Share

Bab 10

Seketika suasana di ruang tamu pun menjadi sunyi.

Anisa melemparkan pecahan beling, lalu kembali ke kamar dan membanting pintunya.

"Prang!" Semua orang terkejut mendengar suara dentuman pintu.

Berani membanting pintu di depan Theo? Anisa tidak takut mati?

Sebagian orang melirik Theo secara diam-diam. Yang mengagetkan, ternyata Theo tidak marah?

Sejak kapan Theo bisa menoleransi orang yang bersikap lancang di hadapannya? Mengingat Anisa yang berteriak dan membanting pintu, masa Theo sama sekali tidak murka?

Ditambah, Anisa juga memecahkan sebotol anggur yang harganya mencapai 4 miliar. Para tamu bahkan belum sempat meminumnya.

"Eh, aku dengar ayahnya Anisa baru meninggal 2 hari yang lalu. Dia memakai baju serba hitam, kayaknya baru pulang dari pemakaman," kata salah seorang tamu yang memecah keheningan.

Wanita berambut panjang yang mengenakan gaun putih ini adalah Clara Tangsa, senior manajer departemen perhubungan masyarakat.

Hari ini adalah ulang tahunnya Clara sekaligus merayakan kesembuhan Theo. Clara mengundang sahabat-sahabatnya Theo untuk bersenang-senang.

Kejadian barusan jelas membuat Clara malu. Meskipun Theo tidak bergeming, Clara tahu kalau Theo bisa mengamuk kapan saja.

Clara pun kembali ke sisi Theo dan meminta maaf. "Theo, maafkan aku. Aku nggak tahu ayahnya Anisa baru meninggal."

Theo membuang puntung rokoknya ke asbak, lalu mengambil segelas anggur dan meneguknya. Sembari meletakkan gelas ke atas meja, Theo menjawab dengan suara yang seksi, "Selamat ulang tahun."

"Terima kasih." Wajah Clara terlihat memerah.

"Oh iya, kamu tidak berhak menyentuh Anisa." Meskipun terdengar tenang, ucapan Theo lebih terdengar seperti ancaman. "Meskipun dia hanya boneka Keluarga Pratama, cuma aku yang berhak menindasnya."

"Tapi kalian sudah mau cerai, untuk apa bersikap baik sama dia?" Clara terlihat panik.

Tatapan Theo terlihat semakin dingin. "Walaupun barang yang aku tidak suka, tak ada seorang pun yang boleh menginjaknya!"

Bibi Wina sedang membersihkan pecahan beling ....

Salah seorang teman Theo mendekat, lalu menuangkannya segelas anggur dan berkata, "Theo, jangan marah, Clara tidak bermaksud seperti itu."

"Iya! Clara, cepat minum sebagai bentuk permintaan maaf! Walaupun hari ini kamu ulang tahun, tindakanmu tadi memang sudah kelewatan."

Clara bergegas mengambil sebotol arak dan meneguk 3 gelas sebagai bentuk permohonan maaf.

Theo tidak peduli, dia menatap pengawalnya dan memberikan isyarat.

Pengawal bergegas maju dan memapah tubuh Theo ke atas kursi roda.

"Selamat bersenang-senang," kata Theo, lalu kembali ke kamarnya.

Melihat Theo yang pergi, Clara menggertakkan gigi dan pergi meninggalkan vila.

"Eh, kok Clara pergi? Pestanya masih dilanjutkan atau bubar?"

"Lanjut dong. Nggak apa-apa, biar Clara cepat sadar. Dia selalu bermimpi jadi nyonya Keluarga Pratama."

"Belum tentu. Lagi pula cepat atau lambat, Theo dan Anisa bakal cerai."

"Anisa lumayan cantik, cuma agak emosian. Apa Theo sanggup menghadapi wanita kayak gitu?"

....

Anisa memeluk tubuhnya sendiri sambil menangis sepuasnya. Akhirnya dia bisa melampiaskan emosi yang telah ditahan selama beberapa hari ini.

