Share

Bab 2

Di bawah sinaran cahaya lampu, sorotan mata Theo terlihat memesona sekaligus mengerikan.

Sama seperti biasa, tatapan Theo selalu mengintimidasi setiap orang yang menatapnya.

Leo terkejut sampai memucat dan mundur beberapa langkah. "An ... tidak. Bibi, aku tidak akan mengganggu kamu dan Paman. Aku pamit dulu."

Keringat dingin membasahi kening, Leo pun buru-buru keluar dari kamar utama.

Melihat Leo yang berlari ketakutan, jantung Anisa berdebar makin kencang dan sekujur tubuhnya gemetaran. Apakah Theo sadarkan diri?

Anisa membuka mulut dan hendak mengatakan sesuatu, tetapi tenggorokannya terasa dicekik. Sekujur tubuhnya juga hanya bisa mematung di tempat.

Ketakutan menyelimuti hati Anisa. Dia membalikkan badan dan bergegas lari turun.

"Bibi, Theo sadar, Theo sadar!" teriak Anisa.

Begitu mendengarnya, Bibi Wina langsung naik untuk memeriksa kondisi Theo.

"Nona Anisa, setiap hari Tuan Theo memang akan membuka mata, tapi bukan berarti dia sadar. Lihat saja, dia sama sekali tidak merespons pembicaraan kita." Bibi Wina menghela napas. "Kata dokter kecil kemungkinan orang yang koma bisa sadar."

Jantung Anisa masih berdebar-debar. "Bibi, apakah aku boleh tidur dengan membuka lampu? Aku agak takut."

"Boleh, kok. Istirahatlah, besok kamu masih harus pergi ke rumah orang tuanya Tuan Theo. Besok aku akan membangunkan kamu," jawab Bibi Wina.

"Em." Anisa mengangguk.

Setelah Bibi Wina pergi, Anisa berganti pakaian dan naik ke atas tempat tidur.

Anisa duduk sambil memperhatikan wajah Theo yang tampan. Sesekali Anisa melambaikan tangan di depan mata Theo sambil berkata, "Theo, kamu lagi memikirkan apa?"

Namun Theo tidak memberikan respons.

Seketika hati Anisa terasa sangat sakit. Dibandingkan dengan kondisi Theo, penderitaan yang dialami Anisa tidak ada apa-apanya.

"Theo, kamu harus segera sadar. Kalau sampai hartamu jatuh ke tangan bajingan seperti Leo, kamu pasti tidak tenang di alam sana," kata Anisa.

Sesaat mendengar ucapan Anisa, Theo memejamkan matanya secara perlahan-lahan.

Jantung Anisa berdering kencang, dia menatap Theo sampai tercengang. Meskipun masih koma, jangan-jangan Theo bisa mendengar suara Anisa? Makanya Theo memejamkan mata?

Kemudian Anisa berbaring di samping Theo sambil menatap langit-langit kamar. Setelah beberapa saat, Anisa menghela napas panjang. Sekarang dia telah menjadi istri Theo, sementara ini tidak akan ada yang berani menindasnya.

Namun apa yang akan terjadi kalau Theo meninggalkan? Apa yang akan dilakukan Keluarga Pratama terhadap Anisa?

Anisa merasa gugup. Sebelum Theo meninggal, Anisa harus memanfaatkan statusnya untuk merebut kembali semua yang menjadi miliknya.

Anisa akan membalas semua orang yang pernah menindasnya. Mereka semua harus membayar harga!

....

Keesokan hari, pukul 8 pagi.

Bibi Wina membawa Anisa ke rumah keluarga besar Pratama untuk menemui Sabrina.

Seluruh anggota Keluarga Pratama duduk di ruang tamu. Anisa menghampiri mereka, lalu menyapa dan menuangkan teh untuk semuanya secara satu per satu.

Sabrina puas melihat menantu pilihannya. Wanita yang penurut lebih mudah dikontrol.

"Anisa, bagaimana tidurmu?" tanya Sabrina.

"Tidurku nyenyak," jawab Anisa dengan tersipu malu.

"Bagaimana kondisi Theo? Dia tidak mengganggumu, 'kan?"

Anisa berempati setiap mengingat wajah tampan yang berbaring tak berdaya di atas tempat tidur. "Theo tidak menggangguku."

Meskipun Theo tidak bisa bergerak, tubuhnya masih terasa hangat. Ketika tidur, Anisa tidak sadar dan malah memeluk Theo. Saat terbangun di tengah malam, Anisa kaget dan bergegas melepaskan pelukannya.

"Anisa, aku ingin memberikanmu hadiah," kata Sabrina sambil membuka sebuah kotak berwarna ungu dan memberikannya kepada Anisa. "Gelang ini cocok dipakai kamu. Apakah kamu suka?"

Anisa tidak berani mengabaikan kebaikan mertuanya. Dia bergegas mengambil hadiah itu dan berkata, "Suka, terima kasih."

"Anisa, kamu pasti merasa tidak adil. Kamu lihat sendiri kondisi Theo, dia tidak bisa memberikanmu kasih sayang. Tapi ada satu cara agar kamu mendapatkan keuntungan." Sabrina menjelaskan rencananya kepada Anisa, "Saat masih sehat, setiap hari Theo sibuk bekerja, sama sekali tidak ada waktu pacaran. Gimana dia bisa punya anak ...."

Anisa sontak terkejut mendengarnya. Anak? Sabrina mau menyuruh Anisa memberikannya cucu?

"Aku ingin Theo memiliki keturunan. Aku ingin memintamu melahirkan anak untuknya," Sabrina melanjutkan ucapannya.

Anisa kebingungan mendengar ucapan Sabrina. Ekspresi Anisa tampak kaget sekaligus gelisah.

"Bu, dengan kondisi Theo yang seperti ini, bagaimana dia bisa memberikan anak?" tanya Marvin selaku kakak tertuanya Theo.

Meskipun Theo belum mati, semua orang sudah mengincar hartanya.

Sabrina menjawab dengan lantang, "Aku akan mencari dokter yang terkenal! Kalau tidak ada anak, siapa yang akan mewarisi bisnis dan kekayaan Theo? Tidak peduli laki-laki atau perempuan, Anisa harus memberikan Theo anak."

Dalam sekejap, semua tatapan pun tertuju ke arah Anisa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status