“Mas Aksara emang agak lain, kalau Denim bertanya tentang baju kurang bahan itu bagaimana?”“Saya berniat hanya makan berdua bersama kamu. Sekalian kita kencan. Kamu tahu, kita sudah lama sekali tidak berjalan berdua.”“Ngak-nggak, Celine gak setuju. Denim dan Danisa harus ikut, Mas.”“Sayang ... Danisa masih terlalu kecil. Gak bagus terkena angin malam.”“Ya sudah, kalau begitu Denim saja yang ikut.”“Ok lah. Dari pada kamu menolak makan malam bersama saya.”“Mas Aksara tuh yang aneh-aneh. Di rumah saja, makanan dan lauk banyak, tapi tetap saja ingin makan di luar.”“Ganti suasana saja, Sayang.” Aksara membubuhkan kecupan di dahi istrinya. Tak lupa di kedua pipi berisi yang terasa candu untuk pria bertubuh kekar itu. “See you, Baby. I love you.”“I lop you too, Mas,” ucap Celine dengan logatnya yang terasa kaku berbicara bahasa Inggris. *** Celine kembali berjibaku dengan aktifitasnya seperti biasa
“Itu tadi lihatin saya.” Aksara tersenyum smirk, “Kamu itutidak pandai berdusta, Sayang. Terlihat dari matau,” ucapnya kembali.“Iya-iya, Mas. Celine ngaku kalau lihatin Mas Aksara.”Wanita itu masih menunduk tidak berani menatap. Diingatkan tentang hal sepertiini membuatnya malu.“Kenapa tidak jujur dari awal? Lagian, gak ada masalah kankalau kamu pandangin saya. Saya juga sering melakukan itu ke kamu. Karena sayasayang sama kamu.” Aksara memegang kedua pipi istriya dan mendongakkan wajahitu untuk menatapnya, “Kita sudah menikah, Sayang. Untuk apa harus malumengakuinya? Kita seorang suami istri, bukan masa pacaran lagi.”Celine tersenyum. Wajahnya masih memerak bak buah tomatlayak panen.“Ini tuh yang buat saya semakin sayang sama kamu. Wajahmulangsung memerah ketika tersipu.”“Tuh kan digodain mulu.”“Saya tampan kan sampai kamu lihatin terud tadi?”“Iya-iya mas Aksara itu tampan.”Pria itu puas dengan jawaban istrinya. Lalu melepas bajukerja dan celana yang dipakainya. Terlihat tela
“Kamu bisa apa?” tanya Tuan Aksara dengan nada meninggi. Dilihatnya gadis belia di depannya yang tengah memilin ujung baju ketakutan. Aksara tak menyangka, jika asisten rumah tangga yang bertahun-tahun menjadi bawahannya merekomendasikan gadis kecil itu untuk menjadi babysitter anaknya. Bukan hanya itu, gadis yang dianggap ingusan itu juga harus mengurus semua isi rumah.“Saya bisa memandikan anak bayi, menyuapinya makan dan memenuhi kebutuhannya, Tuan. Saya juga sudah terbiasa memasak dan membersihkan rumah.”“Gadis kecil sepertimu?” Lelaki itu terkekeh.Celine menduduk.“Siapa namamu? Celine?”“Iya, Tuan.”“Berapa usiamu?”“Tujuh belas tahun, Tuan.”“Apa hubunganmu dengan Mbok Atun.”“Saya keponakannya, Tuan.”“Pantas dia mendatangkan kamu dan langsung ijin mendadak. Ternyata kamu masih saudara.” Lelaki itu menggeleng dengan mengumpat kasar mantan asisten rumah tangganya.“Maaf, sebelumnya, Tuan. Apa saya diterima bekerja di sini?” tanya Celine dengan nada ketakutan.“Kamu masih san
Aksara mulai membuka bekal makanan dari babysitter barunya. Nasi goreng minimalis tanpa sosis, tanpa ayam. Bahkan telur pun tak ada. Ya, hanya ada nasi yang digoreng dengan racikan bumbu. Dilihat saja sangat tak berselera.“Bagaimana kamu mengurus saya dan anak-anak saya, kalau menyajikan makanan saja tidak becus seperti ini? Apa ini yang kamu bilang memasak?” ucap Aksara bermonolog. Usai kerja nanti, ia berjanji kepada dirinya sendiri untuk memecat Celine. Gadis itu masih terlalu dini untuk mengurus rumah besarnya. Apalagi mengurus anaknya yang masih balita. Aksara sama sekali tak mempercayai gadis itu. Dilihatnya kembali jam yang melingkari lengannya, Pikirannya sudah mulai kacau membayangakan apa yang terjadi dengan putra kesayangannya. Satu-satunya kenangan yang istrinya berikan untuknya. Ya, istri Aksara meninggal ketika melahirkan Denim.“Bas, kita pulang sekarang!” ucap Aksara kepada supirnya. “ini baru jam makan siang, Pak.”“Terserah saya.”“Ba- baik, Pak.”Baskoro mulai m
