Share

BARA, HOT DADDY, SWEET HUSBAND
BARA, HOT DADDY, SWEET HUSBAND
Penulis: Zia Cherry

BAB 1 - SI TAMPAN YANG MENGGALAU

“Apa? Jadi akhirnya lo diputusin Cindy? Hahahahaha.” Tawa Edo menggema keras.

Bara menyesap rokoknya dalam-dalam lalu mengembuskan asapnya ke langit malam.

“Hus! Jangan dibahas, lagi gloomy banget dia. Hahahaha. Pacaran 6 tahun akhirnya putus gara-gara mobil. Gokil!” Fadlan terkekeh sambil mengambil sepotong pisang goreng di plastik, sedang matanya tidak pernah lepas dari layar televisi.

“Anjing. Jadi alesannya gara-gara mobil doang? Elah, lu tinggal ngambil aja mobil di si Putra, cicil dah sampe lo mati, atau pura-pura lupa. Case clear, Bro!”

Lagi-lagi Bara hanya mengabaikan kata-kata salah satu sahabatnya itu.

“Sesat lu, Bego!”

“Hahaha, gue udah sampe mabok nawarin mobil sama si batu. Bukannya kenapa, tabungan dia itu udah lebih dari cukup buat beli mobil sama showroomnya! Emang dasar otaknya batu, bisa-bisanya tetep pake motor butut yang napasnya satu-dua. Padahal gajinya udah dua digit!” Putra menengahi tanpa sekalipun memalingkan mata dari layar televisi. “Lagian, Cindy kan mahasiwi kedokteran, wajar kalo dia minta lo naekin sedikit kualifikasi lo sebagai pacarnya.”

“Bener juga sih, saingan lo berat, Bar. Pasti monyet-monyet di kampusnya si Cindy bermobil semua, dan calon dokter. Lah lo cuma modal muka sedikit ganteng dan motor tua? Yang bener aja.” Edo melompat ke sisi ranjang, lalu menyomot potongan pisang goreng terakhir di dalam plastik.

“Halah, kalo udah matre mah matre aja, kaga perlu alesan abcd,” ujar Fadlan malas. “Untung sih lo diputusin sekarang, kalau tetap jadi ama si Cindy, bisa-bisa lo jual ginjal buat biayain gaya hedonnya dia.”

“Bener juga sih.” Edo mengangguk-ngangguk tanpa pendirian. “Ya udahlah, Bar, cewek masih banyak di luaran. Mau yang cantik, mau yang seksi, mau yang pinter, buanyak!”

“Yang sedikit itu cewek yang mau ama lo-nya hahahaha,” tambah Fadlan sebelum menghindar dari lemparan cabai di kantong plastik bekas gorengan.

“Berisik, Bangke. Do, gantiin dulu, gue mau boker.” Putra bergerak gelisah di tempatnya.

“Ogah, gue VCS sama si Mayang!”

“Cewe yang mana lagi itu si Mayang?”

“Yang tadi pagi.”

“Gila, bisa-bisanya ada cewek yang mau sama jambul ayam buluk lu itu.”

Edo pasti sudah akan melayangkan tinjunya andai Putra tidak menyela mereka lagi.

“Buruan, Bangs*t! Gue mau boker. Kalo menang, cicilan lo bulan depan gue kurangin separo.”

“Jing! Nanggung amat, Put!”

“Lo mau kaga? Tapi kalau kalah, cicilan lo gue tambahin separo.”

“Sial!” teriak Edo meski tetap melompat ke tempat Putra tadi. Sesekali ia melirik Bara yang masih menghela napas panjang berkali-kali sambil terus menatap ponselnya.

“Fokus, Blok! Kalau mati bisa mampus lo! Hahahaha,” ujar Fadlan yang menjadi rivalnya malam itu.

“Segini doang mah gampang!”

Ketika pintu kamarnya kembali terbuka, Fadlan mengernyit bingung. “Lah, kaga jadi boker, Put?”

Putra mengusap perutnya. “Kaga jadi! Udah melepet masuk lagi. Kamar mandi bawah lagi ada orangnya, lama bener! Keburu tentram lagi perut gue.”

“Malem natal begini kaga ada orang di kosan. Orang-orang pada cabut,” jelas sang pemilik kontrakan.  

“Terus di bawah siapa yang mandi? Kunti? Wangi sabunnya semerbak begitu si kunti jaman sekarang.”

Fadlan meletakkan stik PSnya sambil berpikir sejenak. “Yang masih ada di kosan itu cuma gue dan… Mbak Wati!”

“Buset, anak bawah yang montok itu?!”

Fadlan mengangguk, seingatnya memang ia sempat melihat Wati saat ia pulang membeli gorengan tadi sore.

“Dan dia lagi mandi?”

Ting!

Tanpa aba-aba lagi, ketiga pria yang sebelumnya sibuk bermain game play station itu langsung melompat meninggalkan taruhan dan stik game mereka.

Fadlan menyambar ponselnya di atas meja, Edo langsung berlari ke luar kamar tanpa repot-repot menggunakan sepatunya, bahkan Putra sudah kembali menuruni tangga dengan langkah berjinjit.

Meski sekarang mereka sudah tidak menggunakan seragam abu-abu lagi, tapi kebiasaan yang mempersatukan mereka itu tidak pernah berubah, termasuk Bara. Dulu mereka bahkan pernah masuk ke ruang BK bersama-sama karena ketahuan mengintip kakak kelas mereka.

Namun, sedetik kemudian, ketiga wajah itu kembali muncul di balik pintu saat menyadari Bara sama sekali tidak bergerak dari tempatnya.

“Jir, beneran galau dia,” gumam Edo tidak percaya. Biasanya, meski sudah memiliki pacar seorang calon dokter, Bara tidak pernah absen menikmati hal-hal yang menyenangkan sebagai seorang pria.

“Hah! Cabut aja kalo gitu. Yuk cari makan!” Putra mendesah lelah sambil mengambil jaket yang tergantung di sandaran kursi.

Fadlan mengangguk dan mematikan perangkat gamenya, tapi Bara sama masih tidak bergerak. Ia hanya tetap merokok sambil menatap langit-langit kamar Fadlan.

“Apa kita gorok aja dia sekarang? Lo apal nomor pin ATMnya kan?” tanya Edo.

“Masih, 112233,” jawab Fadlan.

“Bagus. Mana golok, Lan?”

Putra menatap sahabatnya dengan prihatin. Ini kali pertamanya mereka mendapati seorang Bara menggalau karena wanita. Di antara mereka berempat, Bara adalah yang paling tampan, Putra yang paling kaya, Edo yang paling br*ngsek tapi ramah, sedangkan Fadlan adalah yang paling standar, tapi sangat loyal.

Saat mereka lulus SMA, Bara berpacaran dengan Cindy, dan kisah itu berlanjut sampai mereka lulus kuliah, sedangkan Cindy masih harus melanjutkan KOAS untuk melengkapi studi kedokterannya.

6 tahun berlalu, dan akhirnya kisah cinta masa muda itu berakhir juga.

“Anjing dah ini yang galau! Buruan bangun gue lapar!” teriak Edo seraya menarik kaki Bara. “Galaunya tunda dulu b*ngsat!”

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fitri Yani Pratama
kocak juga kalo berteman kaya gtu ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status