Share

Bab 8. Pijatan

“Babysitter untukTuan Denim sudah ada, Pak. Besok pagi akan saya jemput.”

 

“Apa, Tuan? Saya mau dipecat?” tanya Celine ketakutan. Ia tak menyangka, karena kantuknya itu membuat ia kehilangan pekerjaan.

 

“Hust,” ucap Aksara dengan jari trlunjuk yang didekatkan di bibir. Ada Denim dalam gendongannya yang tengah tertidur.

 

Celine menunduk. Ia merasa bersalah. Turut mengekori Tuannya yang kini masuk ke dalam kamar.

Celine menata bantal dan guling Denim, lalu lelaki berumur matang itu menidurkan anaknya dikasur. Diangkatnya selimut bergambar superhero kesayangan anaknya, ditutupkan hingga ke dada.

 

Aksara melirik kearah babysitter anaknya. Wajahnya tampak gusar, beberapa kali dia melihat Celine memilin ujung pakaiannya. Terlihat tampak ketakutan.

 

Di sisi lain, Celine ingin kembali menanyakan pertanyaan yang belum dijawab. Tapi, ia masih takut dengan Tuannya. Rasanya tak sopan.

“Apa Tuan Aksara menraktir saya makan untuk itu? Terus yang dibahas pun tentang pulang kampung. Apa beliau akan merumahkanku?” Pikiran Celine terus berkelana.

 

“Kita bicara diluar,” ucap Aksara yang berlalu.

 

Celine mengikuti dengan hati yang porak poranda. Baru saja ia berangan mengganti genteng rumahnya yang rusak. Di mana musim penghujan akan segera tiba dan adik-adiknya akan kedinginan karena banyak titik sudut ruangan yang bocor. Genteng tua dirumahnya memang sudah layak untuk dipensiunkan.

 

Langkah kaki Aksara terus terayun, di mana bunyi sepatu mahal yang terbentur lantai marmer itu menjadikan genderang tersendiri. Celine belum siap di rumahkan.

 

“Tuan.” Celine memaksakan diri untuk membuka suara.

 

Lelaki itu menoleh, “Iya.”

 

“Celine minta maaf karena tadi ketiduran, Tuan. Celine berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Tolong. Jangan pecat saya, Tuan.”

 

Aksara menahan senyum. Wajah Celine yang lugu dengan ekspresi ketakutannya terus saja menggelitik hatinya.

“Mana ada dipecat gara-gara ketiduran di mobil?” batin Aksara.

 

“Kasih saya alasan kenapa saya harus mempertahankan kamu. Babysitter yang akan datang adalah orang pilihan yang sudah terlatih, jauh berbeda darimu.”

 

Celine terdiam. Apa yang dipikir ternyata benar. Tuannya ingin mengganti babysitter untuk anaknya.

 

“Kenapa terdiam? Kamu nggak punya sesuatu untuk diunggulkan? Kasih satu saja alasan supaya saya mempertahankan kamu.”

 

“Saya terlanjur sayang dek Denim, Tuan. Saya dan Dek Denim seperti senasib. Kehilangan ibu semenjak kecil.”

 

Ada rasa nyeri disudut hati Aksara. Denim yang harusnya dibesarkan oleh ibu yang menyayanginya, nyatanya tak memiliki perhatian seorang ibu.

 

“Kamu sayang anak saya?”

 

“Iya, Tuan.”

 

“Kamu sayang bapaknya juga?” tanya Aksara yang tertahan di pita suara. Andai gadis yang adadi depannya itu adalah istrinya, tentu kalimat itu berhasil lolos begitu saja. Dulunya, Aksara adalah lelaki yang hangat, konyol namun begitu perhatian. Hingga wanita yang disayanginya pergi. Ia seperti kehilangan semangat untuk hidupnya. Hanya Denim yang menjadi alasan untuk ia terus bertahan.

 

Aksara manggut-manggut.

 

“Bagaimana Tuan,apa saya tetap dipecat?” tanya Celine ragu. Ia menggigit bibir bawahnya menanti jawaban dari Tuannya.

 

“Saya tidak memecatmu. Tidurlah!”

 

Aksara meninggalkan Celine begitu saja. Di mana gadis itu tengah menghela nafas panjang sambil menata ritme jantungnya yang berdetak tak karuan. Senyum indah menghiasi wajahnya di mana bayangan tentang kedua adiknya melintas begitu saja. Ia sudah tak sabar bisa memberikan jajan untuk kedua adiknya itu. Juga memberikan ponsel jadul yang menjadi rebutan.