“Maaf, Tuan. Saya tidak tahu kalau Tuan pulang jam makan siang. Saya belum masak. Di dapur hanya ada sop ayam sisa makan Denim. Supnya masih utuh, hanya saya ambil sepotong ayam dan sayurnya saja. Apa mau saya ambilkan?”“Saya habis makan.”“Saya ijin masuk sebentar, Tuan. Saya mau buatkan susu Denim. Sudah jadwalnya minum susu,” ucap Celine. Gadis itu melangkah masuk ke dalam rumah. Sedangkan Aksara masih duduk di gazebo dengan Denim di pangkuannya. Dilihatnya gadis itu. Untuk wanita seumuran dia, tubuhnya sudah mulai terbentuk dengan sempurna.“Mikir apaan saya?” umpat lelaki itu kepada dirinya sendiri. Untuk pertama kalinya, ia memuji seorang wanita selepas peninggalan istrinya. “Papa, Papa,” ucap Denim dengan riang. Bocah kecil itu tampak berbicara dengan suara cadelnya yang lucu.Aksara menggendong Denim ke dalam, di mana lelaki itu dibuat takjub dengan rumahnya yang bersih. Ia memang sangat selektif dalam pemilihan asisten rumah tangga. Ia sering mengumpat dan mencebik tatakal
“Eh, maaf,”ucap Aksara melepas pegangan tangannya. Dari sentuhan dua kulit itu menghadirkan sengatan yang menjalar di semua organ tubuhnya.“Gak papa, Tuan. Ada perlu apa Tuan dengan saya?”“Orang tuamu di mana? Kenapa diusiamu yang sedini ini sudah bekerja? Kamu gak melanjutkan sekolah?”tanya Aksara dengan rentetan kalimat bak kereta api.“Maaf, Tuan.Boleh pertanyaannya satu-satu saja? Saya bingung harus menjawab yang mana dulu.”Gadis itu menggeser letak teh hangatnya. Tangannya menumpuk di depan meja seperti siswa yang hendak mendengarkan pelajaran dari gurunya. Ia terlihat begitu sopan.“Orang tuamu di mana?”“Mereka sudah meninggal semenjak saya masih sekolah dasar, Tuan.”“Maaf.”“Gak apa, Tuan.”“Kamu punya saudara? Kakak?”“Saya hanya punya adik, Tuan. Saat ini mereka sedang duduk di bangku sekolah dasar.”“Mereka?”“Iya, Tuan. Adik saya dua. Mereka kembar.”“Selama ini kalian tinggal dengan siapa?”“Kami tinggal di rumah peninggalan ayah dan ibu, Tuan. Kami bertiga."“Untuk ma
Ini kali pertama Celine menampakkan kaki di lantai mall. Ia dibuat takjub dengan bangunan besar dan isinya. Manik matanya di manjakan oleh semua barang belanjaan yang kumplit. Dari sayur, buah, ikan dan perdagingan. Celine menggendong Denim, yang sesekali lelaki kecil itu berjalan digandengnya dan terkadang ikut masuk di kereta dorong. Sedangkan Aksara terus mendorong keranjang belanjaan sambil mengambil berbagai macam bahan yang disebutkan oleh Celine.“Ini apa sayur bayamnya,” ucap gadis berambut panjang itu sambil mengambil sayur yang dimaksud. Sedangkan Denim kini tengah duduk di keranjang belanja yang tengah didorong Aksara. Celine memutar sayur yang dipegang, mencari bandrol harga yang tertera, hingga di detik kemudian manik mata hitamnya membulat secara sempurna.“Kenapa gak dimasukkan ke sini?” tanya Aksara menyadarkannya. Celine meneguk salivanya sendiri, “Ini harganya gak salah, Tuan? Seikat ini dua belas ribu.”Aksara mengambil sayur dari tangannya Celine, memperhatikan no