Share

bab 2. Bekal Makan

Aksara mulai membuka bekal makanan dari babysitter barunya. Nasi goreng minimalis tanpa sosis, tanpa ayam. Bahkan telur pun tak ada. Ya, hanya ada nasi yang digoreng dengan racikan bumbu. Dilihat saja sangat tak berselera.

“Bagaimana kamu mengurus saya dan anak-anak saya, kalau menyajikan makanan saja tidak becus seperti ini? Apa ini yang kamu bilang memasak?” ucap Aksara bermonolog. 

Usai kerja nanti, ia berjanji kepada dirinya sendiri untuk memecat Celine. Gadis itu masih terlalu dini untuk mengurus rumah besarnya. Apalagi mengurus anaknya yang masih balita. Aksara sama sekali tak mempercayai gadis itu. 

Dilihatnya kembali jam yang melingkari lengannya, Pikirannya sudah mulai kacau membayangakan apa yang terjadi dengan putra kesayangannya. Satu-satunya kenangan yang istrinya berikan untuknya. Ya, istri Aksara meninggal ketika melahirkan Denim.

“Bas, kita pulang sekarang!” ucap Aksara kepada supirnya. 

“ini baru jam makan siang, Pak.”

“Terserah saya.”

“Ba- baik, Pak.”

Baskoro mulai melajukan kendaraan. Namun, tiba-tiba ekor mata Aksara tertuju ke kotak makan yang belum disentuh sedikit pun isinya. Bentuk nasi goreng yang pucat, tanpa adanya protein sedikit pun itu sama sekali tak menggugah selera makannya. 

“Tadi ikut sarapan masakan Celine gak, Pak?” tanya Baskoro kepada Tuannya. Ya, hanya dialah yang berani berbicara panjang kali lebar dengan lelaki arogan itu.

“Nasi goreng? Kenapa?”

“Beuh, enak banget, pak. Masakan mbok Inah lewat,” ucap Baskoro antusias. 

“Saya tak tertarik, lihatnya saja gak menarik.”

“Justru itu, Pak. Nasi goreng Celine mengingatkan saya saat di kampung. Masakan orang desa itu enak lo, Pak.”

“Gak yakin.”

“Ya terserah bapak.”

Mendapati argument seperti itu, kini tangannya mulai meraih kotak makan itu. Ia membuka wadah makan dan sedikit menyuapkan nasi goreng ke mulutnya. Awalnya ia tak yakin, hingga makanan bumbu ndeso itu masuk ke mulutnya. Aksara baru tersadar dengan apa yang diucap supirnya. 

Makanan yang di cap pucat dan tampil tak menarik itu nyatanya memiliki rasa yang luar biasa. Berkali-kali ia mengecap makanan tersebut untuk memastikan. Tapi, perpduan bu,bu di dalamnya benar-benar pas. Tanpa sadar kotak makan yang dibawanya telah kosong, hanya meninggalkan sedikit minyak dari sisa penggorengan.

“Bapak makan bekal dari Celine?” tanya sopir itu sambil melirik kaca mobil di atasnya. Lelaki yang menggajinya cukup besar itu tampak mengusap mulutnya dengan sapu tangan.

“Iya.”

“Bagaimana, Pak?”

“Biasa saja. Tapi berhubung saya lapar, belum sarapan dan makan siang maka saya habiskan.”

“Apa kita cari makan siang dulu?”

“Tidak usah. Saya tak yakin meninggalkan Denim bersama Celine.”

“Kenapa? Bukannya Celine babysitternya Denim.”

“Gadis itu terlalu belia untuk mengurus anak saya. Saya jadi tidak tenang untuk bekerja.”

“Tapi, Pak -.”

“Kamu focus saja menyetirnya. Sekalian cari kan saya babysitter pengganti itu. Satu kali dua puluh empat jam.”

“Tapi, Pak -.”

“Saya tidak menerima alasan, Bas.”

Kendaraan roda empat itu mulai melambat ketika memasuki halaman rumah. Terlihat gadis dengan baju selutut itu tengah bermain dengan putra mahkota keluarga Aksara. Lelaki yang tengah aktif-aktifnya berjalan itu tampak menyusuri rerumputan yang menghijau sambil memegang buah di tangannya.

Aksara turun sebelum tiba di depan pintu. Disusulnya anaknya dengan raut muka khawatir. Wajah memerah dengan tangan yang berwarna sama. Masih tertinggal sedikit irisan buah naga itu di tangan mungil Denim.

“Apa yang kamu lakukan sama anak saya?” tanya Aksara setengah berteriak. Baru kali ini ia melihat anaknya sangat berantakan. Compang-camping dengan noda buah naga yang tak langsung dibersihkan. Bahkan anak yang begitu disayangnya itu harus makan dengan tangannya sendiri tanpa disuapi.

“Terus, kenapa anak saya dibiarkan telanjang kaki? Bagaimana kalau kulitnya tergores? Apa kamu bisa tanggung jawab?”

Celine menundukkan pandangan. Tangannya memilin ujung baju dengan ketakutan. Sedang rambut panjangnya, setengah menutupi bagian wajahnya yang sedikit berisi. 

“Maaf, Tuan. Saya memang mengajari Denim makan sendiri. Selain supaya dia mandiri, system motoriknya pun ikut terasah. Begitupun dengan berjalan tanpa alas kaki. Ada bagian syaraf-syaraf di telapak kakinya yang harus tersentuh tanah dan rumput. Supaya system motoric itu terbangun. Saya juga sudah memilah tempat ini dan memastikan rumput di halaman ini aman untuk Denim,” ucap Celine panjang kali lebar dengan nada ketakutan.

“Papa pulang,” ucap Denim manja sambil mengulurkan tangannya yang kotor.

“Dek Denim, tante bersihkan dulu tangannya ya,” ucap Celine yang kini mengusap lembut tangan lelaki kecil itu dengan tisu basah. Denim yang berada di pangkuan Celine, memegang pipi tembem babysitternya. Ia tersenyum, terlihat bahagia dengan tante baru itu. 

“Papa sudah pulang, salim dulu! Bagaimana salimnya, Dek?” tanya Celine kepada bocah kecil itu. 

Denim berjalan perlahan menuju papanya dan mengulurkan tangan. Sontak, sudut mata Aksara mengembun, baru kali ini anaknya meminta jabat tangan padanya. Hal yang sama sekali tak diajarkan olehnya maupun dari simbok Inah yang mengurusnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status