 

***

“Kenapa belum tidur? Kenapa malah di sini? Bukankah saya memerintahkanmu untuk tidur?” tanya Aksara ketika melihat Celine di dapur.

Lelaki duda itu baru saja keluar dari kamarnya, usai mengganti pakaiannya dengan pakaian santai. Ia hendak memindahkan barang belanjaan ke dalam kulkas. Ya, ia memang sudah terbiasa melakukan itu, karena ia tahu Mbok Inah yang sudah berumur sudah terlalu kecapekan kalau malam. Sedangkan biasanya, Aksara menyempatkan belanja ketika pulang kerja.

 

“Saya hanya memindahkan barang belanjaan ke kulkas, Tuan. Takut daging-daging beku itu mencair dan tidak sehat untuk di masak,” jawab Celine dengan nada ketakutan.

 

“Saya tidak mencuri apapun, Tuan. Saya hanya memindahkannya saja,” ucap Celine dengan melambaikan tangannya.

 

“Saya tak berpikir seperti itu.”

 

“Maaf, Tuan.”

 

Lelaki itu turut membuka barang belanjaan dan membantu babysitter kesayangannya meletakkan barang ke tempatnya.

 

“Biar saya saja,Tuan,” ucap Celine merasa tak enak.

 

“Kalau saya menolak?”

 

“Maaf, Tuan.”

 

“Besok saya berangkat pagi. Kalau jam 6 belum keluar kamar. Tolong dibangunkan!”

 

“Baik, Tuan. Adalagi?”

 

“Enggak ada.”

 

“Besok mau disiapkan sarapan apa, Tuan? Saya belum tahu makanan Tuan dan Dek Denim.”

 

“Apa pun saya makan, asal enak.”

 

“Baik, Tuan.”Celine terus menimang makanan enak itu apa? Sedang menurutnya, apa pun yang dimakan terasa enak karena adanya hanya itu.

 

“Kalau tidak merepotkan, tolong buatkan saya kopi. Saya hendak lembur nanti malam.”

 

“Tentu tidak, Tuan. Saya buatkan sebentar.”

 

Aksara duduk dikursi makan, sambil menatap aktifitas Celine. Gadis itu memang selalu cekatan dalam hal apa pun. Gadis lugu yang diam-diam mencuri hatinya.

 

“Silakan diminum, Tuan!” ucap Celine sambil mendekatkan secangkir kopi panas kepada Tuannya. Aroma kopi menguar menelisik ke indra aksara. Garis bibirnya terangkat, terkenang beberapa tahun silam ketika tengah ngopi berdua dengan istrinya.

 

“Kamu nggak ikut minum kopi?”

 

“Tidak, Tuan. Saya tidak terbiasa minum kopi. Takut tidak bisa tidur.” Gadis itu tersenyum tipis.

 

Aksara mulai menyeruput kopinya yang masih dalam keadaan panas. Disesapnya sedikit demi sedikit hingga meninggalkan ampas di dasar cangkirnya.

Jarinya mulai memijat pelipisnya, mengingat tumpukan pekerjaan yang telah menanti. Ya. Siang tadi ia pulang siang jadi banyak kerjaan yang ia tinggalkan.

 

“Apa Tuan pusing? Apa mau saya pijit?” tanya Celine yang membuat Tuannya terkejut.

 

“Maaf, Tuan. Saya tidak berniat apa-apa. Di kampung, saya sudah terbiasa memijat pak de maupun bude kalau pusing, katanya bisa enakan. Lalu diimbali dengan ....” Gadis itu menggantungkan kalimat, merasa tak sopan jika harus menyebutkan imbalan. Niatnya ikhlas tapi mereka lah yang memaksanya menerima upah untuk pekerjaannya tersebut.

 

“Baiklah! Saya mau coba pijatanmu!”

 

“Maaf ya, Tuan.” Gadis itu mendekat, lalu mulai memijat tengkuk leher Tuannya. Baru saja satu pijatan mengenai tubuhnya, Aksara langsung menghindar. Ia merasa aneh pada dirinya. Suatu sengatan yang tak diinginkan kembali hadir. Padahal, ia kerap kali melakukan pijat di tenpat massage.

 

“Maaf, Tuan, apa ada yang salah?” tanya Celine terkaget.

 

 

 

 

 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ristiana Cakrawangsa
haduhh hati2 celineee pak duda mau beraksi ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status