Share

Bab 7. Usaha Kecil-kecilan

Aku berangkat pagi untuk menjajakan cemilan ke sekolah-sekolah. Setelah dari sekolah, aku berkeliling karena daganganku masih lumayan banyak. Hari pertama aku berjualan, aku mendapatkan musibah. 

Ada sebuah mobil yang entah disengaja atau tidak, berjalan kencang hingga membuat air yang ada dikubangan mengenaiku dan daganganku. 

Aku menangis memunguti dagangan yang bercecer terkena air. Tapi aku tak boleh patah semangat. Mungkin memang Allah tengah mengujiku dengan cara seperti ini.

"Kenapa, Mbak? Mari saya bantu!" ucap laki-laki tampan yang turun dari mobil.

Belum pernah aku menemukan orang yang naik mobil rela menepikan mobilnya untuk menolong orang miskin sepertiku.

"Oh tidak apa-apa, Mas. Itu tadi ada mobil lewat kencang. Jadinya seperti ini," jawabku.

Laki-laki itu membantu memunguti daganganku. Bahkan dia juga membantuku berdiri lagi karena aku kesusahan dengan perut yang membesar.

"Terima kasih, ya, Mas, sudah mau membantuku. Kalau begitu saya permisi dulu. Mari!" pamitku.

Tapi, laki-laki itu menghalangiku dan memberikanku sejumlah uang yang sangat banyak.

"Apa ini, Mas? Tidak usah, Mas. Terima kasih," tolakku karena takut menerima uang yang tidak sedikit itu.

"Terima saja, ya, Mbak. Mungkin ini rejeki Mbak dan juga calon anak Mbak itu. Gak baik menolak rejeki. Pamali!" ucapnya dengan senyum yang tulus.

"Tapi ini terlalu banyak, Mas." Aku masih mencoba menolak pemberiannya itu.

"Gak apa-apa, Mbak. Tolong diterima, ya!" Dan aku pun menerima pemberian laki-laki itu karena aku melihat keikhlasan dari sorot matany.

"Sekali lagi terima kasih," ucapku. Laki-laki itu menganggukkan kepalanya.

"Mau saya antar sekalian, Mbak?" tawarnya.

"Oh tidak usah, Mas. Rumah saya tidak jauh dari sini kok," jawabku berbohong.

Aku tak mungkin ikut orang asing. Walaupun dia memberiku uang, tapi aku juga harus waspada. Jangan sampai terjadi apa-apa denganku dan juga calon anakku.

"Baiklah kalau begitu —" Belum selesai laki-laki itu bicara, temannya memanggil-manggil dirinya.

"Raga ... ayo buruan! Kita sudah terlambat ini!" ucap temannya dari dalam mobil.

Oh jadi nama laki-laki ini adalah Raga. Aku berdoa semoga kebaikan Beliau dibalas oleh Allah SWT.

"Iya sebentar!" jawabnya setengah berteriak.

"Benar Mbak gak apa-apa pulang sendirian?" tanyanya memastikan.

"Benar, Mas. Saya sudah biasa jalan di wilayah ini," jawabku. Mas Raga mengangguk tanda paham.

"Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu, ya, Mbak!" pamitnya sopan. Aku membalasnya dengan senyuman.

Alhamdulillah Ya Allah ....

Ternyata dibalik musibah yang menimpaku, Engkau telah mempersiapkan rejeki lain yang tak terduga.

Aku pun pulang dengan perasaan senang. Walaupun daganganku tak bisa dijual lagi, tapi uang dari Mas Raga lebih dari modal yang aku keluarkan.

Sebelum pulang, aku mampir ke warung untuk membeli kebutuhan dapur yang sudah habis. Dengan uang yang Mas Arga berikan, aku bisa membeli lebih dari cukup dan masih ada sisa untuk modalku berdagang kembali esok hari.

Karena aku kelelahan, aku memutuskan naik becak untuk pulang. Aku tak henti-hentinya bersyukur atas rejekiku hari ini.

Setelah menyerahkan upah pada tukang becak, aku masuk ke dalam halaman rumah. Tapi, perasaanku mulai tidak enak ketika mendapati pintu rumah dalam keadaan terbuka. 

Padahal aku ingat betul kalau sebelum aku berangkat tadi, aku sudah menguncinya. Dan saat aku masuk, betapa terkejutnya aku mendapati rumah dalam kondisi berantakan.

Ya Allah! Apa rumahku kemalingan? Tapi apa yang mau diambil dari rumahku ini? Tak ada benda yang berharga selain ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status