Anisa terus mengingat momen di mana Omar meminta maaf kepada dirinya. Kebencian yang selama ini dipendam pun sirna.

Anisa menangis hingga ketiduran ....

Keesokan pagi, Anisa bangun dalam keadaan mata dan wajah yang bengkak. Dia menyikat gigi, mencuci wajah, lalu turun ke ruang makan.

Maag Anisa kambuh karena beberapa hari ini dia makan tidak teratur. Sesampainya di ruang makan, dia berhenti saat melihat sosok Theo.

"Nona, sarapan sudah siap. Ayo, makan!" Bibi Wina menyambut dengan hangat.

Sebelumnya Anisa selalu menghindar karena takut akan membuat Theo marah. Namun sekarang Anisa jauh lebih percaya diri karena Theo yang berusaha menunda perceraian.

Anisa sengaja duduk agak jauh, dia tidak mau dekat-dekat Theo.

"Harga anggur tadi malam 3,6 miliar." Suara Theo terdengar datar.

Anisa kaget, 3,6 miliar? Sebotol anggur? Semahal itu?

Apakah Theo mau minta ganti rugi?

Lambung yang sakit dan keringat dingin sontak membuatnya kehilangan nafsu makan.

Theo melirik wajah Anisa yang lemas dan pucat, lalu berkata dengan tegas, "Ini adalah peringatan. Kalau kamu berani menyentuh barangku lagi, aku akan meminta ganti rugi!"

Begitu mendengarnya, nafsu makan Anisa pun kembali.

Banyak wanita hamil yang mengalami gejala tidak enak, seperti muntah sampai tak sanggup berdiri. Untungnya Anisa cuma mual, tetapi tidak muntah dan masih bisa bergerak.

Sembari melihat makanan yang disajikan, Anisa mengerutkan alis dan memisahkan semua daging yang ada di piring.

"Nona tidak suka?" tanya Bibi Wina melihat Anisa yang memisahkan dagingnya.

"Aku lagi tidak ingin makan daging." Anisa menggelengkan kepala.

"Baik, lain kali akan lebih kuperhatikan," jawab Bibi Wina.

Setelah sarapan, Anisa kembali ke kamar dan mengganti baju. Hari ini pengacara Omar mengajaknya bertemu. Meskipun tidak mengatakan tujuannya, Anisa sudah bisa menebak.

Anisa mengambil tasnya dan keluar dari kamar. Kebetulan dia berpapasan dengan Theo yang juga hendak pergi.

Bedanya Anisa bergerak sendiri, sedangkan Theo ada pengawal yang melayani.

Anisa dan pengacara janjian bertemu jam 10, tetapi sekarang sudah jam 9.30. Meskipun buru-buru, dia harus berjalan sekitar 10 menit untuk bisa mendapatkan taksi.

Beberapa hari ini cuaca sangat dingin. Mungkin karena masuk angin, tiba-tiba Anisa merasa mual dan ingin muntah.

Sebuah mobil mewah melaju keluar dari vila. Ketika melewati Anisa, sopir memperlambat mobilnya dan berkata, "Sepertinya itu Nona Anisa."

Theo yang tadinya memejamkan mata pun langsung membuka mata dan menoleh ke arah jendela.

"Tuan, sepertinya Nona sedang muntah-muntah." Sopir duduk di depan sehingga bisa melihat dengan jelas.

Sewaktu sarapan Anisa masih bisa mengontrol rasa mualnya, tapi sekarang semua isi perutnya terasa mau keluar.

Setelah muntah, Anisa berencana kembali ke rumah untuk membersihkan. Ketika membalikkan badan, dia terkejut melihat mobil Theo yang berhenti di sampingnya.

Sopir membuka kaca jendela Theo.

Seketika wajah Anisa pun memerah saat melihat Theo yang menatapnya.

Anisa cemas, bagaimana kalau Theo curiga?

"Aku nggak apa-apa. Kayaknya cuma kekenyangan," kata Anisa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status