“Kamu bisa apa?” tanya Tuan Aksara dengan nada meninggi. Dilihatnya gadis belia di depannya yang tengah memilin ujung baju ketakutan. Aksara tak menyangka, jika asisten rumah tangga yang bertahun-tahun menjadi bawahannya merekomendasikan gadis kecil itu untuk menjadi babysitter anaknya. Bukan hanya itu, gadis yang dianggap ingusan itu juga harus mengurus semua isi rumah.“Saya bisa memandikan anak bayi, menyuapinya makan dan memenuhi kebutuhannya, Tuan. Saya juga sudah terbiasa memasak dan membersihkan rumah.”“Gadis kecil sepertimu?” Lelaki itu terkekeh.Celine menduduk.“Siapa namamu? Celine?”“Iya, Tuan.”“Berapa usiamu?”“Tujuh belas tahun, Tuan.”“Apa hubunganmu dengan Mbok Atun.”“Saya keponakannya, Tuan.”“Pantas dia mendatangkan kamu dan langsung ijin mendadak. Ternyata kamu masih saudara.” Lelaki itu menggeleng dengan mengumpat kasar mantan asisten rumah tangganya.“Maaf, sebelumnya, Tuan. Apa saya diterima bekerja di sini?” tanya Celine dengan nada ketakutan.“Kamu masih san
Aksara mulai membuka bekal makanan dari babysitter barunya. Nasi goreng minimalis tanpa sosis, tanpa ayam. Bahkan telur pun tak ada. Ya, hanya ada nasi yang digoreng dengan racikan bumbu. Dilihat saja sangat tak berselera.“Bagaimana kamu mengurus saya dan anak-anak saya, kalau menyajikan makanan saja tidak becus seperti ini? Apa ini yang kamu bilang memasak?” ucap Aksara bermonolog. Usai kerja nanti, ia berjanji kepada dirinya sendiri untuk memecat Celine. Gadis itu masih terlalu dini untuk mengurus rumah besarnya. Apalagi mengurus anaknya yang masih balita. Aksara sama sekali tak mempercayai gadis itu. Dilihatnya kembali jam yang melingkari lengannya, Pikirannya sudah mulai kacau membayangakan apa yang terjadi dengan putra kesayangannya. Satu-satunya kenangan yang istrinya berikan untuknya. Ya, istri Aksara meninggal ketika melahirkan Denim.“Bas, kita pulang sekarang!” ucap Aksara kepada supirnya. “ini baru jam makan siang, Pak.”“Terserah saya.”“Ba- baik, Pak.”Baskoro mulai m
“Maaf, Tuan. Saya tidak tahu kalau Tuan pulang jam makan siang. Saya belum masak. Di dapur hanya ada sop ayam sisa makan Denim. Supnya masih utuh, hanya saya ambil sepotong ayam dan sayurnya saja. Apa mau saya ambilkan?”“Saya habis makan.”“Saya ijin masuk sebentar, Tuan. Saya mau buatkan susu Denim. Sudah jadwalnya minum susu,” ucap Celine. Gadis itu melangkah masuk ke dalam rumah. Sedangkan Aksara masih duduk di gazebo dengan Denim di pangkuannya. Dilihatnya gadis itu. Untuk wanita seumuran dia, tubuhnya sudah mulai terbentuk dengan sempurna.“Mikir apaan saya?” umpat lelaki itu kepada dirinya sendiri. Untuk pertama kalinya, ia memuji seorang wanita selepas peninggalan istrinya. “Papa, Papa,” ucap Denim dengan riang. Bocah kecil itu tampak berbicara dengan suara cadelnya yang lucu.Aksara menggendong Denim ke dalam, di mana lelaki itu dibuat takjub dengan rumahnya yang bersih. Ia memang sangat selektif dalam pemilihan asisten rumah tangga. Ia sering mengumpat dan mencebik tatakal
“Eh, maaf,”ucap Aksara melepas pegangan tangannya. Dari sentuhan dua kulit itu menghadirkan sengatan yang menjalar di semua organ tubuhnya.“Gak papa, Tuan. Ada perlu apa Tuan dengan saya?”“Orang tuamu di mana? Kenapa diusiamu yang sedini ini sudah bekerja? Kamu gak melanjutkan sekolah?”tanya Aksara dengan rentetan kalimat bak kereta api.“Maaf, Tuan.Boleh pertanyaannya satu-satu saja? Saya bingung harus menjawab yang mana dulu.”Gadis itu menggeser letak teh hangatnya. Tangannya menumpuk di depan meja seperti siswa yang hendak mendengarkan pelajaran dari gurunya. Ia terlihat begitu sopan.“Orang tuamu di mana?”“Mereka sudah meninggal semenjak saya masih sekolah dasar, Tuan.”“Maaf.”“Gak apa, Tuan.”“Kamu punya saudara? Kakak?”“Saya hanya punya adik, Tuan. Saat ini mereka sedang duduk di bangku sekolah dasar.”“Mereka?”“Iya, Tuan. Adik saya dua. Mereka kembar.”“Selama ini kalian tinggal dengan siapa?”“Kami tinggal di rumah peninggalan ayah dan ibu, Tuan. Kami bertiga."“Untuk ma
