Share

Bab 4

"Susah dipastikan, paling cepat 3 sampai 4 bulan. Tapi tidak usah khawatir, Anda masih muda, semuanya pasti lancar," jawab perawat sambil tersenyum.

Waktu berlalu sangat cepat. Cuaca akhir ini terasa agak panas.

Anisa langsung mandi setibanya di rumah. Setelah mandi, Anisa duduk di atas tempat tidur dan mengoleskan pelembab wajah yang baru dibeli.

"Theo, aku oleskan pelembab, ya? Sekarang cuaca lagi panas, takutnya kulit kamu kering." Anisa bergeser ke samping Theo, lalu mengoleskan pelembab ke wajahnya.

Ketika Anisa mengusap wajah Theo, tiba-tiba Theo membuka matanya. Mata Theo tampak indah seperti permata yang berkilau.

Anisa sontak membeku, dia terkejut saat melihat Theo yang membuka mata.

"Aku mengusap terlalu kuat? Nggak, kok! Aku nggak pakai tenaga," kata Anisa sambil lanjut mengusap wajah Theo.

Sembari mengusap wajah Theo, Anisa bergumam kecil, "Theo, aku baca-baca di berita katanya kamu nggak pernah pacaran, ya? Masa tubuhmu selemah itu? Nggak mungkin! Tanganmu kekar, pahamu berotot ...."

Setelah mengoleskan pelembab, Anisa menepuk-nepuk tangan dan paha Theo. Gerakan Anisa sangat pelan, tidak mungkin menyakiti Theo.

Namun respons Theo membuat Anisa membelalak. Anisa seperti mendengar suara pria ....

"Theo? Itu suara kamu? Kamu yang barusan ngomong?" Anisa langsung melompat turun dari tempat tidur. Anisa dan Theo saling bertatapan selama beberapa detik.

Sebelumnya Theo hanya membuka mata, tetapi tatapannya terlihat kosong. Berbeda dengan sekarang, Anisa dapat melihat emosi yang terpancar dari sorotan mata Theo.

Tatapan Theo terlihat agak emosi dan penuh keraguan.

"Bibi Wina!" Anisa berteriak sambil berlari secepat mungkin. "Bibi, Theo sadar! Dia, dia bisa ngomong!"

Wajah Anisa memerah dan jantungnya berdegup sangat kencang.

Anisa yakin, Theo sudah sadar! Anisa mendengar sendiri suara Theo, tatapannya juga sudah tidak terlihat seperti orang linglung.

Meskipun serak dan lamban, suara Theo terdengar mengerikan. Dia bertanya kepada Anisa, "Kamu siapa?"

Kepala Anisa terasa berdengung. Semua orang mengatakan kalau Theo akan segera mati, tetapi mana buktinya? Theo malah sadar!

Begitu mendengar teriakan Anisa, Bibi Wina, dokter, dan para pengawal langsung bergegas ke kamar.

Setengah jam kemudian, seluruh anggota Keluarga Pratama tiba di rumahnya Theo.

"Theo, Ibu tahu kamu pasti bisa sembuh!" kata Sabrina sambil menangis haru.

"Theo, syukurlah kamu sudah sadar. Kami sangat mengkhawatirkan keadaan kamu, terutama Ibu. Saking sedihnya, uban Ibu bertambah banyak."

Setelah memeriksa kondisi Theo, dokter menjelaskan kepada Sabrina, "Ini keajaiban! Saat pemeriksaan sebelumnya, kondisi Tuan Theo tidak ada perubahan. Tapi hari ini tiba-tiba Tuan Theo malah sudah bisa berbicara. Tuan Theo hanya perlu menjalani perawatan lanjutan. Kondisinya pasti segera membaik."

Kejutan ini datang terlalu tiba-tiba. Sabrina kesulitan mencerna informasi yang diberikan, kedua kakinya lemas dan pingsan.

Marvin bergegas menggendong Sabrina keluar. Di dalam kamar hanya terisa dokter, Bibi Wina, beberapa pengawal, dan Anisa yang berdiri di depan pintu karena tidak berani masuk.

Bahkan dalam keadaan sakit pun tatapan Theo sangat mengintimidasi. Anisa tidak berani membayangkan bagaimana kalau Theo sudah sepenuhnya pulih.

Theo bersandar di tempat tidur, tatapan kedua matanya sangat tajam dan dingin.

"Siapa dia?" tanya Theo.

Dokter terkejut, dia tidak berani menjawab pertanyaan Theo.

Bibi Wina bergegas mengangkat kepala dan menjelaskan, "Dia adalah istri Anda, wanita yang dijodohkan Nyonya Besar. Dia ...."

"Usir dia!" Suara Theo terdengar seperti iblis yang mengerikan.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status