Ini kali pertama Celine menampakkan kaki di lantai mall. Ia dibuat takjub dengan bangunan besar dan isinya. Manik matanya di manjakan oleh semua barang belanjaan yang kumplit. Dari sayur, buah, ikan dan perdagingan. Celine menggendong Denim, yang sesekali lelaki kecil itu berjalan digandengnya dan terkadang ikut masuk di kereta dorong. Sedangkan Aksara terus mendorong keranjang belanjaan sambil mengambil berbagai macam bahan yang disebutkan oleh Celine.“Ini apa sayur bayamnya,” ucap gadis berambut panjang itu sambil mengambil sayur yang dimaksud. Sedangkan Denim kini tengah duduk di keranjang belanja yang tengah didorong Aksara. Celine memutar sayur yang dipegang, mencari bandrol harga yang tertera, hingga di detik kemudian manik mata hitamnya membulat secara sempurna.“Kenapa gak dimasukkan ke sini?” tanya Aksara menyadarkannya. Celine meneguk salivanya sendiri, “Ini harganya gak salah, Tuan? Seikat ini dua belas ribu.”Aksara mengambil sayur dari tangannya Celine, memperhatikan no
“Ambillah!Atau mau saya pecat,” ucap Aksara yang memegang tangan kanan Celine. Diletakkannya ponsel tersebut ke tangan gadis itu.“Tapi, Tuan ....” Tangan Celine yang gemetar membuat Aksara terkekeh. Baru kali ini, ia mendapati gadis lugu seperti Celine. Gadis yang diam-diam mencuri hatinya.“Maaf saya hanya bercanda.”Celine menghela nafas panjang sambil memegang dadanya yang bergemuruh, “Syukurlah, Tuan. Saya kira, saya beneran dipecat.”Aksara tersenyum kecil. Ia seperti kembali menemukan kehidupannya yang berwarna. Hari-hari yang dilalui dengan suram itu mendadak seperti mendapatkan secercah sinar. Senyum semu yang biasa ia tampakkan kini menjelma menjadi senyum nyata kebahagiaan.“Tidak, tidak, saya hanya simpati saja dengan gadis itu, ini bukan perasaan seorang lelaki dewasa kepada wanita,” batin Aksara yang terus menutupi perasaannya. Ia masih belum bisa menerima kalau hatinya tertambat dengan wanita yang lebih macam dipanggil gadis bau kencur.“Tuan, maaf, kenapa tidak segera
“Saya hanya salah bicara. Maksud saya kalau kamu pulang,” ucap Aksara yang mulai tak jujur dengan hatinya. Hati dan pikiran tak sinkron. Ia tak mengakui rasa yang mulai tumbuh di hatinya.“Mungkin saya hanya merasa kalau Celine seperti istri saya. Dia yang baik, santun dan terlihat sangat sayang anak kecil. Tidak, tidak, tidak, tak mungkin Celine dan Istri saya sama. Mereka dua orang yang berbeda dan saya sangat mencintai istri saya,” batin Aksara yang mulai kacau.“Dek Denim, kita makan sama-sama yuk!”“Maemm, maem,” ucap lelaki kecil yang tengah memegang sendok di tangannya. “Berdoa dulu ya, Dek! Gimana, Dek, caranya? Angkat tangannya, lalu baca doa,” ucap Celine sambil melakukan hal yang sama. Gadis kecil itu mengadahkan tangan yang diikuti dengan tangan-tangan kecil Denim yang terangkat. Lalu perlahan, Celine baca doa perkata, yang diikuti oleh bibir Denim. Meskipun hanya huruf vocal belakangnya saja. Tapi setidaknya, lelaki kecil itu sudah antusias dan menurut. Aksara tersenyum
“Babysitter untukTuan Denim sudah ada, Pak. Besok pagi akan saya jemput.”“Apa, Tuan? Saya mau dipecat?” tanya Celine ketakutan. Ia tak menyangka, karena kantuknya itu membuat ia kehilangan pekerjaan.“Hust,” ucap Aksara dengan jari trlunjuk yang didekatkan di bibir. Ada Denim dalam gendongannya yang tengah tertidur.Celine menunduk. Ia merasa bersalah. Turut mengekori Tuannya yang kini masuk ke dalam kamar.Celine menata bantal dan guling Denim, lalu lelaki berumur matang itu menidurkan anaknya dikasur. Diangkatnya selimut bergambar superhero kesayangan anaknya, ditutupkan hingga ke dada.Aksara melirik kearah babysitter anaknya. Wajahnya tampak gusar, beberapa kali dia melihat Celine memilin ujung pakaiannya. Terlihat tampak ketakutan.Di sisi lain, Celine ingin kembali menanyakan pertanyaan yang belum dijawab. Tapi, ia masih takut dengan Tuannya. Rasanya tak sopan.“Apa Tuan Aksara menraktir saya makan untuk itu? Terus yang dibahas pun tentang pulang kampung. Apa beliau akan meruma